Opini

Second Opini Keterangan Ahli Atas Dugaan Korupsi Ayam Buras di Kabupaten Sikka Tidak Melanggar KUHAP

Oleh Marianus Gaharpung, Dosen F.H Ubaya,Surabaya

Terima kasih Kapolres Sikka atas  penyelidikan dan penyidikan dugaan korupsi bantuan ayam buras untuk peningkatan ekonomi desa.

Program pemerintah ini sejati demi  peningkatan ekonomi desa tetapi praktiknya justru banyak oknum “perampok” uang negara yang tidak tahu diri melakukan tindakan melawan hukum dan penyalagunaan wewenang mengakibatkan kerugian negara.

Sejak Januari 2023, dugaan korupsi program ayam buras dilaporkan ke Polres Sikka.

Bisa saja dipahami sebab penanganan dugaan korupsi harus hati hati agar penetapan tersangkanya justru tidak membuat adanya gugatan praperadilan oleh tersangka.

Kasus ayam buras masuk tahap penyidikan artinya sudah terbit SPDP ke Kejaksaan Negeri Sikka untuk memantau jalan proses peradilan pidananya serta SP2HP yang menjadi hak pihak pelapor agar setiap saat dapat memantau hasil penyidikan perkara.

Proses penetapan tersangka pun ada sejumlah asas yang menjadi panduan penyidik seperti asas praduga tidak bersalah; perlakuan yang sama dari setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan perbedaan perlakuan; penangkapan, penetapan tersangka, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan.

Hal tersebut menjadi panduan dalam melindungi hak asasi manusia terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, karena itu penyidik melakukan rangkaian pemeriksaan terhadap sejumlah orang seperti pelapor, terlapor, saksi, ahli dan surat dan dokumen secara objektif.

Sumber hukum yang dipergunakan  KUHAP, UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014

Peraturan Mahkamah Agung No. 4/2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan

Selain itu dalam konteks penyidikan ditambah dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

Dugaan tindak pidana diketahui dengan (1) laporan/informasi dari masyarakat (2) tertangkap tangan (3) pengembangan perkara (4) investigasi/penyelidikan.

Proses penyidikan yaitu rangkaian tindakan penyidik untuk menemukan alat bukti dan menemukan tersangkanya sehingga membuat terang sebuah dugaan tindak pidana.

Dalam proses penyidikan, penyidik akan mengumpulkan minimal dua alat bukti, memeriksa terlapor/pelapor,  saksi-saksi, ahli, surat kemudian ada proses gelar perkara dan kemudian jika bukti cukup, keluarlah penetapan tersangka. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 adalah minimal ada dua alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP dan telah dilakukan pemeriksaan terhadap “calon tersangka” atau terlapornya untuk penetapan tersangka.

Jadi terbitnya penetapan tersangka adalah kontribusi dari berbagai alat bukti dan bukan hanya satu alat bukti, kemudian penetapan tersangka juga merupakan  hak objektif dari penyidik secara bebas dalam menilai alat bukti yang dikumpulkan dalam proses penyidikan.

Dalam menetapkan tersangka, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA 4/2016)  tentang  Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan dijelaskan bahwa sepanjang penyidik telah memiliki dua alat bukti yang cukup, maka penetapan tersangka tersebut sah. Pasal 184 menyebutkan ada 5 alat bukti yang sah yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Pasal 5 ayat 1 UU ITE yaitu UU No. 11/2008 juncto UU No. 19/2016 disebutkan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya  merupakan alat bukti hukum yang sah.

Kaitanya dengan “dualisme” keteragan ahli yaitu ahli dari inspektorat Sikka yang telah memberikan LHP sifat hukum final atau mengikat atas dugaan kerugian proyek ayam buras serta ahli lain yang akan dihadirkan Kapolres Sikka untuk memberikan keterangan ahli terkait dugaan kerugian negara program ayam buras.

Pertanyaannya, apakah LHP Inspektorat Sikka tidak dipakai atau tidak mempunyai nilai pembuktiannya sehingga harus ambil keterangan ahli lain sebagai pembanding. Jawaban tidak, LHP Inspektorat Sikka diberikan oleh ahli secara obyektif dan tidak memihak sehingga memenuhi salah satu alat bukti sesuai KUHAP. 

Kapolres Sikka mencari ahli lain alasan krusial  penanganan korupsi adalah kejahatan luar biasa  (extraordinary crime) perlu penanganan serius pula terkait  kerugian negara.

Dengan demikian  penetapan tersangkanya akan terpenuhi aspek formil dan aspek materiil yakni kerugian negara yang konkrit dan terukur. Jadi sah- sah saja dan tetap dibenarkan karena tidak ada norma dalam KUHAP dan peraturan lain melarang hadirkan  ahli selain ahli Inspektorat Sikka atas kasus ayam buras.

Warga Nian Tana Sikka harus yakin Kapolres Sikka  profesional mencari “second opini” dari ahli lain agar penetapan tersangkanya memenuhi aspek formil sesuai KUHAP, peraturan lainnya dan serta tidak terbuka adanya gugatan praperadilan dari tersangka. Dan, bagi Penuntut umum tidak sulit membuat dakwaan atau tuntutan yang pada akhirnya memudahkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang mengadili dan menjatuhkan vonis.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan