Terkait Pecurian Gading Kerajaan Nita, Polres Sikka Wajib Minta Keterangan Saksi Ahli

MAUMERE, GlobalFlores.com – Terkait kasus pencurian gading milik Kerajaan Nita, Polres Sikka didesak untuk meminta, keterangan ahli atas pelaku cacat mental.
Pasalnya, salah satu pelaku berinisial C, oleh polisi dinilai sebagai otak dalam pencurian tersebut, padahal masyarakat Nita mengenal C mengalami cacat mental sejak masa kecilnya.
Penyidik Polres Sikka diduga menggunakan asumsi dalam menetapkan C sebagai otak di balik pencurian gading tersebut.
Hal itu terungkap dalam konfrensi pers oleh Polres Sikka, bahwa seusai bukti yang diperoleh penyidik melalui CCTV, bahwa C dengan sengaja memindahkan anjing peliharaan yang berada di rumah korban ke bagian belakang untuk memudahkan aksi pencurian.
Asumsi tersebut terbantahkan, karena di rumah korban tidak ada CCTV. CCTV hanya pada rumah tetanggah yang jauhnya mencapai 30 meter. Selain itu, pada saat pemindahan anjing di rumah korban, hanyalah C sendiri, tidak ada pelaku-pelaku lain. C memang terbiasa memindahkan anjing, dari belakang kedepan, kesamping atau kebelakang.
Selain itu C juga dikenal orang rumahan karena jarang berinteraksi dengan pihak lain di luar rumah, hal itu karena kondisi mentalnya yang tidak normal. Herannya lagi polisi tidak menjelaskan secara rinci bahwa selain C yang memindahkan anjingnya kebelakang, tidak menjelaskan ada pelaku lain yang tertangkap kamera CCTV.
Peristiwa hilangnya gading Kerajaan Nita jika dikaji dari aspek tindak pidana pencurian ini juga mendapat sorotan dari Dosen Fakultas Hukum Ubaya, Marianus Gaharpung S.H M.H.
Menurut Marianus dalam kajian hukum pidana untuk menentukan kebersalahan seseorang dilihat dari niat (mens rea) perbuatan perlu kesepahaman berpikir antara beberapa pelaku ( meeting of minds)
Dalam kasus hilangnya gading tersebut, justru C yang diduga adanya kelalaian mental dinilai sebagai otak dalam pencurian tersebut. Sehingga polisi dinilai salah menetapkan otak dibalik pencurian gading tersebut. Hak ini karena C yang diduga sebagai otaknya merupakan orang yang cacat mental dan tidak mengenal para pencuri lainnya.
“ Polres Sikka jangan tergesa gesa menetapkan C sebagai tersangka perlu minta keterangan ahli psikiater (jiwa) untuk memeriksa C agar bisa menentukan yang bersangkutan masuk kategori sakit jiwa atau kelainan jiwa,”kata Marianus.
Marianus menambahkan bahwa dalam hukum ada asas lex nominen cogit Ad Impossibilia, hukum tidak bisa memaksakan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Jadi tidak bisa diberikan sanksi hukum kepada orang yang sesungguhnya tidak mampu ia lakukan.
Marianus mencontohkan, anak kecil, orang gila atau kelainan jiwa. Oleh karena itu, perlu pemeriksaan kejiwaan C, sebelum menetapkan tersangka. Karena jika ditersangkatan tanpa melalui pemeriksaan psikiater atau dokter ahli jiwa, maka keluarga C atau melalui kuasa hukum segera ajukan ke pengadilan tentang keliru dalam menetapan tersangka C. (rel )