Anggota DPRD Tidak Serta Merta Di PAW Ketika Caleg Dari Partai Lain
Oleh Marianus Gaharpung, Dosen FH Ubaya Surabaya
Menjelang Pemilu banyak sekali persoalan yang terkait dengan kelengkapan administrasi, kelengkapan data pribadi para caleg, surat keterangan diri tidak pailit dan kewajiban penurunan atribut kampanye yang bertebaran di jalan jalan padahal seturut ketentuan 25 hari terhitung sejak adanya penetapan daftar caleg tetap KPU semua atribut harus sudah bersih di area umum.
Bahkan sampai terjadi Pergantian Antar Waktu DPR dan DPRD.
Mengenai hal yang terakhir ini terjadi tidak saja di Nian Tana Sikka tetapi sudah menjadi persoalan nasional karena ratusan bahkan bisa ribuan anggota dewan mengalami PAW akibat partai yang pernah mengusung dirinya tidak ikut pemilu yang akan datang dengan alasan tidak bisa memenuhi ketentuan UU Pemilu dan Peraturan KPU.
Karena menjadi persoalan publik pada penyelenggaraan pemilu kali lalu, maka ada beberapa pihak melakukan hak uji materi ke Mahkamah Konstitusi melalui dua tahap. PERTAMA, terhadap Pasal 16 ayat 3 Undang Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Atas Pasal tersebut, banyak anggota DPRD yang “dipaksa” mengundurkan diri karena pindah parpol dengan berlakunya ketentuan pemberhentian anggota DPR/DPRD yang tercantum dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol).
Dalam putusan MK dengan konstitusional bersyarat. Putusan dengan Nomor 39/PUU-XI/2013 dimana,
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 16 ayat (3) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai: dikecualikan bagi anggota DPR atau DPRD jika,
- Partai politik yang mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi peserta Pemilu atau kepengurusan partai poitik tersebut sudah tidak ada lagi,
- Anggota DPR atau DPRD tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh partai politik yang mencalonkannya,
- Tidak lagi terdapat calon pengganti yang terdaftar dalam Daftar Calon Tetap dari partai yang mencalonkannya.
Artinya hal ini merupakan hak konstitusional partai politik yang mencalonkan anggotanya untuk menariknya menjadi anggota DPR atau DPRD dan menjadi kewajiban pula bagi anggota partai politik yang bersangkutan untuk berhenti dari anggota DPR atau DPRD.
Dalam kerangka pemahaman yang demikianlah, menurut Mahkamah ketentuan Pasal 16 ayat (3) UU Parpol adalah konstitusional.
Akan tetapi, apabila partai politik yang mencalonkan yang bersangkutan tidak memberhentikannya sebagai anggota partai dan tidak juga menariknya sebagai anggota DPR atau DPRD, walaupun yang bersangkutan telah menjadi anggota partai politik lain, tidak serta merta berhenti pula menjadi anggota DPR atau DPRD.
“Dalam kasus yang dipersoalkan oleh para Pemohon dalam uji materiil di MK, para Pemohon pindah menjadi anggota partai politik lain, oleh karena partai politik yang semula mencalonkannya sebagai anggota DPR atau DPRD tidak lagi sebagai peserta Pemilu.
Faktanya di daerah yang keanggotaan DPRD mayoritas diisi oleh partai yang tidak lagi ikut dalam Pemilu tahun yang akan datang, maka anggota DPRD secara massal juga akan melakukan perpindahan ke partai politik lain yang menjadi peserta pada Pemilu yang akan datang. Dalam jumlah yang signifikan, perpindahan anggota DPRD ini akan menimbulkan permasalahan dalam penggantian anggota yang mengakibatkan DPRD tidak akan dapat melaksanakan tugas konstitusionalnya, padahal pada tingkat daerah, DPRD merupakan bagian penting sebagai unsur dari pemerintah daerah bersama dengan kepala daerah.
Oleh karena itu, kevakuman keanggotaan, apalagi dalam jumlah yang signifikan, akan menimbulkan persoalan legitimasi dan legalitas pengambilan keputusan dalam rapat rapat dewan, sehingga mengakibatkan kepincangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Oleh karena itu, menurut pemahaman Hakim Konstitusi dalam kasus demikian terdapat dua masalah konstitusional yang harus dipecahkan, yaitu pertama, tidak berfungsinya DPRD menjalankan tugas konstitusionalnya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan kedua, terabaikannya hak konstitusional warga negara yang telah memilih para wakilnya dalam pemilu sebelumnya. Karena yang menjadikan caleg tersebut menjadi anggota dewan secara materiil atau substantif bukan partai tetapi warga peserta pemilu.
Oleh karena itu, untuk menjamin tetap tegaknya hak-hak konstitusional tersebut, Mahkamah harus menafsirkan secara konstitusional bersyarat tentang Pasal 16 ayat (3) UU Parpol, sehingga tidak menimbulkan persoalan konstitusional baru sebagai akibat terjadinya kekosongan anggota DPR dan DPRD.
Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas maka menurut Mahkamah dalil-dalil para Pemohon beralasan hukum untuk sebagian
Melalui putusan dari permohonan yang diajukan oleh 12 anggota DPRD dari berbagai parpol ini, maka peraturan KPU dan implementasi UU Parpol tidak berlaku bagi anggota DPRD yang pindah partai politik karena partainya tidak lagi menjadi peserta pemilihan umum legislatif (pileg).
KEDUA, putusan MK No. 88/ PUU/XXl/2023 yang mengadili tingkat pertama dan terakhir menjatuhkan putusan dalam perkara pengujian Pasal 193 ayat 2 huruf i, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah terhadap UUD 1945.
Pasal tersebut isinya, anggota DPRD kabupaten dan kota diberhentikan antar waktu menjadi anggota partai politik lain.
Dalam amar putusan mengadili mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian; menyatakan Pasal 193 ayat 2 huruf i UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai” dikecualikan bagi anggota DPRD kabupaten dan kota jika,
A. Parpol yang mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi peserta Pemilu atau kepengurusan parpol tersebut sudah tidak ada lagi.
B. Anggota DPRD kabupaten dan kota tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh partai yang mencalonkannya.
- Tidak lagi terdapat calon pengganti yang terdaftar dalam daftar calon tetap dari partai yang mencalonkannya.
Putusan ini diucapkan Selasa, 31 Oktober 2023. Sementara gugatan tersebut di MK, maka Kementrian Dalam Negeri 2 Agustus 2023 menerbitkan SE No. 100.2.1.4/5387/OTDA tentang Penegasan Kembali Pemberhentian anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota yang mencalonkan diri dari partai politik, butir 4 berbunyi “Adapun anggota DPRD Provinsi, kabupaten, kota yang mencalonkan diri dari partai politik yang berbeda dari partai politik yang diwakili pada pemilu terakhir untuk mengikuti Pemilu pada 2024 dimana parpol yang diwakili pada pemilu terakhir tidak berstatus sebagai parpol peserta pemilu 2024 proses pemberhentiannya mempedomani ketentuan sebagaimana dimaksud dalam putusan MK RI No. 39/PUU-XI/2013 tanggal 31 Mei 2013.
Atas dasar ketentuan ini dikaitkan adanya desakan agar Ans Fridus Aeng dan Hyginus Cladius Daga dari Parpol PKP Sikka karena sekarang sudah caleg tetap Partai Garuda, apakah serta merta diPAW dari anggota DPRD Sikka?
Jika didasarkan kepada putusan MK a quo, maka jika PKP tidak lagi sebagai parpol peserta Pemilu 2024, maka kedua anggota dewan itu tidak serta merta PAW.
Tetapi ada norma lanjutan dari putusan MK tersebut jika pengurus PKP tersebut masih eksis dan oleh pengurus PKP memberhentikan atau ditarik oleh partai yang mencalonkannya, maka kedua anggota dewan dapat diPAW ketika jadi caleg tetap Partai Garuda.
Artinya, selama partai mencalonkannya pada Pemilu lalu tidak melakukan tindakan, maka Lembaga DPRD Sikka tidak perlu berinisiatif dengan meminta Surat kepada Partai PKP untuk segera ajukan surat PAW kepada dua orang anggota dewan PKP tersebut.