Kepala BPKAD Sikka Sudah Diperiksa Alasan Normatif Bupati Juga Harus Dipanggil
Oleh Marianus Gaharpung, Dosen FH Ubaya dan Lawyer Surabaya
Dugaan korupsi dana bantuan tidak terduga (BTT 2021) terus saja menarik dikaji dari aspek penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Sikka.
Publik Nian Tana terus mempertanyakan ada apa dan mengapa Roby Idong sampai akan ada penetapan tersangka dana BTT 2021 belum saja dipanggil dan diperiksa penyidik Kejaksaan.
Ada beberapa alasan normatif harusnya diperiksa. Bupati Sikka adalah yang mempunyai otoritas penuh dalam menentukan penggunaan uang di Pemkab Sikka. Di samping itu, dalam kasus dana BTT ini bermula dari adanya perubahan APBD sampai tiga kali tanpa persetujuan dewan hanya melalui Peraturan Bupati Sikka. Jelas tindakan jelas jelas melawan hukum.
Dana BTT yang sebelumnya dialokasikan Rp 5,3 miliar lebih, namun karena kebijakan kontroversial itu akhirnya Bupati Sikka naikkan menjadi Rp 21 miliar lebih. Naik 294,76 persen.
Itu artinya Robi Idong sebagai Bupati Sikka dalam kasus dugaan korupsi dana BTT tidak clean and clear.
Dari sini jelas dan terang benderang Roby seharusnya diperiksa Kejaksaan Negeri Sikka
Kejari tembang pilih
Publik Sikka bertanya apa alasannya Fatony Hatam Kejari Sikka tidak berani periksa Roby Idong? Apa ada backing kuat sehingga Kejari tidak berdaya menghadapi kekuatan tersebut? Alasannya dalam kasus Dana BTT ini sangat terlihat tebang pilih. Dalam penyelidikan dan penyidikan dana BTT ini keluar dari ratio legis lahirnya undang undang tindak pidana korupsi.
Bahwa undang undang ini hadir untuk membasmi pelaku tindak pidana “berkrah putih”. Makna dari kata ini adalah pejabat atau ASN yang memiliki kewenangan (power). Makanya ada adagium-nya yang terkenal “power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut).”
Pertanyaannya apakah saudari Reyneldis dalam kapasitas bendahara pembantu alias juru bayar yang hanya mengeluarkan uang masuk kategori orang yang mempunyai wewenang jawabannya, tidak.
Apakah Daeng Bakir mantan kepala BPBD adalah orang mempunyaj otoritas penuh menggelontorkan uang Rp 21 miliar ke Kas BPBD, juga pasti jawaban tidak? Apakan orang orang yang memakai dana BTT tersebut adalah pihak yang memiliki kewenangan jawaban pasti tidak.
Disini titik soalnya sehingga publik melihat Kejari Sikka membongkar kasus dana BTT ini terlihat jelas bukan dari hulu ke hilir melainkan langsung di hilir. Ini yang terlihat aneh tidak obyektif serta misterius.
Kepala BPKAD Sikka sebagai pintu masuk
Jika Kejari Sikka, serius dan terutama profesional dalam membedah kasus dana BTT ini pasti sudah panggil dan periksa Roby. Untuk hal itu, pintu masuk memanggil Roby Idong harus terlebih dahulu periksa Kepala BPKAD Sikka sehunungan pencairan dana BTT 2021. Karena otoritas pencairan semua dana BTT di tangan Kepala BPKAD bukan oleh saudari Reyneldis hanya bendahara pembatu alias juru bayar.
Karena dugaan kami, pencairan dana BTT tersebut ada yang tidak sesuai item item riil pekerjaannya. Dan, itu ada di kepala BPKAD Sikka. Jika kepala BPKAD Sikka sudah diperiksa berkali- kali seharusnya tidak ada alasan Kejari Sikka, Fatony Hatam, SH MH, tidak memanggil Bupati Sikka untuk dimintai keterangannya. Karena Kepala BPKAD Sikka dalam pencairan dan penggunaan dana BTT ini dalam kapasitas menjalankan kewenangan mandat.
Artinya tanggunggugat dan tanggungjawab hukum di tangan Bupati Sikka. Sehingga dari aspek normatif alasan kuat memanggil dan memeriksa Roby Idong.
Oleh karena itu, pejuang HAM, Truk F serta organisasi mahasiswa Sikka perlu kembali mendesak Kejari Sikka, Fatony Hatam SH, MH agar sebelum mengumumkan tersangka dana BTT 2021 wajib panggil dan periksa orang nomor satu di Nian Tana. Hal ini membuktikan Kejaksaan Negeri Sikka fair, transparan dan profesioanal dalam menangani kasus korupsi dana BTT 2021 tersebut. Sebagaimana harapan Jaksa Agung RI terhadap semua jajarannya.