Rujab Bupati Dan Pimpinan Dewan Kosong Melompong,Kajari Sikka Punya “Nyali” Periksa?
Oleh Marianus Gaharpung Dosen F.H Ubaya, Surabaya
Publik Sikka melihat secara terang benderang bahwa rumah jabatan (rujab) tidak ditempati Bupati dan salah satu pimpinan DPRD Sikka selama lima tahun.
Ada Peraturan Preaiden No. 11 Tahun 2008 tentang Tata cara Pengadaan, Penetapan status, Pengalihan status dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara.
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara eksplisit mengatur tentang biaya operasional, biaya pembelian inventaris rujab, biaya rumah tangga, biaya pemeliharaan rujab, biaya pemeliharaan kendaraan dinas, biaya pemeliharaan kesehatan dipergunakan untuk pengobatan, perawatan, rehabilitasi, uang duka bagi Kepala Daerah beserta anggota keluarga; biaya perjalanan dinas.
Artinya, semua biaya ini harus dipergunakan sesuai peruntukannya dan tidak boleh terjadi penyimpangan pengunian rumah kepala daerah sebab ini rumah negara.
Yang mana rumah negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau kepala daerah.
Oleh karena itu, rujab bupati wajib dihuni sebagaimana fungsinya, yaitu sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas kepala daerah tersebut.
Jika dihuni orang lain atau selama lima tahun tidak pernah dihuni itu berarti merupakan suatu penyimpangan.
Rujab secara faktual hampir lima tahun tidak pernah dihuni justru bupati dan salah satu pimpinan DPRD memilih tinggal di rumah pribadinya. Perilaku “buruk” ini rasanya baru pertama kali terjadi. Pertanyaannya, apakah selama hampir lima tahun biaya operasional rumah tangga, pemeliharaan rujab dan lain- lain dipakai atau tidak? Jika biaya- biaya tersebut tetap dianggarkan dan dipakai dan realitanya tinggal di rumah pribadi, maka dugaan kuat adanya tindakan melawan hukum dan penyalagunaan wewenang Bupati dan salah satu Pimpinan Dewan.
Tidak benar, bupati mengatakan Gubernur NTT selama memimpin juga tinggal di rumah pribadinya, kan tidak melanggar peraturan. Ini logika sesat mengapa harus mengikuti pejabat lain yang melakukan hal yang diduga melawan hukum malah dijadikan alasan pembenar Bupati Sikka melakukan yang sama. Ini logika berpikir lucu aneh dan tidak logik kok mau- maunya ikut contoh yang sejatinya melanggar hukum.
Oleh karena itu, Kajari Sikka Fatony Hatam, SH., M.H. jangan diam masa bodoh harus berani dan punya nyali memanggil Kepala BPKAD serta Kepala Inspektorat Sikka meminta keterangan dan bukti surat penggunaan uang negara oleh Bupati Sikka dan salah satu pimpinan dewan untuk biaya rumah tangga, pemeliharan dan lain lain selama kurang lebih lima tahun.
Jika terbukti semua biaya negara digunakan untuk kepentingan rumah pribadi, maka dugaan kuat Bupati dan pimpinan dewan melakukan tindakan melawan hukum dan penyalagunaan wewenang.
Oleh karena itu, setelah memeriksa Kepala BPKAD dan Inspektoral Sikka, harus punya nyali untuk panggil dan periksa bupati dan salah satu pimpinan dewan. Agar tidak terkesan hukum tajam kebawah karena hanya berani terhadap pegawai rendahan yang jelas- jelas tidak makan uang tetap diproses karena adanya kerugian negara.
Contoh konkrit kasus korupsi dana BTT yang sedang digelar di Pengadilan Tipikor Kupang dengan terdakwa Reyneldis, Emanuel Hitong dari semua keterangan saksi dan bukti surat tidak ada yang menerangkan dan membuktikan kedua terdakwa itu menerima dan “makan uang” hasil korupsi.
Ironinya, mereka tetap dituntut pidana penjara satu tahun lebih. Mengapa bupati dan salah satu pimpinan dewan tidak diperiksa atas fakta hukum rujab kosong melompong selama kurang lebih lima tahun? Ada apa?