Regional

Surat Edaran Gubernur NTT : Warga NTT Wajib Jalan Kaki, Bukan Norma Hukum

MAUMERE, GlobalFlores.com –  Menanggapi surat edaran gubernur NTT yang mewajibkan masayarakat untuk berjalan kaki, dosen Fakultas Hukum Surabya Marianus Gaharpung SH, menilai itu bukan norma hokum. 

Hal ini disampaikan Marianus melalui watshapnya, Rabu (1/3/2023) di Maumere. 

Menurut Marianus, pemimpin terkdang tidak dapat membedakan mana tindakan publik dan mana wilayah urusan privat yang memiliki warga masyarakat.

 Oleh karena itu Marianus berharap agar sebelum mengambil tindakan factual atau penetapan tertulis, maka pejabat aaperlu membuat kajian dengan berpedoman pada UU nomor 30  tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.

Pejabat  dalam melakukan  tindakan faktual  atau penetapan tertulis wajib berpedoman pada peraturan perundag –undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. 

   “Tekadang pemimpin kita tidak bias membedakan mana tindakan publik dan mana wilayah urusan privat yang memiliki warga masyarakat.”ujar Marianus.

 Asas-asas Umum  Pemerinatahan yang Baik (AAUPB) yang dapat ditetapkan dalam pelaksanaan pelayanan publik lanjut Marianus,  diantaranya,  asas kepastian hokum, asas kemanfaatan, asas  ketidak aberpihakan, asas kecermatan, asas tidak menyalahgunakan kewenangan, asas keterbukaan, asas kepentingan umum dan asas pelayanan yang baik. 

“Ada surat gubernur NTT Viktor laiskodat bahwa mulai tanggal 7 Maret semua warga NTT dihimbau wajib jalan kaki. Alasannya, Viktror  akan mengeluarkan surat  edaran tentang pengemndalian inflasi.” Ungkap Marianus.

Adanya surat edaran gubernur tersebut disampaikan kepala Biro Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Setda NTT L:ery Rupidara dalam acara sosialisasi Uji Coba Implementasi Full Cycle Subsidi Tepata pada (28/2/2023) di Kuapang. 

Dalam surat edaran tersebut, gubernur  mengimbau  seluruh masyarakat NTT  turut mengendalikan inflasi  daerah dengan berjalan kaki agar mengurangi penggunaaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Ketika itu Lery mengatakan pengurangan pemakaian BBM  untuk ramah lingkungan, sementara pejalan kaki berguna bagi kesehatan tubuh. 

Dari pernyataan  Lery Ratupira tersebut lanjut Marianus, sebagai pejabat tata usaha Negara, terlihat jelas tidak mampu membedakan rana urusan publik yang menjadi beban serta tanggungjawab   Pemprov NTT dan yang mana masuk kategori urusan privat. 

“Orang mau jalan kaki atau naik mobil urusan privat warga NTT sesuai kebutuhan dan kemampuan mereka. Karena warga NTT sudah memenuhi kewajiban kepada negara dengan membayar pajak kendaraan dan BBM. Negara tidak perlu ikut cawe cawe mengatur masyarakat dalam kaitan urusan privat,”kata  Marianus.

Urusan menekan inflasi   lanjut Marianus adalah tugas dan tanggungjawab pemerintah.  Pertanyaannya, kata Marianus, apakah gubernur, bupati walikota dan semua ASN di NTT juga dalam urusan pelayanan publik wajib memberi contoh jalan kaki. 

 Kalau mau jujur  kata Marianus,  pengeluaran uang negara pejabat dan ASN tidak semetris dengan prestasi atau pencapaian yang dirasakan oleh warga NTT.  Salah satu contoh konkrit perilaku korupsi pejabat di NTT sangat membabi buta.

 Modus mark up anggaran APBD, anggaran proyek proyek negara sudah menjadi santapan harian di kalangan pejabat/ASN. 

Jika hal hal seperti pejabat dan ASN NTT mampu membuktikan dengan tidak melakukan tindakan melawan hukum dan penyalagunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara, maka inflasi di NTT tidak akan besar dan menakutkan.

“Atas dasar ini pertanyaannya, apakah warga NTT wajib melaksanakan Surat Edaran Gubernur NTT tersebut? Untuk menjawab wajib atau tidak, maka kembali kepada konsep hukum dari Surat Edaran. Apakah Surat Edaran Gubernur NTT adalah norma hukum berupa peraturan perundang undangan?”tegas Marianus.

Marianus menjelaskan, Surat Edaran tidak  dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan, bukan juga suatu norma hukum sebagaimana norma dari suatu peraturan perundang-undangan. Surat Edaran tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir peraturan menteri, apalagi peraturan berhierarki lainnya. 

Dikatakannya, jika Surat Edaran peraturan artinya sifatnya imperatif (mengikat dan memaksa). Jika ada yang melanggarnya, maka dikenakan sanksi. Dalam hal ini Surat Edaran Gubernur NTT tidak termasuk norma hukum, maka sifatnya bukan mengikat dan memaksa. 

“Konsekuensinya, Surat Edaran Gubernur NTT yang akan berlaku efektif tanggal 7 Maret 2023 sifatnya fakultatif boleh dipatuhi boleh tidak tergantung kesadaran dan kemauan warga NTT karena tidak ada sanksi hukummya,”kata

 Marianus. ( rel )

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan