MENAKAR PERAN IBU DALAM KELUARGA
(Refleksi Hari Kartini)
Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk, M. Pd
Ka SMPK Frateran Ndao
Ibu adalah pusat kehidupan rumah tangga. Kepada mereka dibebankan tugas besar mendidik anak-anaknya, pendidikan akan membentuk budi pekertinya”…R.A. Kartini
“Jangan biarkan kegelapan kembali datang, jangan biarkan kaum wanita kembali diperlakukan semena-mena.” …R.A. Kartini
Setiap tanggal 21 April bangsa kita memperingati sebagai Hari kartini, seorang pahlawan perempuan yang gigih mempejuangkan hak-hak kaumnya untuk menjadi kaum yang mandiri, hingga mendapat kesejajaran hak dengan kaum pria pada era 1900 – an. Hal yang patut diapresiasi dari perjuangan R.A, Kartini adalah mengeliminir adat istiadat di masa lalu, yakni semua kaum wanita hanya diperbolehkan beraktivitas di rumah, sibuk di dapur ataupun melayani laki-laki yang kelak akan menjadi suaminya. Hal – hal seperti ini ditentang oleh Kartini. Oleh karena itu, Kartini dikenal dan dikenang sebagai tokoh pejuang emansipasi wanita sepanjang masa. Tujuan emansipasi wanita yang diperjuangkan oleh R. A. Kartini adalah menuntut persamaan hak – hak kaum wanita terhadap hak – hak kaum pria dan memberi para wanita kesempatan bekerja, belajar, dan berkarya seimbang dengan kemampuannya seperti layaknya para pria. Dan gerakan emansipasi wanita ini, tidak lain adalah melalui pendidikan yang sudah dimulai 120 tahun yang lalu, ketika R.A. Kartini dan saudara – perempuanya mendobrak tradisi patriarkis yang menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua. Dan perjuangan R.A. Kartini, kini telah membuahkan hasilnya, dimana banyak para perempuan yang menduduki posisi penting yang tidak kalah dengan kaum pria. Dan kalau mau jujur, kaum perempuan ataupun kaum ibu-lah yang membuat sebuah negara bisa maju dan berkembang, dan itu dimulai dari keluarga. Tidak bisa dipungkiri bahwa perang ibu di dalam keluarga sangat luar biasa. Mengapa? Sebab, seorang ibu bisa mengerjakan tugas seorang suami atau peran laki – laki, tetapi seorang suami atau laki – laki belum tentu bisa melakukan tugas atau peran seorang ibu atau istri. Oleh karena itu, sebutan single parent, hanya cocok untuk seorang ibu, jika dilihat dari perannya yang luar biasa, tanpa menafikan peran suami atau laki – laki. Tugas atau peran yang lain dari seorang ibu di dalam keluarga adalah seorang ibu jauh lebih memperhatikan kesehatan, pendidikan putra/i nya. Hal ini bisa dimaklumi, sebab seorang ibu telah mengandung putra/i nya selama ± 9 bulan 10 hari dalam perutnya. Sehingga memiliki hubungan emosional atau ikatan batin yang kuat. Oleh karena itu, seorang ibu jauh lebih peka, lebih perhatian terhadap kesehatan dan pendidikan serta budi pekerti atau karakter putra/i nya ketimbang seorang suami atau laki-laki. Maka, hemat saya sebuah bangsa atau negara bisa maju atau berkembang tidak terlepas dari tangan dingin seorang ibu dalam mendidik dan mengajar putra/i nya dikeluarga tentang nilai – nilai kehidupan. Bahwa sebuah bangsa atau negara bisa maju atau berkembanga sangat tergantung dari hasil pendidikan warganya. Dan sekali lagi, itu berawal dari keluarga yang merupakan sekolah mini, tempat seorang anak belajar untuk pertama kalinya. Dan disinilah peran seorang ibu sangat dominan, dari pada seorang bapak. Seorang bapak dalam mendidik dan mengajar anak cenderung melihat “keluar”, membiarkan dan “melepaskan”, sedangkan seorang ibu cenderung melihat “kedalam”, merangkul, mengayomi serta “mengikat”. Demikianlah ciri seorang ibu dalam mendidik dan mengajar anak nya di rumah sebagai guru pertama dan utama di keluarga. Tidak cuma itu, peran seorang ibu atau istri, melainkan juga memperhatikan dan selalu mendukung tugas seorang suami. Bahwa kesuksesan seorang suami tidak terlepas dari atensi dan doa seorang istri. Oleh karena itu, seorang suami ataupun anak yang menyakiti hati seorang istri atau ibu, pasti kelak akan menempati neraka, sebab surga berada dibawah telapak kaki ibu. Maka, menyakiti, “menginjak injak” seorang istri atau ibu, sama dengan menginjak injak surga Nya Allah.
Maka, mari dihari Kartini ini kita kaum adam patut memberikan apresiasi dan penghormatan khusus kepada para ibu yang telah memberikan kontribusi dalam memajukan bangsa Indonesia. Keberhasil para suami dan anak – anak Indonsia yang hebat, yang berprestasi tidak terlepas dari peran ibu dibelakang layar. Merekalah garda terdepan kemajuan sebuah bangsa. Mereka hanya memberi tak harap kembali, kasih sayang yang mereka berikan. Bisa jadi, seorang anak akan melupakan ibunya, tetapi seorang ibu pada umumnya tidak akan melupakan anaknya, apa pun adanya. Oleh karena perannya yang luar biasa itu, maka para ibu adalah pahlawan – pahlawan perempuan dalam keluarga dan Kartini – Kartini masa kini.
Dan melalui peringatan hari Kartini ini, alangkah baik dan bijak, jika kita belajar dari 6 sifat teladan Kartini, yang bisa menginspirasi kita, yakni:
- Cerdas & Berwawasan Luas
Walaupun berhenti sekolah setelah umur 12 tahun Kartini tetap semangat mempelajari hal-hal baru saat di rumah. Dia memiliki semangat untuk berliterasi, baik fiksi maupun non fiksi, sehingga dia cerdas dan berwawasan luas “open minded”.
- Memiliki Tekad yang Bulat & Pantang Menyerah
Saat bersekolah, ia kerap dicemooh dari guru-guru orang Belanda karena ia perempuan dan mempunyai kulit berwarna. Walaupun begitu, ia tetap rajin dan semangat belajar untuk berusaha maju menyamakan diri dengan kepintaran anak-anak Belanda lain. Ia menginspirasi kita agar jangan pernah menyerah “never give up”.
- Patuh & Menghormati Orang Tua
Ketika ia diharuskan berhenti sekolah, ia tetap menghormati sikap dan menerima keputusan orang tuanya. Kartini tidak membangkang, ia rela berkorban dan meredam ego untuk tetap patuh terhadap orang tuanya. Disamping itu, ia juga tetap berusaha untuk menggapai cita-citanya. Menghormati orang lain berarti kita bisa menghargai mereka. Rela berkorban juga berarti kita lebih mementingkan kepentingan bersama dibanding pribadi.
- Berani dan Optimis
Kartini adalah seorang wanita pemberani dalam mendobrak berbagai aturan, norma, adat istiadat yang “menjerat” seorang wanita, serta optimis bahwa apa yang dilakukannya bisa berdampak besar, dan telah dibuktikan dengan hasil saat ini, di mana wanita Indonesia sudah bisa mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki. Adanya emansipasi wanita. - Sederhana dan Rendah Hati
Lahir sebagai keturunan bangsawan, tak menjadikan dirinya sombong atau hidup berfoya-foya. Bahkan ia menolak perilaku para bangsawan lain yang menggunakan status dan derajat mereka untuk menindas kaum di bawahnya. Ia malah senang bergaul dan berteman dengan siapa saja.
Bagi Kartini, hidup dalam kesederhanaan dan kebersahajaan serta rendah hati adalah kunci kesuksesan seseorang, juga menunjukan kebesaran jiwa sesorang.
- Berjiwa Sosial dan Penuh Kasih Sayang
Kartini sangat peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Beliau mengajar pada anak-anak kecil yang tak seburuntung dirinya, untuk tetap mendapatkan pendidikan. Beliau pun selalu memandang bahwa manusia diciptakan untuk saling menyayangi dan mengasihi. Kartini menginspirasi kita untuk meningkatkan rasa empati, welas asih, care dengan sesama, agar orang-orang juga ikut bahagia.
Akhirnya saya ucapkan “SELAMAT HARI KARTINI BAGI SEGENAP IBU”, KALIAN ADALAH IBU TERBAIK DI DUNIA. “Bagi dunia ini, kamu mungkin hanyalah seseorang, tetapi bagi seorang anak, kamu adalah dunianya”…Bill Wilson.