Kongregasi SSpS Dalam Guratan Sejarah Congregatio Imitationis Jesu (CIJ)
Sr. Xaver, Margaretha Josephina Hoff SSpS
Lahir 5 Juni 1895 di Weissenthurm, Keuskupan Trier Jerman. Gadis yang dipanggil Josephina ini adalah anak dari pemilik dan nahkoda kapal Hoff dan istrinya Theresia. Ia adalah anak ketiga dari 7 bersaudara. Karena orang tuanya hampir selalu berlayar (di kapal kargo milik mereka), Josephina dari umur 7- 14 tahun tinggal bersama pamannya yang adalah seorang guru di Ediger, tepi sungai Mosel.
Di sana Josephina mengenyam pendidikan dasar dan menengahnya.11 30 September 1916 ia masuk biara SSpS di Steyl dan dua tahun kemudian, tepatnya 26 Mei 1918, ia mengikrarkan kaul pertama dalam Kongregasi SSpS. Setelah mengikuti pendidikan dan lulus ujian guru, dia masuk dalam kelompok
Instruksi pertama dari Vatikan tentang pendirian biara suster pribumi baru muncul tahun 1937. Pada 19 Maret
terbitlah “Instructio de Congregationibus Religiosis indigenis condendis” dan di bulan Juni Akte “De Regimine
Congregationis”. Bdk. Sr. Ortrud, Charlotte Stegmaier. Terjemahan bebasnya: “Saya mengeluarkan Surat ini dan menetapkan pendirian Kongregasi Religius Pribumi untuk wanita dan menyetujui konstitusi untuk masa pencobaan dan memberi nama Ketoeroetan Jesoes.”
6 suster pertama (24 September 1920) yang diutus ke Indonesia setelah perang Dunia I. Dengan cinta dan antusiasme, dia betah di daerah misinya. Ia bertekun dalam bahasa, belajar mentalitas dan budaya masyarakat Flores.
Di Lela, 8 Desember 1923, dia mengikrarkan kaul kekal sebagai Suster SSpS. Selanjutnya ia mengemban tugas sebagai guru di Lela sampai tahun 1935.
Mgr. Heinrich Leven SVD mengetahui kemampuan luar biasa dari suster muda ini dan meminta pimpinan SSpS untuk membebastugaskannya sebagai guru dan mengangkatnya menjadi Magister novis untuk Kongregasi pribumi yang akan didirikannya.
Kepercayaan yang diberikan kepadanya baik oleh Uskup maupun oleh pimpinan SSpS menjadi sumber kekuatan baginya selama 26 tahun menjadi “Inang-pengasuh” yang memandu, menuntun dan membesarkan para Suster pribumi.
Sr. Xaver Hoff SSpS, sepenuh jiwa dan raganya memberi dirinya bagi pertumbuhan CIJ. Kemiskinan yang mencemaskan, kesehatan para suster yang terus mengkhwatirkan, juga banyaknya pengunduran diri para calon, yang dipertambah kesulitan internal yang besar, sangat menekan Suster Xaver dan kongregasi muda ini.
Bahkan Uskup Leven, melihat kenyataan yang ada, sempat menawarkan untuk menutup kongregasi yang ia dirikan ini sebelum ada yang berkaul. Tantangan ini dijawab oleh Suster Xaver dengan menunjukkan jati dirinya sebagai gembala yang setia, yang memberi diri seutuhnya bagi kawanannya. Ia meminta komunitasnya untuk menambah jam adorasi di hadapan Sakramen Mahakudus, sampai tujuan mereka – mengikuti Yesus – terwujud.
Tuhan akhirnya menjawab sendiri doa dan penyerahan diri dari Suster Xaver dan komunitasnya. Dalam Kapitel Umum SSpS tahun 1948, Sr. Gerardia v. Hoek, Regional SSpS wilayah Flores memberi laporan tentang perkembangan CIJ, terkhusus Sr. Xaver:
“Dalam sepuluh tahun terakhir ini kami melihat bahwa gadis-gadis Flores juga memiliki cita-cita yang tinggi. Atas permintaan Yang Mulia Uskup Leven SVD saudari terbaik kita Sr. Xaver SSpS tahun 1935 mengambil alih pengelolaan kongregasi pribumi di Jopu. Suster Xaver melakukan yang terbaik untuk memampukan mereka yang dipercayakan kepadanya menjadi pengikut Yesus yang baik.
Kongregasi ini sekarang memiliki 6 suster dalam kaul kekal, 17 berkaul sementara, 6 novis dan 13 postulan. Mereka memiliki komunitas di Ndona dengan 6 Suster, dan Sr. Pulcheria SSpS menjadi pemimpin mereka, menjadi ibu yang setia bagi mereka. Di Wolowaro ada komunitas baru, di mana Suster Xaver sendiri yang menjadi pemimpinnya. Kami berharap kongregasi ini segera menjadi mandiri sepenuhnya.
Keberhasilan Suster Xaver dalam menyemaikan dan menempah benih panggilan untuk para suster pribumi, diakui oleh Komandan Jepang Tasuko Sato. Komandan dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang ini sangat terkesan dengan cara hidup dan beragama orang Kristen di Flores. Dia sendiri juga akhirnya membiarkan dirinya dibaptis.
Dalam bukunya ia menulis perjumpaannya dengan para suster CIJ: “Di sini saya melihat suster-suster orang Flores untuk pertama kalinya dan senang melihat keseriusan dan martabat mereka. Dari wajah mereka terpancar kesederhanaan dan keindahan yang sungguh ilahi, yang dijiwai oleh kebajikan dan karakter tangguh.
Di mata dan wajah mereka yang sederhana, tidak ada riasan kecantikan yang mempesona, tetapi terpancar dari sana sesuatu yang jauh lebih indah, yang membuat orang iri dengan iman dan cara hidup mereka.
Pimpinan Regional SSpS Flores, Sr. Gunthild, A. Gompelmann SSpS selanjutnya dalam Kapitel General SSpS tahun 1960 memberi laporan tentang CIJ: “Kongregasi Pengikut Yesus di Jopu, yang telah berdiri selama lebih dari 25 tahun, telah cukup berkembang, dan kami mengharapkan agar secepatnya mandiri. Sr. Xaver SSpS masih sebagai Magistra novis dan Sr. Raineldis, Johanna Michielse SSpS, adalah pimpinan mereka.
Para suster CIJ sudah melakukan pekerjaan yang bermanfaat di sekolah, poliklinik dan rumah sakit.”14 Tahun 1961 CIJ memikul tanggungjawab dipundaknya. Kepemimpinan Kongregasi dipercayakan ke Sr. Theresia, Antonia Kuki CIJ (1965 – 1969). Suster Xaver sampai 1962 menjabat Magistra lalu ia kembali ke komunitas SSpS.
Tentu perpisahan ini tak mudah bagi beliau, tapi dia telah memberi diri seutuhnya sampai kongregasi pribumi ini menjadi lebih mandiri. Meninggalkan Jopu adalah pengorbanan yang nyata, tapi dia tahu bahwa itu adalah pemenuhan misi yang dipercayakan kepadanya.
April 1977 Suster Xaver kembali ke rumah induk Steyl. Raganya yang jauh dari Jopu tak membatasi jiwanya yang selalu merindukan dan hadir di Jopu. Dari Steyl ia terus mendukung CIJ dengan menerjemahkan buku-buku ke dalam bahasa Indonesia, terus membangun kontak dengan para donatur di Eropa, terutama ia terus berdoa, bermati raga dan berkorban untuk cintanya kepada CIJ dan karya misi di Flores.
10 April 1983, di rumah induk Steyl Belanda, Sr. Xaver, Margaretha Josephina Hoff SSpS, dengan penuh kedamaian menutup mata untuk selamanya. Seorang misionaris yang berpusat pada Kristus, yang matang dalam sekolah jalan salibNya, yang selalu siap dituntun oleh Roh-Nya, pergi menghadap Sang Guru Agung.
Suster Xaver selalu berkata: “Semakin saya mengenal diri saya, semakin saya memohon bimbinganNya. Cinta yang agung kepadaNya selalu saya kejar, dan Tuhan selalu menyadarkan saya bahwa itu butuh waktu yang lama. (Bersambung)
Ditulis oleh Sr. Ivonny Kebingin CIJ dan Pater, Agateus Ngala SVD