Nilailah Dirimu Sendiri Lebih Dahulu, Sebelum Menilai Diri Orang Lain

Renungan, Minggu (2/3/2025) Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk
SEMANGAT PAGI, para saudaraku ytk. Saya berharap para saudaraku dalam keadaan sehat dan bahagia. Juga kiranya tidak lupa untuk mengawali harimu dengan doa dan ucapan syukur. Sebab, doa dan ucapan syukur adalah tanda orang yang beriman dan rendah hati. Pada hari ini kita memasuki hari Minggu biasa VIII.
Renungan hari ini terinspirasi dari Injil Lukas 6: 39 – 45, yakni hal menghakimi serta pohon dan buahnya. Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita mudah sekali menghakimi atau menjudge atau menilai atau melihat kejelekan atau keburukan orang lain.
Dengan menghakimi atau menjudge atau menilai atau melihat kejelekan atau keburukan orang lain, seolah-olah diri kita sudah sempurna, tanpa cacat atau cela atau kelemahan atau kesalahan. Padahal kalau kita bisa melihat atau menilai diri kita sendiri ke dalam lebih dahulu dengan baik, jujur, maka kita tidak mungkin dengan mudah menghakimi atau menjudge atau menilai kejelekan atau keburukan atau kelemahan atau kesalahan orang lain.
Mengapa? Karena kalau kita mau jujur, sesungguhnya diri kita tidaklah jauh lebih baik dari diri orang lain. Kita sama-sama orang berdosa, orang yang tidak sempurna di hadapan Tuhan. Artinya setiap kita pasti memiliki sisi kelemahan, sisi kejelekan, sisi kekurangan, dan sisi keburukan.
Oleh karena itu, janganlah kita merasa diri lebih sempurna, suci, saleh, kudus, tanpa cacat, dan tanpa cela. Selagi kita masih di dunia ini, kita tidak pernah luput dari dosa dan kesalahan. Jadi, sekali lagi janganlah merasa diri sock sempurna, sock suci, sock saleh, sock kudus.
Oleh karena itu, nasihat Yesus juga berlaku untuk kita: ” mengapa engkau melihat serpihan kayu di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Hai, orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan serpihan kayu itu dari mata saudaramu”.
Nasihat bijak Yesus ini, mau mengatakan kepada kita para murid-Nya untuk tidak gampang menilai atau menghakimi atau menjudge atau melihat kejelekan atau keburukan atau kekurangan atau kelemahan orang lain.
Seorang musisi, Ebiet G Ade, dalam lirik lagunya Untuk Kita Renungkan, dia menulis: Tengoklah ke dalam sebelum bicara.
Singkirkan debu yang masih melekat. Jadi inti pesan dari sepotong lirik lagu itu sangat mendalam, yakni sebelum kita menilai atau menghakimi atau menjudge atau melihat kejelekan atau keburukan atau kelemahan atau kesalahan orang lain, tengoklah atau lihatlah atau kaca atau cermin terlebih dahulu ke dalam diri, ke dalam hati.
Apakah sudah bersih, sudah sempurna, sudah suci, sudah kudus dan sudah saleh? Jangan sampai seperti kata Yesus: ” orang buta menuntun orang buta. keduanya pasti akan jatuh ke dalam lubang”. Artinya jangan sampai kita sama juga dengan orang lain, hanya kita menutupnya dengan topeng kemunafikan.
Bahkan mungkin, bisa jadi kita lebih buruk, lebih jelek, lebih parah dari mereka. Sebagaimana dalam filosofi 5 jari tangan. Satu jari telunjuk menunjuk ke orang lain, sedangkan keempat jari lainnya menunjuk ke diri kita sendiri.
Akhirnya, mari kita setiap hari mengintrospeksi atau mengoreksi atau melihat diri selalu. Sebab, dengan selalu mengintrospeksi atau mengoreksi atau melihat diri ke dalam terlebih dahulu dengan jujur, maka kita tidak akan mudah menilai atau menghakimi atau menjudge atau melihat kejelekan atau keburukan atau kelemahan atau kesalahan orang lain. Ingat, bedanya orang berdosa dan orang kudus adalah orang berdosa sering kali memikirkan dosa orang lain, sedangkan orang kudus memikirkan dosanya sendiri.
Jadilah pohon yang baik, yang menghasilkan buah yang baik, bernas dan berkualitas. Untuk itu, berilah dengan pupuk spiritual, melalui tekun, setia, komitmen dan konsisten dalam doa, ibadat atau kebaktian dan ekaristi.
Sebab, jika diri kita tidak diberi pupuk spiritual, maka bisa jadi buahnya tidak baik, kerdil, tidak berkualitas yang diwujudkan lewat: mudah menghakimi atau mudah menjudge atau mudah menilai atau mudah melihat kejelekan atau keburukan atau kesalahan atau kekurangan orang lain.
Kuncinya, introspeksi atau koreksi diri sendiri atau refleksi diri terus menerus. Sebab, ” hidup yang tidak pernah direfleksikan tidak layak untuk dihidupi”, demikian kata Socrates. Selamat berhari Minggu.