Jurnalisme Warga

Mawar Untuk Cinta Pertamaku Maria Imaculata

(Catatan 101 Tahun Paroki Maria Imaculata Jopu-Ende-Flores)

Oleh : Stefanus Wolo Itu

Kapelan Paroki Jopu 1997-1999. Misionaris Di Keuskupan Basel Swiss

Cinta Pertama

Minggu lalu saya mendapat sebuah undangan. Undangan itu datangnya dari pastor paroki Jopu, RD. Siprianus Wona dan Pak Anselmus Sani, ketua panitia jubileum 101 tahun paroki Jopu Ende Flores NTT. Mereka mengundang saya menghadiri perayaan syukuran, Rabu 8 Desember 2021.

Saya diundang karena pernah berkarya di paroki Jopu. RD Siprianus Wona juga menyertakan data imam sejak tahun 1910. Pelayanan pastoral di kawasan ini telah dimulai  tahun 1910. Tapi paroki Jopu baru resmi berdiri pada 8 Desember 1920,  saat Mgr. Petrus Noyen SVD menjabat Prefek Apostolik Kepulauan Sunda Kecil.

Data menunjukan bahwa Pastor Paroki pertama dan terlama adalah Pater A. Suntrup-Schütte SVD. Beliau bertugas di Jopu sejak 1920 hingga 1955. Orang-orang tua di Jopu sering menceritakan keutamaan Pater Suntrup. Beliau memahami bahasa dan budaya Lio. Dia juga imam saleh dan misionaris karismatis. Pater Suntruplah yang membabtis Darius Nggawa (Mgr. Darius Nggawa) 29 Juli 1929 dan mungkin juga Isak Doera (Mgr. Isak Doera) tahun 1931.

P. Suntrup terbuka dan tegas menegur umat yang tidak setia. Bahkan tegurannya bisa  berujung pada kematian. „Seru Sumbu“, kata orang Jopu. Bila P. Suntrup sudah menegur keras, mereka harus mulai menyiapkan daun-daun kering (sumbu)  untuk membakar babi mempersiapkan kematian.

Data RD. Siprianus juga mencacat bahwa sejak 1910 ada 19 pastor paroki dan 35 kapelan. 10 pastor paroki berasal dari Eropa, Philipina dan 9 berasal dari Flores. Ada 11 pastor paroki SVD dan 8 imam projo KAE. Ada 35 kapelan yang terdiri dari 17 SVD dan 18 imam projo.

Menarik bahwa mayoritas kapelan dan pastor paroki projo mengalami „Cinta Pertama Pastoral“ di Paroki Jopu. Saya mengalami cinta itu  sejak sebagai diakon 26 Mei hingga 25 Agustus 1997 dan  imam baru 18 Oktober 1997 hingga 4 Oktober 1999. Kata orang cinta pertama itu mendebarkan hati dan jantung, menganggapnya paling indah, antusias selalu bertemu dan bersama, perasaan nyaman dan memikirkan kekasih tanpa henti.

Saya mengalami « cinta pertama pastoral» di paroki Jopu seperti itu. Saya alami melalui aneka perjumpaan dan pelayanan sakramental.  Di sana saya melayani sakramen permandian, pernikahan, tobat, komuni pertama, minyak suci. Singkatnya saya belajar kasih pastoral.

Saya belajar bahasa, budaya dan karakter umat. Pemahaman bahasa, budaya dan karakter memudahkan pelayanan saya. Mereka berbicara terbuka dan marah bila martabatnya dilecehkan. Mereka cepat akrab dan bersahabat dengan semua orang. Alam yang kritis menuntun mereka ulet bekerja dan tekun berdagang.

Dagangan utama adalah hasil tenunan. „Tenunan mereka memiliki peran dan arti  penting  dari sisi prestise sosial, seni dan ekonomi“.  Ini kesaksian Prof. Dr. Wilemijn De Jong dari Universitas Zürich dalam bukunya „Geschlechtersymmetrie in einer Brautpreisgesellschaft: Die Stoffproduzentinnen der Lio in Indonesien“.

Mereka menghargai para imam dan percaya para imam sebagai penyalur rahmat dan berkat Allah. Mereka berani menggedor pastoran dan meminta pertolongan imam. Saya mengalami bahwa doa dan berkat menjadi pelayanan harian. Saya memberkat air dan garam, orang sakit, ibu hamil, batu pasir, beras dan daging pesta. Saya juga memberkati mereka sebelum rantau dan pertandingan olah raga.

Keluarga Muslim dan Katolik juga hidup berdampingan di kawasan ini. Mereka memiliki rumah adat, tubu kanga atau simbol pemersatu kampung bersama. Mereka melakukan ritus  dengan rumusan doa-doa budaya yang sama. Para imam sering makan di keluarga-keluarga muslim. Kami memberkati makan dan minum, orang-orang sakit dan bahkan membawa intensi doa di gereja. Mereka juga hadir dalam perayaan gerejani, imamat dan hidup membiara.

Saat ke Steyl-Belanda saya mengunjungi makam Santu Arnoldus Janssen, Mgr. Petrus Noyen dan Mgr. Hendrikus Leven. Saya melantunkan doa syukur dan pujian bagi mereka. Arnoldus adalah imam diosesan yang berwawasan semesta. Dia mendirikan serikat misi SVD dan mengutus para misionaris  ke seluruh dunia termasuk di Flores.

Mgr. Noyen adalah Prefek Apostolik pertama Sunda Kecil. Beliau mendirikan gereja-gereja pertama di wilayah umat katolik dan muslim hidup bersama. Rumah Keuskupan Agung Ende, Paroki Ndona dan Paroki Jopu adalah contoh nyata. Gereja hadir sebagai tanda kasih dan saluran berkat untuk kebaikan bersama. Antropolog dan Sejarahwan Belanda Prof. Dr. Karel A. Steenbrink mengapresiasi Mgr. Noyen sebagai „peletak dasar dan arsitek misi SVD“ di Indonesia.

Sementara Mgr. Hendrikus Leven adalah Vikaris Apostolik kepulauan Sunda kecil 25 April 1933-21 Juni 1950. Mgr. Leven adalah pendiri Konggerasi Suster Pengikut Jesus(CIJ). Konggregasi CIJ yang sudah „mengindonesia dan kini mendunia“ lahir dari rahim tanah Jopu.

Saya belum menemukan refleksi historis paroki Jopu. Tapi saya pernah menjadi pelaku sejarahnya. Waktunya singkat tapi bermakna menikmati dua tahun madu imamat bersama RD. Heribertus Avelinus. Avelinus figur imam sederhana dan rendah hati. Beliau itu „Suntrup Baru“ yang tenang dan saleh. Kesalehan yang menyembuhkan dan menghalau  kecemasan „Seru Sumbu“  Ini kisah cinta pertama pastoral saya di paroki Santa Maria Imakulata Jopu hampir 25 tahun lalu. Ya, cinta pertama. Pasti mendebarkan hati, jantung, menguras pikiran, selalu rindu, indah, nyaman dan tak terlupakan.

Saya ada di Swiss Eropa. Secara fisik saya tidak bisa menjawabi undangan. Saya menghormati dan mengapresiasi mereka. Mereka masih ingat dan mencintai saya. Saya adalah bagian dari sejarah kehidupan mereka. „Please Remember And Don’t Forget“, kata mereka. Rentang waktu 1920-2021 adalah dimensi temporal yang berjalan linear. Saya hadir dalam dimensi temporal itu 26 Mei 1997-4 Oktober 1999.

Wilayah awal paroki Jopu meliputi hampir seluruh wilayah Timur kabupaten Ende. Wilayah itu adalah dimensi spasial atau ruang terjadinya peristiwa sejarah paroki. Saya berada dalam dimensi ruang itu ketika wilayah paroki Jopu meliputi Mbuliwaralau hingga Pemo dan Toba di lereng Kelimutu dan bentangan Ranggase hingga Paapingga. Umat, imam pendahulu dan saya sendiri adalah subjek dan obyek peristiwa sejarah 101 tahun paroki Jopu.

Sekuntum Mawar Untuk Maria Imaculata

Di wilayah Ende Lio, Paroki Jopu merupakan paroki tertua kedua setelah paroki Ndona. Kedua paroki tua ini memilih pelindung yang sama :  «Maria Imaculata atau Maria Dikandung Tanpa Noda». Mgr. Petrus Noyen dan P. Suntrup tentu mempunyai pertimbangan dan refleksi historis tersendiri.

Nama ini diambil dari dogma Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda(Ineffabilis Deus) Paus Pius IX 8 Desember 1854. Dogma ini mengajarkan kebijaksanaan Allah yang tak terselami. Allah membebaskan Bunda Maria dari dosa asal dan  memilih Bunda Maria sebagai ibu PuteraNya Yesus Kristus.

Ajaran iman ini sangat berakar dalam gereja dan mengajak kita melihat bunda Maria sebagai teladan kekudusan. Kita menguduskan hidup harian dengan mengandalkan rahmat Tuhan. Dogma ini tidak sekedar untuk meninggikan Bunda Maria, tapi mau menyatakan kerahiman Tuhan tanpa batas. Tuhan menguduskan Maria sebagai ibu yang mengandung dan melahirkan Yesus. Bunda Maria menjadi model bagi gereja dan teladan dalam kekudusan.

Santo Theodotus(312 M) berkata: „Bunda Maria adalah seorang perawan yang tak bernoda. Dia bebas dari cacat celah, tidak tersentuh dan tercemar. Dia kudus dalam jiwa dan raga seperti setangkai bunga bakung yang berkembang di antara semak duri“.

Ucapan Theodotus ini mengingatkan saya akan lagu Advent berbahasa Jerman : „Maria Durch Ein Dornwald Ging atau Maria Berjalan Melewati Hutan Berduri“. Inspirasinya dari kisah perjalanan Maria mengunjungi Elisabeth. „Maria melewati hutan berduri. Dalam rahimnya Maria membawa Yesus tanpa rasa sakit. Maria ibarat pohon mawar berduri. Pohon mawar itu melahirkan Jesus, Sang Bunga Mawar“.

Mgr. Noyen memberi nama Maria Imaculata sebagai pelindung paroki Jopu. Maria adalah pohon mawar berduri. Dia membawa duri-duri kepada umat paroki Jopu  supaya tumbuh dan  bermekar. Bagi Mgr. Noyen kondisi geografis dan karakter orang-orang Jopu yang terbuka, ulet dan tegas adalah „Kebun Mawar Berduri“.

Selama 101 tahun, kebun mawar berduri itu telah menghasilkan „Kembang-Kembang Mawar Dan Bunga-Bunga Bakung“. Kembang mawar dan bunga bakung itu hadir dalam diri umat beriman, tokoh awam gereja, Uskup, Imam dan biarawan/i dari wilayah ini.

Kembang mawar dan bunga bakung itu hadir dalam diri para suster CIJ yang lahir di tanah Jopu tahun 1935. Mawar dan bakung itu menebar keharuman di seantero nusantara dan bumi Eropa. Proficiat Paroki Maria Imaculata Jopu.

Terimalah sekuntum mawar sebagai hadiah 101 tahun usiamu. Mawar untuk cinta pertamaku Maria Imaculata.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan