Ragam

Renungan Minggu (27/3/2022)

Renungan oleh: Fr. M.
Yohanes Berchmans Bhk – Ka SMPK Frateran Ndao.

SEMANGAT PAGI, pada hari ini kita memasuki hari Minggu Prapaskah IV. Dan Injil hari ini dikisahkan Perumpamaan Tentang Domba yang hilang dan perumpamaan Tentang Anak yang hilang (Luk. 15: 1 – 3. 11 – 33). Dua perikop perumpamaan ini, menggambarkan kita manusia yang berdosa. Bahwa dosa yang dilakukan oleh kita manusia, menjadikan kita jauh dari jalan Allah, dan digambarkan sebagai domba yang hilang, karena tersesat jalan. Demikian pula dengan anak yang hilang, yang digambarkan melalui cerita anak bungsu yang pergi merantau memboroskan harta miliknya dengan hidup berfoya-foya, sampai akhirnya ia hidup melarat, bahkan ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi. Situasi ini, menjadi titik balik hidupnya, dan ia menjadi sadar lalu bangkit dari keterpurukannya. Jadi, pada titik ini, si bungsu tidak hanya sadar dari keputusan yang salah, yakni meninggalkan rumah dan ayah nya, melainkan ia bangkit dan pulang kembali ke rumah dan ayah nya. Namun, yang menarik adalah sikap ayah nya yang menerima anak bungsunya dengan penuh belas kasihan, serta dengan hati dan tangan terbuka. Dia tidak sedikit pun marah karena anak bungsunya yang telah hidup berfoya-foya menghabiskan harta miliknya. Tetapi justeru ayahnya bersyukur dan bersukacita, karena anak bungsunya telah sadar dan bangkit dari keterpurukannya alias anak bungsunya telah bertobat. Oleh karena itu, dari dua perumpamaan domba dan anak yang hilang, kita belajar: pertama domba dan anak yang hilang adalah gambaran situasi kita manusia yang berdosa. Dan Allah mengutus Yesus Putra Nya ke dunia untuk mencari dan menyelamatkan kita manusia dari kebinasaan akibat dosa. Dan agar kita tidak terus-menerus tersesat, maka kita harus kembali mencari jalan yang benar, yakni Yesus. Sebab, Dia adalah jalan kebenaran dan hidup. kedua anak bungsu yang sadar akan perbuatannya. Namun, dia tidak hanya sadar, tetapi ia bangkit dari keterpurukannya dengan kembali ke rumah dan ayahnya alias BERTOBAT. Banyak kali kita hanya sampai pada batas sadar, dan tidak diikuti dengan TINDAKAN NYATA atau AKSI NYATA. Maka, kita harus belajar dari sikap anak bungsu. ketiga tak jarang pula kita bersikap seperti anak sulung, yang tidak suka kalau orang lain berubah atau bertobat. Padahal, seharusnya kita mendukung ketika sesama kita berubah atau bertobat. Sebab, keselamatan bukan hanya milik kita, tugas kita sesungguhnya adalah menyelamatkan sesama dari keterpurukan hidupnya. keempat ayah adalah gambaran Allah yang Maha rahim, Mahakasih, Mahamurah, Maha Pengampun bagi kita manusia yang berdosa. Dia tidak pernah menghukum kita karena kesalahan kita, melainkan dengan penuh kerinduan menanti kita kembali ke dalam pelukan kasih Nya. Ia akan bersukacita dan bergembira kalau kita BERTOBAT. Ia adalah Bapa yang Maha baik. Selamat Berhari Minggu 🙏🙏

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan