Generasi Muda “Waras” Tidak Pilih Pemimpin Karbitan
Marianus Gaharpung, Dosen F.H Ubaya Surabaya
Proses politik menuju Pilpres 2024 dalam sejarah ketatanegaran Republik Indonesia rasanya kali ini paling buruk. Mengapa demikian, hal ini dapat dilihat dari potret politik yang sedang terjadi di depan mata.
Amburadul proses politik pilpres ini berawal dari lembaga negara sekelas Mahkamah Konstitusi (MK) dengan kewenangan mengkawal Konstitusi UUD 1945 dengan mudah diamputasi kewenangannya untuk kepentingan regim yang sedang berkuasa.
Presiden Joko Widodo berulang kali memberikan pernyataan bahwa dirinya tidak ikut campur dan tidak akan memberikan komentar atas hasil putusan MK tetapi publik sudah tidak sepenuhnya percaya karena Ketua Majelis dari Perkara No. 90 tentang hak uji materiil usia minimal capres cawapres 40 tahun berdasarkan Pasal 169 huruf q UU Pemilu adalah Anwar Usman “ipar kandung” Joko Widodo. Isi vonis Perkara No. 90 tersebut sangat jelas usia minimal 40 tahun atau sedang dan telah menjabat kepala daerah yang dipilih melalui Pemilu atau pemilihan kepala daerah.
Atas putusan ini, publik dengan mudah membidik bahwa yang menikmati “berkah” atas putusan aneh ini ponakan dari Anwar Usman adalah Gibran Rakabumi Raka.
Karena dua hari pasca putusan MK yang kontrovesial tersebut Gibran langsung merapat ke koalisi Indonesia Maju sebagai Cawapresnya Prabowo Subianto.
Publik dibuat terheran- heran tidak bisa masuk nalar sehat karena proses politik pilpres kali ini kayak dagelan murahan saja. Partai Golkar Partai Amanat Nasional dan lain lain dibuat hilang kewibawaan hanya untuk memuluskan jalan putra sulung kebanggaan Joko Widodo.
Ketua- ketua partai dibuat tidak berkutik di depan seorang Joko Widodo. AD/ ART partai yang menjadi peraturan dasar sebuah organisasi politik semuanya menjadi “banci” dihadapan Joko Widodo.
Publik melihat dengan mata telanjang bahwa yang menikmati keuntungan kondisi carut marut politik pilpres saat ini adalah Joko Widodo dan keluarga serta kroninya.
Wajar PDIP dan publik merasa kecewa terbukti dari pemberitaan media massa dan online dengan bervariasi ungkapan.
Joko Widodo sedang membangun dinasti politik, Joko Widodo dan kekuarga tidak tahu berterima kasih tidak tahu balas budi kepada PDIP.
Gibran dan Kaesang “anak ingusan” anak baru gede kok bisa- bisa begitu mudah Gibran mendapat tempat di hati para elit partai menjadi cawapres dan Kaesang tanpa melalui proses panjang kaderisasi partai langsung jadi Ketua Umum PSI.
Publik memberikan predikat kepada kedua putra kebanggaan Joko Widodo, adalah generasi Karbitan.
Apakah generasi muda karbitan seperti ini layak di mata generasi muda? Bagi generasi yang berpikir waras sudah barang tentu akan malu, kecewa serta tersinggung ketika melihat ada orang- orang yang mengatasnamakan kaum generasi muda tanpa perjuangan dan pengorbanan dengan begitu gampangnya mendapat tiket untuk cawapres dan ketua Partai PSI dengan cara- cara yang menabrak norma dan “adat istiadat partai”.
Atas semua peristiwa politik pilpres yang penuh rekayasa ini, enam puluh perses generasi muda yang mempunyai hak pilih pada pilpres 2024 sudah dapat dipastikan tidak akan memilih calon pemimpin Indonesia yang lahir dari proses politik karbitan.
Pemimpin karbitan bukan tipe pemimpin ideal menuju Indonesia Unggul, Indonesia Emas 2045 tetapi pemimpin masa gitu.