Satker PJPA SDA NTT Cairkan Uang Bukan Kepada Rekanan Yang Melakukan Kontrak Kerja,Ada Apa

MAUMERE, GlobalFlores.com – Bendahara Satuan Kerja (Satker) Pelaksana Jaringan Pemanfaatan Air ( PJPA ) SDA Nusa Tenggara II, mencairkan uang kepada pihak yang bukan merupakan rekanan yang mengontrak pekerjaan pengadaan barang elektronik.
Uang untuk kegiatan 5 paket proyek pengadaan barang dan jasa untuk wilayah Flores bukan dicairkan kepada para rekanan penyedia barang dan jasa yang menandatangani dokumen Surat Perintah Kerja (SPK), melainkan diserahkan secara cash kepada pihak lain yang namanya tidak tercantum dalam dokumen SPK.
Chrisantus William Iwo, Kuasa Direktur CV. Sabata Utama selaku salah satu rekanan penyedia, kepada media, Senin (22/01/2023) menuturkan, ia baru mengetahui bahwa uang proyek telah dicairkan 100 persen oleh bendahara pengeluaran kepada Johnly Brampy Anakotta setelah ia mengecek ke Satker PJPA SDA Nusa Tenggara II.
Padahal, Johnly Brampy Anakotta bukanlah pihak yang menandatangani SPK, melainkan hanya sebagai narahubung untuk memperlancar urusan teknis antara penyedia dan Satker PJPA.
William menjelaskan, ada 5 paket penunjukan langsung (PL) pekerjaan pengadaan barang dan jasa pada Satker PJPA SDA Nusa Tenggara II Tahun 2022 yang diikuti oleh 3 rekanan yakni; CV. Sabata Utama, CV. Langkah Pasti dan CV. Karunia Anugerah. Tiga rekanan ini kata Wiliam, berada dalam satu kerjasama pendanaan.
Dari 5 paket tersebut, CV. Sabata Utama ditunjuk sebagai penyedia untuk paket pekerjaan pengadaan perlengkapan kantor dan media komunikasi dengan nilai kontrak sebesar Rp.145.700.000 dan paket pekerjaan pengadaan peralatan dan perlengkapan OP dengan nilai kontrak sebesar Rp. 195.000.000.
Sementara 2 paket lainnya dikerjakan oleh CV. Langkah Pasti yakni untuk pekerjaan pengadaan peralatan dan perlengkapan OP dengan nilai kontrak sebesar Rp.195.200.000 dan paket pengadaan peralatan data base dengan nilai kontrak sebesar 195.500.000.
Sedangkan 1 paket lainnya yakni paket pengadaan peralatan data base dikerjakan oleh CV. Karunia Anugerah dengan nilai kontrak sebesar Rp. 197.000.000.
Singkat cerita, kata Wiliam, pihaknya kemudian mulai melakukan pengadaan barang barang yang diminta dalam dokumen kontrak. Dalam perjalanan, ia kemudian mengurus dokumen untuk pencairan termin proyek.
Lantaran belum ada uang yang ditransfer oleh bendahara pengeluaran dari pihak Satker PJPA selaku pemilik pekerjaan ke rekeningnya, ia kemudian menghubungi Johnly Brampy Anakotta untuk mengecek ke Satker PJPA SDA Nusa Tenggara II.
Kepadanya, Johnly Brampy Anakotta beralasan bahwa pencairan masih tertunda lantaran ada beberapa item barang yang harus diganti. Setelah menunggu beberapa lama, ia kemudian menghubungi Johnly Brampy Anakotta untuk mengecek ke pihak Satker PJPA SDA Nusa Tenggara II kapan pencairannya. Lagi lagi, Johnly Brampy Anakota selalu beralasan.
Setelah beberapa kali mendesak, akhirnya Johnly Brampy Anakotta menghubunginya dan menyampaikan akan mentransfer uang sebesar Rp.500 juta. Yang mana, menurut Johnly Brampy Anakotta bahwa uang tersebut adalah uang untuk kegiatan proyek lain. Sebab, pihak Satker PJPA SDA Nusa Tenggara II masih mengurus pencairan uang proyek tersebut.
William pun mulai menaruh curiga bahwa ada yang tidak beres. Sebab,sepengetahuannya, bila dokumen pencairan sudah dimasukan maka uang akan ditransfer oleh bendahara ke rekening rekanan dalam satu atau dua hari. Ia kemudian menghubungi lagi Johnly Brampy Anakotta untuk mengecek sisa pembayaran ke Satker PJPA.SDA Nusa Tenggara II. Lagi lagi hanya alasan yang didapat.
Ia kemudian meminta bantu Direktur CV. Karunia Anugerah yang kebetulan punya kenalan di Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara II untuk mengecek apakah dana proyek tersebut sudah cair atau belum. Dan betapa terkejutnya mereka setelah mengetahui informasi bila dana proyek tersebut sudah dicairkan 100 persen.
“Setelah dicek oleh Direktur CV. Karunia Anugerah melalui kenalannya di BWS Nusa Tenggara II, ternyata kami mendapat informasi bahwa uang tersebut sudah dicairkan dan diserahkan secara cash kepada Johnly Brampy Anakotta dengan koper koper. Saya juga minta bantu Direktur CV. Sabata Utama untuk mencari tau, dan memang kita dapat info kalau uang tersebut sudah dicairkan kepada saudara Johnly Brampy Anakotta,”kata Wiliam.
Lantaran itu, William kemudian berangkat ke BWS Nusa Tenggara II di Kupang dan bertemu bendahara pengeluaran dan Agus Umbu, SST., MSi., selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut. Dan benar disampaikan bahwa uang telah dicairkan 100 persen dan diserahkan cash kepada Johnly Brampy Anakotta.
Ia sempat menanyakan mengapa uang proyek dicairkan bukan kepada rekanan yang berkontrak dalam SPK tetapi kepada Johnly Brampy Anakotta yang namanya tidak tercantum dalam kontrak SPK.
Sementara, CV. Sabata Utama, CV. Langkah Pasti dan CV. Karunia Anugerah sama sekali tidak memberikan kuasa tertulis apapun kepada Johnly Brampy Anakota dalam urusan proyek tersebut termasuk untuk mencairkan dana proyek.
“PPK dan bendahara menjelaskan bahwa pencairan uang sudah sesuai prosedur bendahara beralasan bahwa pencairan cash ke Johnly Brampy Anakotta karena kemendesakan. Memang dalam aturan, boleh mencairkan uang cash, tetapi itu harus masuk dulu ke rekening bendahara lalu kemudian ditransfer ke rekening rekanan. Kan dalam dokumen kontrak kami juga masukan nomor rekening,” ujar Wiliam.
Sudah Sesuai Aturan
Sementara itu, PPK proyek tersebut, Agus Umbu, SST., MSi., dikonfirmasi media menjelaskan, bahwa semua proses pembayaran sudah sesuai dengan aturan dengan sistem Tambahan Uang Persediaan (TUP). Dimana, mekanisme TUP membolehkan pembayaran secara tunai oleh bendahara kepada rekanan. Dan itu juga sesuai permintaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
“Kalau seandainya kemarin kita pakai SPK, maka pembayaran langsung ditransfer ke nomor rekening perusahaan. Tetapi oleh KPPN pada saat itu, dirubah mekanismenya menjadi TUP. Kalau TUP diserahkan kepada saya dan saya sudah setuju maka pembayaran langsung dilakukan oleh bendahara sesuai nilai kontrak,” jelasnya.
Ditanya alasan mengapa pembayaran tunai diberikan kepada Johnly Brampy Anakotta dan bukan kepada pihak yang menandatangani SPK atau menerima kuasa dari 3 rekanan, Agus mengaku bahwa saat pembayaran dirinya tidak berada di tempat.
Hanya saja, kata Agus, selama ini pihaknya mengetahui jika yang berproses di BWS hanyalah Johny Brampy Anakotta. Bahkan kata Agus, Johnly Brampy Anakotta juga mengaku bahwa semua bendera tersebut ia yang pakai. Ia berpikir bahwa semua persoalan sudah beres.
“Kebetulan selama ini yang berproses itu Pak Bram (Johnly Brampy Anakotta, red). Pak Bram itu memakai semua bendera bendera itu. Dan semua pembayaran sudah dilakukan, termasuk saya sudah cek ke Pak bendahara kemarin dan semua sudah terbayar. Bram menyampaikan kepada kami bahwa dia yang mengakomodir semua perusahaan tersebut. Termasuk dia bawa teman temannya itu pada saat penandatanganan kontrak,”katanya.
Ditanya apakah ada kuasa tertulis dari 3 rekanan kepada Bram dalam pengurusan pencairan uang proyek, Agus menyampaikan bahwa ia akan melihat kembali dokumen.
“Coba saya lihat kembali dokumennya,”ungkapnya. .
Agus menambahkan, bahwa ia sendiri telah menjelaskan persoalan tersebut secara langsung kepada salah satu rekanan. Dan pihaknya juga telah meminta kepada Johnly Brampy Anakotta agar segera menyelesaikan persoalan tersebut dengan para rekanan.
Berdalih Konsorsium
Johnly Brampy Anakotta, dikonfirmasi media mengaku kalau ia sedang berada di Kalimantan. Ia membenarkan bahwa uang tersebut sudah dicairkan 100 persen secara tunai kepadanya sekitar awal Desember 2022. Namun, ia juga sudah mentransfer kepada Wiliam uang hampir Rp. 600 juta dan masih tersisa sekitar 300 juta yang akan ia selesaikan setelah balik dari Kalimantan.
“Tadi beta sudah dapat telepon dari bapa tua, dan beta sampaikan tanggal 28 Januari 2023 ini katong akan bertemu dengan Om Kris di kantor,”katannya.
Ia menjelaskan, 5 paket tersebut adalah hasil paket yang ia dapatkan. Dan 3 rekanan penyedia termasuk dirinya berada dalam satu konsorsium untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Itulah menjadi salah satu alasan mengapa ia belum mentransfer sisa uang tersebut kepada Wiliam.
“Karena itu paketnya paket saya na. Karena katong pikir dalam satu konsorsium. Karena kalau ada paket berikutnya katong sama sama. Dan beta juga tidak ambil satu nilai nominal rupiah di situ atau fee apapun. Malah saya yang bayar semua perusahaan, saya sudah selesaikan,”katanya.
Terkait dengan sistem pembayaran, ia menegaskan bahwa itu bukan maunya dinas. Namun ada aturan pemerintah kalau di bawah 200 juta itu sistem pembayaran secara cash. Dan semua ikut tanda tangan.
“Kalau semua orang orang, teman teman balai yang sudah dihubungi (diwawancarai, red) itu semua orang baik. Kalau memang salah, memang saya yang salah. Tetapi secara hukum saya rasa tidak ada yang yang salah. Kalau secara perjanjian mulut, memang kami juga salah. Tetapi semua proses yang dilakukan, sesuai prosedur hukum,”katanya. (rel )