Hukrim

Polsek Alok Dinilai  Tebang Pilih  Proses Hukum  Pemukulan  Pekerja Hiburan Malam di Maumere

SURABAYA,GlobalFlores.com- Institusi Polri sejatinya menjadi garda terdepan dalam penindakan terhadap tindak pidana umum serta ketertiban masyarakat. Itu artinya setiap peristiwa pidana yang terjadi merugikan orang atau badan wajib hukumnya diselesaikan secara transparan jujur dan tanpa tebang pilih.

Hal ini dikatakan Pengamat Hukum dan juga Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Surabaya (Ubaya) Marianus Gaharpung,S.H,Minggu (20/8/2023).

Marianus mengatakan  polisi yang presisi jangan hanya jadi simbol untuk gagah- gagahan saja tetapi harus meresap dalam perilaku para polisinya dalam mengemban tugas kepolisihan.

Polisi PREdiktif, respon Stabilitas, dan transparanSI berkeadilan. Maknanya adalah kerja polisi harus obyektif berdasarkan data bukan berdasarkan siapa yang lapor siapa yang jadi korban dari peristiwa pidana.

Warga Sikka sangat merasakan polisi yang presisi masih jauh dari harapan karena warga masih merasakan jika org kecil yang jadi korban melapor atau mengadu adanya dugaan perbuatan pidana, maka laporannya seakan -akan dipimpong tidak jelas arahnya penyelesaiannya.

Apalagi pelakunya orang berduit atau berkuasa. Sebaliknya korban orang berduit atau berkuasa sedangkan pelakunya orang kecil sudah pasti pelakunya diplokoto oleh polisi diproses ditahan.

Itu realita yang sedang dipertontonkan Polsek Sikka. Sehingga tingkat kepercaan publik Sikka terhadap polri di Sikka sangat rendah.

Peristiwa pemukulan pekerja wanita di tempat hiburan malam  di Maumere sudah sebulan lebih laporannya dari wanita melalui kuasa hukumnya  tidak diproses padahal ketika kejadian langsung divisum di  RS T.c Hillers karena mengalami luka bibir yang serius.

Polsek Alok yang menerima laporan tersebut sudah pasti memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan yang selanjutnya disingkat SP2HP adalah surat yang diberikan kepada pelapor atau pengadu tentang perkembangan hasil penyidikan yang ditandatangani oleh atasan penyidik.

SP2 HP adalah sebagai sarana hukum untuk memantau perkembangan perkara dan oleh penyidik wajib memberitahu perkembangan penanganan perkara tersebut.

“Jika selama ini Polsek Alok diam atau tidak ada perkembangan penanganannya artinya ada dugaan sesuatu yang tidak beres. Apakah karena pelakunya orang berduit? Apakah keadilan dan kepastian hukum milik “the have” sehingga bisa memplokoto moralitas oknum penyidik,”tanya Marianus.

Marianus  mengatakan semestinya polisi harus berdiri di atas semua kepentingan dengan obyektif dan transparan. Alat ukut kerja polisi adalah KUHP KUHAP dan UU Polri bukan dugaan adalah uang dan kekuasaan.

Oleh karena itu, segera proses laporan korban penganiayaan sesuai Pasal 351 KUHP:

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Faktanya bibir korban harus dijahit artinya luka serius sehingga alasan obyektif pelakunya harus ditahan bukannya bebas berkeliaran Pasal 351 ayat 2 KUHP seperti sekarang ini.

Tolong transparan alasan apa sehingga pelaku tidak ditahan? Karena bukti sudah cukup ada visum juga CCTv yang merekam semua peristiwa tindak pidana yang terjadi. Apa lagi yang menjadi kendala sehingga berlama- lama sampai sekarang,ujar Marianus.

Apa  sudah menjadi “habit” di kalangan oknum penyidik bahwa jika korbanya orang berduit sudah pasti pelakunya ditahan dan sebaliknya korbannya orang kecil tidak berduit, maka siap -siap korban akan mendapatkan perlakuan yang sangat tidak obyektif.  Itulah realita tebang pilih dalam proses tindak pidana.  Keadilan dan kepastian hukum hanya milik orang yang berduit,ungkap Marianus.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan