Opini

KARTINI 4.0: SAAT TEKNOLOGI BISA JADI PEMBEBAS ATAU PENJARA PEREMPUAN

(Sebuah Refeksi di Hari Kartini)

Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk

Pengantar

Dengan segala perubahan yang dibawa oleh era digital, peran perempuan dalam 

masyarakat kini memasuki babak baru. Teknologi telah membuka pintu peluang yang luar 

biasa, memungkinkan perempuan mengakses pendidikan, pekerjaan, dan bahkan suara yang 

lebih lantang di dunia digital. Namun, di balik setiap kemajuan, tersimpan tantangan yang tidak 

boleh diabaikan.

Tema “Kartini 4.0” mengajak kita untuk merenungkan bagaimana teknologi 

memengaruhi kehidupan perempuan. Apakah teknologi menjadi alat pembebas yang 

melampaui batas-batas tradisional, atau justru menciptakan penjara baru yang mengungkung 

perempuan dalam kerentanan digital? Melalui tulisan ini, kita akan mengeksplorasi sisi terang 

dan gelap teknologi dalam kehidupan perempuan, menghidupkan semangat perjuangan Kartini 

dalam konteks modern.

Semoga tulisan ini menjadi wadah refleksi, inspirasi, dan diskusi yang membawa 

perubahan positif bagi pemberdayaan perempuan di era digital.

Tak bisa dipungkiri, bahwa teknologi telah membuka peluang besar bagi perempuan 

untuk berkembang, berkarya, dan berkontribusi dalam berbagai bidang. Namun, di balik 

kemajuan ini, ada tantangan yang tidak bisa diabaikan. Apakah teknologi benar-benar menjadi 

alat pembebasan bagi perempuan, atau justru menciptakan penjara baru dalam kehidupan 

mereka? Di satu sisi, era digital memungkinkan perempuan untuk mengakses pendidikan, 

membangun karier, dan menyuarakan pendapat mereka lebih luas. Banyak perempuan kini 

dapat bekerja dari rumah, mengembangkan bisnis online, dan berpartisipasi dalam diskusi 

global tanpa batas geografis. Teknologi juga menjadi alat pemberdayaan, membantu 

perempuan mengatasi hambatan sosial dan ekonomi yang selama ini membatasi mereka. 

Namun, di sisi lain, teknologi juga membawa ancaman. Eksploitasi digital, pelecehan daring, 

dan tekanan sosial di media sosial, sering kali menjadi beban bagi perempuan. Standar 

kecantikan yang tidak realistis, tuntutan untuk selalu “sempurna” di dunia maya, serta risiko 

keamanan digital membuat banyak perempuan merasa terjebak dalam dunia yang seolah-olah 

memberi kebebasan, tetapi sebenarnya penuh tekanan. Mewujudkan mimpi Kartini di era 

digital berarti memastikan bahwa teknologi benar-benar menjadi alat pembebasan, bukan 

penjara. 

Literasi digital harus ditingkatkan, agar perempuan dapat menggunakan teknologi 

dengan bijak dan melindungi diri dari ancaman dunia maya. Kesadaran akan keamanan digital 

juga perlu diperkuat, sehingga perempuan dapat berpartisipasi secara aktif tanpa takut akan 

eksploitasi atau diskriminasi. Kartini 4.0 bukan hanya tentang perempuan yang melek 

teknologi, tetapi juga tentang perempuan yang mampu mengendalikan teknologi untuk 

membangun masa depan yang lebih baik. Teknologi harus menjadi alat untuk memperkuat 

suara perempuan, bukan membungkamnya

Pertanyaannya adalah apa yang harus dilakukan supaya teknologi sebagai pembebas bagi 

perempuan, dan bukan sebagai penjara? Agar teknologi benar-benar menjadi pembebas bagi 

perempuan dan tidak berubah menjadi penjara, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, 

baik di tingkat individu, masyarakat, maupun kebijakan publik, adalah:

Meningkatkan Literasi Digital

Teknologi hanya menjadi alat yang efektif jika pengguna memiliki pemahaman yang 

cukup untuk menggunakannya dengan bijak. Literasi digital harus menjadi prioritas 

dalam pendidikan, memastikan perempuan tidak hanya dapat mengakses teknologi 

tetapi juga memahami cara kerja, risiko, dan manfaatnya. Ini termasuk pemahaman 

tentang keamanan daring, privasi digital, dan pengelolaan informasi yang beredar di 

media sosial. 

2. Mendorong Kesetaraan Akses Teknologi

Masih banyak perempuan yang menghadapi hambatan akses terhadap teknologi karena 

faktor ekonomi, sosial, atau budaya. Pemerintah dan sektor swasta perlu berperan aktif 

dalam menyediakan sarana dan pelatihan teknologi bagi semua kalangan, termasuk di 

daerah terpencil. Tanpa akses yang setara, teknologi justru memperkuat kesenjangan, 

bukan mengatasinya.

3. Mengedepankan Keamanan Digital

Teknologi juga membawa ancaman baru, seperti pelecehan daring, eksploitasi data, dan 

tekanan sosial dari media digital. Perempuan harus dibekali dengan pengetahuan untuk 

melindungi diri mereka dari ancaman ini, termasuk kesadaran akan keamanan cyber, 

perlindungan data pribadi, serta strategi menghadapi cyberbullying. Platform digital 

juga harus bertanggung jawab dalam menciptakan ruang daring yang aman dan bebas 

dari kekerasan berbasis gender. 

4. Memberdayakan Perempuan dalam Ekonomi Digital.

Perempuan harus didorong untuk memanfaatkan teknologi sebagai alat pemberdayaan 

ekonomi, bukan sekadar konsumsi. Program pelatihan wirausaha digital, dukungan 

bagi usaha kecil perempuan, dan akses ke platform e-commerce dapat membantu 

mereka membangun bisnis yang mandiri dan berkelanjutan.

5. Menghapus Stereotip dan Bias di Dunia Digital

Media sosial dan teknologi sering kali memperkuat standar kecantikan yang tidak 

realistis atau membatasi representasi perempuan dalam bidang STEM (Science, 

Technology, Engineering, and Mathematics). Pendidikan dan kampanye kesadaran 

harus dilakukan untuk memastikan perempuan memiliki kebebasan berekspresi tanpa 

tekanan sosial yang membatasi. 

6. Menggunakan Teknologi untuk Advokasi dan Perubahan Sosial Perempuan dapat 

memanfaatkan teknologi untuk menyuarakan isu-isu penting, seperti hak-hak 

perempuan, kesetaraan, dan pemberdayaan sosial. Banyak gerakan advokasi yang 

berkembang melalui media digital, dan hal ini harus terus didorong agar teknologi 

menjadi sarana perubahan, bukan alat kontrol atau penindasan. Teknologi bisa menjadi 

pembebas jika digunakan dengan bijak, tetapi bisa menjadi penjara jika tidak dikelola 

dengan baik. Tantangan ini tidak hanya ada di tangan perempuan, tetapi juga dalam 

kebijakan pemerintah, industri teknologi, dan kesadaran masyarakat secara luas. Kartini 

4.0 bukan hanya tentang perempuan yang melek teknologi, tetapi juga perempuan yang 

mampu menggunakannya untuk membangun masa depan yang lebih adil dan setara.

Penutup

a. Kesimpulan:

Era digital memberikan peluang besar bagi perempuan untuk berkembang dan 

berdaya melalui teknologi. Teknologi telah menjadi sarana pembebasan yang 

memungkinkan akses pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi sosial secara lebih 

luas. Namun, tantangan seperti kerentanan terhadap pelecehan daring, eksploitasi 

digital, serta stereotip gender dalam konten online mengingatkan kita bahwa 

teknologi juga dapat menjadi penjara yang membatasi perempuan.

b. Saran:

Untuk menjadikan teknologi sebagai alat emansipasi yang nyata, perlu langkah 

kolaboratif dari berbagai pihak. Pendidikan literasi digital harus diperluas agar 

perempuan mampu memanfaatkan teknologi dengan bijak dan aman. Pemerintah 

dan penyedia platform digital perlu meningkatkan pengamanan dan pengawasan 

terhadap ancaman dalam ruang digital. Selain itu, masyarakat juga memiliki peran 

untuk mendukung lingkungan daring yang bebas dari diskriminasi dan kekerasan. 

Dengan semangat Kartini, mari kita jadikan teknologi sebagai cahaya yang 

menerangi jalan perempuan menuju kesetaraan dan kebebasan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan