Di Sikka Ada Kasus Perdagangan Orang Belum Tersentuh Hukum
MAUMERE, GlobalFlores.com – Di Kabupaten Sikka satu kasus perdagangan orang yang dilaporkan tahun 2021 yang dilanjutkan dengan proses hukum di Kejaksaan dan Pengadilan yang diadvokasi oleh Truk F dan Jajaringan HAM hingga saat ini masih 1 pelaku yang belum tersentuh hukum, bahkan tidak berimpak pada putusan pengadilan yang menjerat pelaku dengan UU ketenagakerjaan yang sangat ringan dan sama sekali tidak dapat membongkar sindikat perdagangan orang.
Hal ini disampaikan pimpinan Trk F Sr, Fransiska Imakulata S.Sps saat launching Catatan tahun ( Catahu) 2022, Rabu (8/3/2023) di Maumere.
Ika menjelaskan bahwa kasus perdagangan orang yang dilaporkan di tahun 2021 dilanjutkan dengan proses hukum di Kejaksaan dan Pengadilan yang diadvokasi oleh TRUK dan Jajaring HAM tidak berimpak pada putusan pengadilan yang menjerat pelaku dengan UU ketenagakerjaan yang sangat ringan dan sama sekali tidak dapat membongkar sindikat perdagangan orang.
Dan sampai sekarang masih tersisa 1 pelaku perdagangan orang di pub yang belum tersentuh hukum.
Pola perekrutan perempuan oleh pelaku untuk bekerja diluar daerah kata Ika, selalu dengan tipu daya dan selalu menjerat kelompok perempuan miskin dan minim informasi.
Sementara di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende kasus kekerasan seksual masih tinggi dan cendrung naik. Kenaikkan mencapai 7,14 persen pada tahun 2022. Ika menyebutkan tahun 2021 sebanyak 52 kasus dan tahun 2022 sebanyak 56 kasus.
Selain itu lanjut Ika, kasus incest meningkat hingga mencapai 7 kasus pada tahun 2022, jika dibandingkan tahun 2021 yang hanya mencapai 5 kasus.
Kekerasan berbasis elekronik atau cyiber juga meningkat di tahun 2022 dengan jumlah korban mencapai 21 orang.
Ika menambahkan, hambatan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak diantaranya, perlu adanya dukungan kebijakan dan anggaran dari Pemerintah Kabupaten Sikka dan Pemerintah Kabupaten Ende untuk upaya pencegahan dan penanganan KtPa mulai dari layanan pengaduan.
Juga layanan kesehatan, layanan rehabilitasi social, reintegrasi dan pemulangan korban serta penganggaran untuk pemberdayaan korban pasca trauma belum optimal.
Belum ada rumah aman atau shelter milik pemerintah daerah Sikka dan Ende.
Pada saat ini kebutuhan rumah aman untuk Kabupaten Ende sangatlah urgen.
Selain itu hingga saat ini belum adanya unit pelaksaan teknis daerah (UPTD) bagi perempuan dan anak korban kekerasan di Ende. Layanan visum di Ende masih berbayar dan ini sangat memberatkan korban yang umumnya berasal dari keluarga kurang mampu.
Terbatasnya jumlah tenaga profesional di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende. Tenaga profesional dimaksud adalah,dokter jiwa, psikolog klinis, tenaga ahli penerjemah bagi difabel dan tenaga ahli di bidang ITE.
Ika menambahkan bahwa, belum ada kesamaan prespektif antara aktivis (TRUK) dan Aparat Penegak Hukum tentang UU No 12/2022 tentang TPKS dan UU No 21/2007 tentang TPPO. Jumlah hakim, jaksa dan penyidik masih kurang.
Masih banyak korban yang menghidupi budaya bungkam dan takut melapor peristiwa kekerasan yang dialami.
Waktu yang panjang dan pembuktian yang rumit dalam proses litigasi menyebabkan korban cenderung memilih jalur damai atau Restoratif justice dalam penyelesaian kasus KDRT dan kekerasan seksual,ujar Ika. (rel )