Pegiat HAM Datangi Kantor Kejari Sikka, Ada Apa
MAUMERE, GlobalFlores.com – Menjelang hari HAM sedunia yang jatuh pada 10 Desember 2022, sejumlah pegiat HAM di Kabupaten Sikka diantaranya, TRUK, JPIC Ledalero, Puslit Candraditya Maumere, dan Forum Komunikasi Alumni PMKRI (FORKOMA) Kabupaten Sikka, mendatangi Kejari Sikka, Jumat (9/12/2022) mempertanyakan tiga kasus yang ditangani Kajari Sikka.
Tiga kasus tersebut diantaranya, kasus trafficking, kasus pembunuhan berencana, dan kasus Biaya Tidak Terduga (BTT) di Kabupaten Sikka.
Dalam oprasi yang disampaikan dua orator yakni dewan pakar FORKOMA, Siflan Angi dan Pater, Vande Raring SVD meminta untuk menghukum pelaku pembunuhan berencana seberat-beratnya, menangkap, menetapkan dan menahan pelaku koruptor BTT Kabupaten Sikka dan menangkap pelaku TTP terhadap 17 anak dibawah umur.
Siflan Angi dalam orasinya, menegaskan bahwa dalam kasus trafficking kejaksaan menuntut pelaku tidak menggunakan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang ( TPPO), tetapi menggunakan UU ketenagakerjaan dan saat putusan di Pengadilan Negeri menggunakan UU ketengakerjaan.
Siflan mempertanyakan ada apa menggunakan UU ketenagakerjaan ?.
Padahal sebelum tuntutan terhadap pelaku, Siflan sudah mendatangi Kajari Sikka Fahmi S.H ketika itu untuk berkonsultasi dan pada saat Fahmi selaku Kejari menghadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Jubair SH dan Mario SH.
Dihadapan kedua JPU itu Siflan mempertanyakan pasal apa yang harus dijatuhkan kepada Rino salah seorang pelaku traffiking, apakah sesuai dengan berkas P21 dari Kejati NTT.
Kedua JPU pun sontak menjawab kalau menetapkan pelaku sesuai berkas P21 dari Polda dan Kejati NTT.
Ternyata kata Siflan Hakim memutuskan menggunakan UU ketenagakerjaan. Hakim memutuskan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan terhadap pelaku. Alasanya karena dakwaan yang dibuat oleh JPU adalah dakwaan alternatif. Siflan menyayangkan dakwaan yang dilakukan oleh JPU.
“Kami sangat menyayangkan dakwaan yang dilakukan JPU yakni menggunakan dakwaan alternatif. Padahal seharusnya menggunakan UU TPPO. JPU pura-pura kecewa lalu melakukan upaya banding,”kata Siflan.
Dalam orasinya Siflan menegaskan agar jaksa tidak perlu tipu-tipu, tidak perlu drama atau sinetron. Siflan bahkan menduga pasal dalam hukum pidana diperjual belikan. Karena itu kata Siflan para pegiat HAM tidak akan tidur apa lagi mundur dan takut dengan praktik kotor JPU. Pegiat HAM tetap akan berjuang setiap hak seorang anak manusia yang ditindas, dilecehkan dan direndahkan.
Sementara itu Pater Vande dalam orasinya mempertanyakan salah seorang pelaku TPPO yang diketahui bernama Ating, yang hingga saat ini tetap berkeliaran bebas dan belum tersentuh hukum sedikitpun.
Pater Vande juga mendesak Polda NTT untuk menangkap dan menetapkan Ating sebagai tersangaka dalam kasus TPPO di Sikka. Desakan terhadap Polda NTT itu karena penanganan 17 anak dibawah umur itu di lakukan oleh Polda NTT di kabupaten Sikka.
“Kami minta Polda NTT supaya segera menangkap salah satu pelaku TPPO di Sikka saat ini berkeliaran bebas dan belum tersentuh oleh hukum sedikitpun. Kenapa hanya dua pelaku Rino dan Felix yang diproses hukum. Ada apa dengan Ating hingga Polda tidak mampu melakukan memproses hukum? Tegas pater Vande. ( rel )