Hukrim

Peristiwa Pantulan Peluru Oleh Oknum Polisi di Kabupaten Sikka   Bukan Hal Yang Lumrah

SURABAYA,GlobalFlores.com- Peristiwa pantulan peluru terjadi di Polsek  Kewapante,Kabupaten Sikka  bukan hal yang lumrah dalam perilaku polisi ketika menggunakan pistol tetapi ada dugaan kelalaian oknum polisi mengakibatkan jatuh korban.

Hal ini dikatakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya dan juga seorang pengecara,  Marianus Gaharpung,S.H  mencermati peristiwa hukum pantulan peluru yang dilakukan oleh seorang polisi dalam jabatan Kanit Reskrim Polsek Kewapante,Polres Sikka,Kabupaten Sikka yang korbannya seorang warga Desa Geliting, Yoseph Sufandi,Minggu (15/10/2023).

Dalam peristiwa itu korban karena terkena tembakan pantulan yang meletus dari pistol Kanit Reskrim Polsek Kewapante yang saat itu berupaya membubarkan aktifitas perjudian.

Pada bagian lain Kapolres Sikka AKBP Hardi Dinata menegaskan bahwa peristiwa tersebut bukan penembakan.

Fakta yang terjadi, kata dia, yakni korban terkena pantulan peluru dari tembakan peringatan. “Itu pantulan peluru, istilahnya rekoset,”katanya kepada wartawan, Jumat (13/10/2023).

Marianus mengatakan polisi didalam melakukan tindakan kepolisian wajib tunduk pada dua norma yakni sebagai warga negara jika melakukan suatu kesalahan (kejahatan) dan  atau kelalaian, sembrono, kurang hati hati mengakibatkan adanya korban luka cacat atau mati, maka dijerat dengan Pasal 259 dan 360 KUH Pidana.

Di samping itu, tunduk kepada peraturan Kapolri dan Kode Etik Kepolisian Republik Indonesia. Pasal 360 KUHP, yaitu karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka berat.

Pasal 360 KUHP berbunyi sebagai berikut : (1) Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun.

Kelalaian dalam terminologi hukum pidana merupakan salah satu jenis kesalahan yang terjadi dikarenakan kurang berhati-hatinya seseorang dalam bertindak yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Marianus mengatakan kelalalain atau culpa merupakan sebuah delik yang dapat terjadi dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh subjek hukum.

Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Indonesia, kode etik profesi Polri adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri,ujar Marianus.

Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d yaitu sanksi administratif berupa rekomendasi untuk: a. dipindahkan tugas ke jabatan yang berbeda; b. dipindahkan tugas ke wilayah yang berbeda; c. Pemberhentian Dengan Hormat; d. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat.

Anggota Polri yang terbukti melakukan pelanggaran akan dikenakan sejumlah sanksi, hal ini diperjelas berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI.

Kemudian, hal tersebut juga diatur dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2003 tentang Peraturan disiplin Anggota Kepolisian Negara Indonesia yang menjelaskan bahwa, setiap anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin dapat dijatuhkan sanksi disiplin berupa tindakan dan atau hukuman disiplin,ungkap Marianus.

Alasan pembenaran  adalah alasan yang meniadakan sifat melawan hukum suatu perbuatan. 

Jenis-jenis alasan pembenar adalah,

a. daya paksa (Pasal 48 KUHP);

b. pembelaan terpaksa (Pasal 49 Ayat (1) KUHP);

c. sebab menjalankan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP); dan

d. sebab menjalankan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 Ayat (1) KUHP.

“Pertanyaannya, apakah tindakan penembakan pembubaran perjudian  akibat pantulan peluru melukai korban termasuk alasan pembenar dalam tindak pidana karena menjalankan perintah undang undang Pasal 50 KUH Pidana ?,”kata Marianus.

Jika alasan ketika polisi mengejar atau berhadapan dengan pelaku kejahatan yang berusaha melawan setelah diberikan peringatan tiga kali jika pelaku tetap melawan, maka boleh dilakukan penembakan pada tempat  yang tidak vital misalnya kaki atau tangan.

Konsep kelalaian dimana seseorang tidak mempertimbangkan  kondisi riil di lapangan. Jika kondisi ada keramaian, maka seseorang harus hati hati. 

Polisi dalam jabatan sebagai Kanit Reskrim sudah pasti sikap kehati hatian dan kepekaannya sangat tinggi ketika melakukan sesuatu. Alam terbuka kok bisa tembak ke pohon apakah di atas pohon ada pelaku perjudian? Apakah pelaku tidak tahu kondisi ada keramaian saat memberikan tembakan peringatan dan diarahkan ke pohon yang akibat pantulan peluru mendatangkan korban harus dilarikan ke rumah sakit,ungkap Marianus.

Kalau semua tindakan kepolisian diselesaikan dengan alasan pemaaf dan permintaan maaf menjadi  contoh buruk serta tidak simpatik kepada warga.

Polisi diberikan pistol atau senjata  pemakaiannya ada protap. Oknum polisi tersebut harusnya sudah ada sikap penduga- duga bahwa suasana  keramaian, maka harus mengedepankan aspek hati hati dalam menembak. Harusnya  tembak ke alam bebas bukan diarahkan ke pohon. Sikap  mempertimbangan tidak ada sama sekali akibatnya pantulan peluru melukai korban.

Oleh karena itu, peristiwa pantulan peluru terjadi di Kewapante  bukan hal yang lumrah dalam perilaku polisi dalam menggunakan pistol tetapi ada dugaan kelalaian oknum polisi mengakibatkan jatuh korban.

Institusi polisi harus memberikan sanksi hukum dan etik kepada oknum polisi tersebut sebagai perwujudan Polri yang presisi adalah prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan,ujar Marianus.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan