Opini

Ketika Imam Katolik Belajar Peduli Dari Kaum Tak Beragama

(Kisah Kecil Aksi Misioner Untuk Anak-Anak Afrika)

Stefanus Wolo Itu

Imam Projo KAE, Misionaris Di Keuskupan Basel Swiss

Saya sudah merasakan delapan kali musim dingin di Swiss. Ciri khas musim ini tentu saja dingin dan sering turun salju. Selain itu daun-daun berguguran, hujan dan minus cahaya matahari. Meski demikian, saya menikmati keindahan musim dingin. Saya suka berjalan kaki sambil menikmati udara sejuk. Apalagi bila turun salju.

Bulan Januari termasuk musim dingin. Meski dingin, perayaan iman dan kegiatan sosial gerejani berjalan normal. Salah satunya adalah pesta tiga raja. Dulu pesta ini dirayakan setiap  tanggal 6 Januari. Tapi dalam perjalanan waktu, pesta ini dirayakan setiap hari Minggu di antara 2 – 8 Januari.

Saya terkesan dengan spirit tiga raja dari Timur: Gaspar, Melkior dan Baltasar. Mereka mengajarkan saya ketekunan, kebijaksanaan dan perjuangan mencari Tuhan tanpa henti. Mereka mempersembahkan kado mahal  bagi Yesus berupa Emas, Mur dan Dupa. Emas melambangkan Yesus sebagai Raja Agung. Kemenyan melambangkan Yesus sebagai imam Agung. Mur melambangkan Yesus sebagai penebus Agung.

Saya juga terkesan dengan aksi sosial pesta tiga raja. Setiap tahun kami selalu mengadakan aksi „Sternsinger“. „Sternsinger“ artinya penyanyi bintang. Penyanyi bintang ini terdiri dari anak-anak dan remaja. Mereka membentuk grup kecil yang terdiri dari empat anggota dan satu pendamping dewasa.

Sternsinger mengenakan pakaian seperti tiga raja. Ada mahkota keemasan dan mantel kebesaran. Seorang membawa tongkat bintang. Yang lainnya memegang poster aksi Sternsinger, kotak kolekte, kapur tulis dan penghapus. Aksi ini sesungguhnya sudah dimulai di Eropa abad ke 16.  Tapi saat ini sudah menyebar ke seantero dunia. Di Indonesia kita mengenal mereka sebagai aksi „Anak-Anak Misioner“.

Setiap tahun Sternsinger mengenakan pakaian di lantai atas pastoran saya. Sebelum beraksi saya memberikan berkat perutusan. Inilah rumusan berkat perutusan saya. „Ya Tuhan, berkatilah para penyanyi bintang ini. Mereka akan bernyanyi, berdoa, memberkati rumah dan apartemen umat. Bukalah hati umatMu agar mereka terbuka memberikan sumbangan untuk meringankan penderitaan anak-anak di Afrika“.(Tempatkan foto Saya memberkati anak-anak)

Setelah memberkati mereka, saya meminta mereka menyanyi, mengucapkan doa berkat bagi saya. Semoga hati saya selalu terbuka dan tangan saya senantiasa terulur menolong anak-anak di Afrika dan belahan bumi lainnya. Saya menerima berkat dengan sukacita dan memberikan sedikit sumbangan.

Saya mengutus mereka mengunjungi rumah-rumah umat. Mereka menyanyi, berdoa dan menuliskan ejaan di depan balok pintu: „20*C+M+B+22“ untuk tahun berjalan. Arti tulisan ini: Bintang merupakan lambang bintang Betlehem. Ketiga salib melambangkan Allah Tritunggal. Arti huruf C,M,B adalah abjad pertama dari ketiga raja: Caspar, Melkior dan Baltasar. C,M,B juga merupakan singkatan dari kata Latin „Christus Mansionem Benedicat atau Kristus memberkati rumah ini“.

Aksi Sosial Kaum Tak Beragama

Tahun ini kami memiliki beberapa kelompok Sternsinger. Mereka mendatangi banyak keluarga dan mengumpulkan banyak uang. Mereka datang dari latar belakang negara dan keluarga yang berbeda. Kebanyakan mereka berasal dari keluarga katolik. Beberapa dari keluarga kristen lain. Bahkan juga anak-anak dari keluarga tanpa agama.

Di Swiss setiap warga bebas memilih beragama atau tidak beragama. Mereka tidak berkewajiban memilih salah satu agama seperti di Indonesia. Kali ini ada dua ibu yang tidak memiliki agama. Tapi mereka mendukung aksi Sternsinger anak-anak mereka. Mereka mengundang Sternsinger bernyanyi di rumah mereka dan memberikan sumbangan.

Saya sempatkan diri berdialog dengan mereka. Mereka katakan pada saya: „Stefan, kami bukan katolik dan bukan anggota salah satu komunitas agama. Tapi kami percaya Tuhan. Kami menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kemanusiaan. Kami mendukung anak-anak yang kurang sehat dan kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan. Mereka tidak boleh kehilangan martabat mulia sebagai manusia“.

Bagi saya mereka luar biasa. Mereka tak beragama! Tapi mereka mendukung pemulihan martabat umat manusia tanpa sekat ras dan agama. Aksi Sternsingen tahun ini mengusung motto : „Gesund werden – gesund bleiben. Ein Kinderecht Weltweit“ yang artinya Menjadi Sehat – Tetap Sehat. Hak anak Sedunia“. Aksi yang dikelola Misio Swiss ini membantu pembangunan sarana kesehatan anak-anak dari benua Afrika khususnya Mesir, Sudan Selatan dan Ghana. (Foto Benson asal Sudan Selatan)

Sternsinger mengenakan mahkota keemasan. Warna keemasan mengingatkan saya bahwa Tuhan memandang luhur manusia. Manusia itu citra Allah, mahkota ciptaan Allah dan Medali Emas Tuhan. Mereka mengajak saya menyebarkan keharuman melalui perbuatan-perbuatan baik. Mereka mengajak saya menolong anak-anak susah agar hidup sebagai manusia mulia.

Saya tertarik dengan berita media Katolik Jerman KIRCHE+LEBEN: Das Katholische Online-Magazin tanggal 5 Januari lalu. Kanselir Jerman Olaf Scholz menerima perwakilan Sternsinger Jerman: Johannes(14), Julian(14), Agatha(17) dan Klemens(12). Keempatnya berasal dari Paroki St. Kristoforus Wolfsburg, Keuskupan Hildesheim, Jerman.

Olaf Scholz sangat bersukacita menerima kunjungan itu. Kepada mereka Olaf katakan: „Terima kasih untuk doa berkat dan lagu-lagu. Terima kasih juga atas aksi Sternsingen ini. Saya mendukung aksi solidaritas ini“.

Beliau mendukung pembangunan rumah sakit di Sudan Selatan. Rumah sakit ini memperhatikan anak-anak, wanita hamil dan ibu-ibu muda yang kekurangan gisi. Olaf juga merelakan Sternsinger menulis „20*C+M+B+22“ di pintu kantor Kanselir. (Foto Kanselir Olaf Scholz)

Pengganti Angela Merkel ini lahir dan dibabtis  di gereja Kristen Hamburg-Ottensen. Olaf kemudian memilih mengundurkan diri dari Kristen dan mengakui tak memiliki salah satu denominasi. Tapi Olaf tetap mengakui peranan gereja dan kekristenan dalam membentuk karakter kepribadiannya.

Kanselir Olaf menghadirkan sukacita besar bagi Sternsinger. Agatha katakan: „Saya senang karena semua telah terlaksana. Saya bisa membawa berkat di kantor kanselir. Julian ungkapkan: „Saya sangat gugup, tapi kita telah membuat kesuksesan. Kanselir sangat bersahabat. Saya gembira dengan penerimaan Kanselir Olaf“.

Saya ingat saat mengucapkan sumpah jabatan sebagai Kanselir. Olaf sempat dikritik karena tidak mengucapkan rumusan „Semoga Tuhan menolong saya“. Konstitusi Jerman memberikan kebebasan untuk TIDAK mengucapkan rumusan itu. Olaf bukan  anggota sebuah institusi agama. Tapi dia mendukung karya-karya untuk merawat keluhuran martabat manusia.

Olaf dan kedua orang tua Sternsinger di paroki saya tidak memiliki  agama. Tapi mereka mencintai nilai-nilai kemanusiaan. Mereka menolong sesama dengan sukacita dan sukarela. Ketika mereka menolong orang lain, sebenarnya mereka sedang merawat kemanusiaan mereka. Mereka percaya bahwa Tuhan dan sesama lain akan membalas kebaikan dengan lebih indah.

Mereka tak beragama dan tidak membutuhkan sebuah institusi agama. Untuk berbuat baik, mereka tidak perlu memiliki agama. Mereka juga tidak perlu membabat agama dan kepercayaan lain. Mereka justru kepanasan membabat egoisme dan kebencian di tengah musim dingin. Hati mereka tetap hangat  merawat kesetiakawanan dan kepedulian. Itulah solidaritas kemanusiaan kaum tidak beragama.  Dari mereka saya perlu belajar.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan