Para Calon Kepala Daerah Boleh Janji Asalkan Realistis dan Tidak Bohong

Oleh Marianus Gaharpung Dosen F.H Ubaya, Surabaya
Orang hidup pasti buat janji. Janji itu lumrah dalam relasi sosial justru yang membuat sakit hati atau kecewa jika janji tidak ditepati alias bohong.
Dalam konteks pesta demokrasi pilkada yang sedang hangat- hangatnya setiap pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah pasti melalui visi misi mengucapkan janji- janji dihadapan warga agar memilih pasangan calon tersebut.
Berbagai modus promosi diri calon kepala dan wakil kepala daerah bersama tim pemenangannya agar meraih kemenangan pada “pertarungan” pilkada nanti. Justru yang ditakuti janji pasangan kepala dan wakil kepala daerah ternyata ngecap alias asal omong.
Ada pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah modusnya luar biasa berfotoria dengan pejabat di pusat, foto dengan pengacara kondang ibu kota, foto dengan Mulyono dan anak anaknya.
Itu jualan murahan yang menunjukkan ketidakmampuan dan ketidakkepercayaan diri dari sang calon kepala daerah. Masyarakat sekarang tidak mudah mempercayainya modus yang demikian itu, karena “jualan” itu menunjukkan calon kepala dan wakil kepala daerah tidak mampu lalu pakai “tangannya” orang lain.
Apakah dengan protet bersama Mulyono dan anak- anaknya ada garansi untuk mendapatkan kemudahan bantuan dana dari pemerintah pusat? Tidak mudah atau segampang yang dijanjikan karena semua bantuan pemerintah pusat ada aturan main dan prodedur dan mekanismenya.
Jadi tidak ada jaminan calon kepala daerah yang mempunyai relasi dengan pejabat di pusat otomatis apa saja yang diminta dikabulkan. Setiap bupati dan wakil bupati yang mempunyai rencana yang realistis dengan kebutuhan riil warga serta bangun komunikasi yang santun dan baik dengan pejabat di pusat yakinlah permohonan bantuan dana pusat dikabulkan. Oleh karena itu, calon kepala daerah yang bertengger diketiaknya Mulyono dan anak- anaknya harus rasa diri atau tahu diri 20 Oktober kekuasaan Mulyono “the end”.
Mulyono kembali menjadi warga kebanyakan yang sudah habis powernya sama sekali. Mulyono di awal- awal kekuasaan 5 tahun pertama penampilan dirinya dan keluarga yang sangat bersahaja membuat warga tanah air “mabuk kepayangan”. Apapun perkataan dan perbuatan Mulyono selalu diamini oleh seantero warga tanah air.
Memasuki periode kedua, perangai asli Mulyono mulai terkuak. Perilaku “membunuh” lawan politik mulai dimainkan.
Banyak yang dijadikan tumbal alias tersangka dan terpidana kasus korupsi.
Sehingga Ketua Umum Partai Golkar terpilih Bahlil mengatakan Raja Jawa ini kalau kita main-main celaka kita. Saya mau kasih tahu saja jangan coba-coba main dengan barang ini. Waduh ngeri-ngeri sedap barang ini,” kata Bahlil saat berpidato memaparkan visi dan misinya pada Musyawarah Nasional XI Partai Golkar di Jakarta Convention Center, Rabu (21/08).
Memang ada yang mengatakan Mulyono ini sipil tapi gaya mematikan lawan politiknya lebih dahsyat dibandingkan Suharto yang berkuasa 32 tahun. Selama berkuasa Mulyono diduga dapat menabrak konstitusi dengan “mempermainkan” MK untuk meloloskan putra pertamanya sebagai wapresnya Prabowo. Publik sakit hati dengan gaya kepemimpinan Mulyono.
Warga tanpa tedeng aling aling meminta Mulyono diadili, Mulyono diteriakin bajingan. Warga sudah sangat sakit hati melihat perbuatan Mulyono dan keluarganya.
Sekarang akun Fufufafa yang diduga milik Gibran yang secara terbuka menyerang Pranowo dan keluarganya. Secara manusiawi Prabowo pasti merasa jengkel dengan perangai Gibran yang harus bersama Prabowo memimpin bangsa ini 5 tahun ke depan.
Apakah Prabowo- Gibran akan “sehati” selama 5 tahun publik sudah bisa menerka akan tidak nyaman alias tidak mesrah dalam pemerintahan baru ini.
20 Oktober secara ketatanegaraan Mulyono tidak lagi sebagai orang nomor satu di Republik.
Mulyono berusaha keras agar cengkraman ” tangannya” masuk dalam partai- partai politik ternyata niatnya terpental hampir semua partai tidak menghiraukannya.
Apalagi dengan akun Fufufafa diduga milik Gibran semakin nyata “pamor” Mulyono dan keluarganya akan habis setelah 20 Oktober. Diperparah lagi adanya dugaan gratifikasi pesawat jet yang dilakukan Kaesang sudah pasti dampaknya sangat luas.
Warga sudah tidak bisa dibohongin. Orang- orang yang selama ini merasa mendapat perlindungan, mendapat fasilitas yang “privilege” karena dekat dengan Mulyono dan anak- anak Mulyono, semuanya pergi dengan tangan hampa cari selamat sendiri- sendiri.
Oleh karena itu, jangan cepat percaya saat sosialisasi atau kampanye ada oknum kepala dan wakil kepala daerah yang selama ini merasa besar atau dibesarkan karena dekat dengan Mulyono dan anak- anaknya berjanji dihadapan warga jika nanti terpilih, mereka akan mudah mendapatkan bantuan pusat untuk daerah. Itu dugaan kuat tidak realistis alias lips services warga sekalian jangan mudah dikibulin. Oknum- oknum calon kepala dan wakil kepala daerah yang selama ini merasa mendapat “angin surga” dari kebesaran Mulyono dan anak- anaknya akan habis dengan sendirinya setelah tanggal 20 oktober Mulyono lengser dari panggung kekuasaan tertinggi di republik ini.
Dan, dugaan kuat akan terlihat pengaruhnya pada tanggal 27 November Pilkada serentak dimana oknum-oknum calon kepala dan wakil kepala daerah yang mengandalkan kebesaran nama Mulyono dan anak- anaknya akan berdampak negatif atas keterpilihannya pada Pilkada nanti.