Penyelundup Minyak Tanah ke Bima Diduga Diperas Oknum Polisi di Polres Sikka
MAUMERE, GlobalFlores.com – Pelaku penyelundupan minyak tanah ke Bima,NTB diduga diperas oleh oknum polisi yang diduga melakukan pemerasan terhadap penyelundup senilai Rp 37.300.000.
Kasus tersebut bergulir ketika seorang sopir yang memobilisasi BBM tersebut ke Nangahale,Kecamatan Talibura, yang diketahui bernama Abu Talib, ditangkap pada Minggu 1 Januari 2023 di Kampung Beru, Kecamatan Alok Timur saat ia sedang makan.
Sebelum digiring ke Polres Sikka, Abu Talib dibawa ke Lapangan Kota Baru, kemudian diinterogasi dan diketahui sebanyak 83 jerigen BBM jenis minyak tanah yang siap untuk dibawa ke Bima.
“Yang ditangkap pertama kali itu, Abu Talib, seorang sopir yang membawa BBM. Ia ditangkap pada saat sedang makan di Kampung Beru, Kecamatan Alok Timur. Abu Talib dibawa ke Lapangan Kota Baru, bersama barang bukti 83 jerigen minyak tanah yang masing-masing jerigen berisi 20 liter, “kata kuasa hukum Abu Talib dan kawan-kawan, Dominikus Tukan SH, Jumat (17/3/2023 ) di Maumere.
Domi menjelaskan bahwa sebelum kliennya ditangkap, satuan intel telah melakukan investigasi dan mengantongi sejumlah nama pembeli BBM di Nangahale.
Atas keterangan Abu Talib sebagai seorang sopir yang menyebutkan sejumlah nama pembeli di Nangahale, polisipun kemudian menjemput tiga orang pembeli lainnya di Nangahale, Kecamatan Talibura.
Ketiga pembeli tersebut diantaranya, Irwan asal Bima selaku juragan, Suryadi asal pulau Kojadoi selaku ABK, dan Wasiba asal Nangahale selaku pemodal.
Sebelum menjemput tiga kliennya di Naghale kata Domi, polisi juga menginterogasi sejumlah ABK namun tidak memiliki bukti.
Saat diintergoasi polisi itu, ABK mengaku pernah membawa BBM jenis minyak tanah ke Bima, sebanyak 75 jerigen.
“Saat polsi menanyakan apakah kamu pernah membawa BBM minyak tanah ke Bima, ABK dengan jujur pernah membawa 75 jerigen ke Bima,”kata Domi.
Atas pengakuan itu maka polisi menjemput sejumlah pembeli lainnya di Nangahale, termasuk dengan BBM yang dimuat sehari sebelumnya. BBM tersebut kemudian dibawa ke Polres.
Di Polres para para pembeli itu di interogasi oleh penyidik Polres Sikka, mulai 31 Januari hingga 1 Februari.
“Interogasi terhadap tersangka harusnya 1 x 24 jam, namun anehnya para pembeli dibiarkan merana di pelataran Kantor Reskrim Polres Sikka sejak 31 Januari hingga 1 Februari. Mestinya kalau tidak ditahan maka harus dipulangkan,”kata Domi.
Problemnya lanjut Domi, para kliennya tidak mendapatkan surat penahanan atau surat penetapan sebagai tersangka, dan dibiarkan merana dipelataran Kantor Reskrim Polres Sikka. Bahkan ada yang tidur di bangku selama 1 minggu atau 7 x 24 jam.
“Belum ada surat penahanan, atau surat penetapan sebagai tersangka, mereka dibiarkan merana di unit Reskrim, bahkan penyidik melarang klien saya tidak boleh berinteraksi dengan siapapun, selalu dicurgai jadi hak asasi klien saya sudah di batasi oleh penyidik, sebelum penetapan sebagai tersangka, “ kata Domi.
Salah seorang pedagang yang kemudian menjadi penghubung, bernama Renol asal Bima lanjut Domi, kemudian menghubungi Kasat Lantas Polres Sikka AKP Firammudin, SH sebagai sesama orang Bima untuk dapat membantu juragan dan ABK usai penangkapan itu.
Sebelum menemui Firammudin, Renol selaku penghubungi menanyakan persiapan biaya kepada juragan dan kawan-kawan dan menjanjikan untuk bertemu langsung dengan Kasat Lantas tersebut.
Setelah Renol menanyakan soal biaya itu, Irwan selaku juragan menyanggupi membayar Rp 10 juta, sementara yang lainnya mampu menyiapkan Rp 28 juta, dari jumlah tersebut Renol menyampaikan kalau jumlah uang tersebut masih kurang, akhirnya setelah terkumpul semuanya maka totalnya mencapai Rp 37.300.000.
Jumlah uang tersebut lanjut Domi, diantar langsung oleh Irwan selaku juragan dan Abu Talib selaku sopir ke ruangan Kasat Lantas.
Uang tersebut diserahkan dan ditaruh langsung diatas meja yang berada dalam ruangan Kasat Lantas. Usai penyerahan keuangan itu Kasat Lantas menyampaikan sudah selesai.
Selesai menurut orang Bima kata Domi, artinya sudah beres, namun itu berbeda dengan Kabupaten Sikka.
“Kalau di Bima setelah dikasih uang artinya selesai, sudah beres, tidak diproses hukum, dan tidak wajib lapor, sehingga mereka tidak datang selama 2 minggu. Namun itu berbeda dengan Kabupaten Sikka, makanya mereka heran. Kalau barang bukti berupa 83 jerigen dan mobil sudah disita oleh penyidik dan berada di Polres Sikka,”kata Domi.
Beberapa waktu kemudian lanjut Domi, kliennya ditelpon oleh Kasat Lantas untuk meminta tambahan uang senilai Rp 15 juta pukul. 18.00 Wita, jika melewati waktu yang disampaikannya itu maka perkara akan dilanjutkan.
Lantaran takut, sekitar pukul. 18. 30 Wita kliennya membawa uang sejumlah yang disampaikan Kasat Lantas tersebut.
Herannya kata Domi, ketika berada dalam ruangan Kasat Lantas, uang yang dibawa kliennya itu dinyatakan masih kurang sehingga perlu ada penambahan senilai Rp 5 juta termasuk beberapa juta yang akan diberikan kepada penyidik, sehingga totalnya sebanyak Rp 25 juta.
“Atas permintaan tambahan uang tersebut klien kemudian menyampaikan kalau sejumlah uang yang dibawa itu sesuai permintaan pak Kasat, yaitu Rp 15 juta, mendengar itu Kasatpuyn marah-marah dan menghamburkan uang senilai Rp 15 juta itu kelantai, dan meminta Abu talib ungtuk memungut dan menghantarkan langsung ke Kasat Reskrim,” kata Domi.
Domi menambahkan bahwa sebelumnya ada peristiwa, yakni ketika Kasat meminta bantuan juragan untuk memuat kuda pacuannya dan 4 tandan pisang dari Maumere, untuk keluarganya di Bima.
Namun lantaran sibuk juragan lupa membawa 4 tandan pisang tersebut. Atas alasan lupa itu, Irwan hampir saja dilempar menggunakan kursi.
Irwan dan Abu Talib kemudian menuju Ruangan Kasat Reskrim, untuk memberikan sejumlah uang tersebut, namun ditolak oleh Kasat Reskrim AKP Nyoman Gede Arya Triyadi Putra, S.I.K .
Lantaran uang ditolak, Irwan dan Abu Talib kemudian menemui kuasa hukum Domi Tukan, dan menyampaikan bahwa keduanya wajib lapor seperti hari – hari sebelumnya.
Menurut Domi kalau wajib lapor maka perkara itu dilanjutkan.
“Kalau tetap wajib lapor maka perkara itu tetap jalan, bukan dihentikan,”kata Domi.
Tidak lama kemudian seorang penyidik Aipda Argi Taneo menelpon Irwan dan Abu Talib, dengan marah-marah Argi menanyakan kenapa tidak datang melapor, dan karena suara Argi terus meninggi, Domi kemudian langsung menerima telpon Argi dan menjelaskan kalau kliennya tidak datang melapor karena sedang membuat surat kuasa kepadanya.
Mendengar suara Domi, suara keras Argi perlahan menurun.
Kepada Argi, Domi berjani akan menghantar kliennya keesokan harinya.
Keesokan harinya saat Domi dan kliennya berada di Reskrim Polres Sikka untuk wajib lapor, Argi sontak menyampaikan kalau Irwan dan Abu Talib sudah memberikan uang.
Atas penyampaian Argi itu, Domi selaku kuasa hukum menjelaskan bahwa kalau soal kasih uang, itu berkaitan dengan penghubung.
“Kalau Argi mengetahui klien saya sudah kasih uang, saya jelaskan bahwa itu berkaitan dengan penghubung. Pernyataan Argi ini seolah – olah polisi tidak terlibat. Ini perkara jalan terus karena berkasnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan dan penyidik tinggal menunggu P19,”kata Domi.
Dari kronologis penangkapan terhadap kliennya itu lanjut Domi, maka patut diduga ada indikasi pemerasan yang dilakukan oleh polisi.
Namun demikian Domi mengaku tidak melihat dari sisi uangnya, namun adanya kesalahan proses dalam penyelidikan dan penyidikan, karena kliennya tidak diberi ruang untuk mendapatkan bantuan hukum, ada kesalahan prosedur KUHP, ada pelanggaran Hak Asasi Manusia lantaran selama 7 hari kliennya dibiarkan merana, tanpa surat tahanan.
“Saya melihat ada kesalahan proses yang dilakukan oleh penyidik, ada pelanggaran proses dalam KHP,”kata Domi.
Lantaran adanya pelanggaran proses dalam KUHP maka Domi nekat untuk melakukan praperadilan kan Polres Sikka, dan akan mengirimkan surat kepada Kapolres Sikka, Kapolda NTT dan Kompolnas. Bahkan apabila cukup bukti, Domi juga akan melaporkan adanya tindak pidana pemerasan. (rel )