Penyalahgunaan Wewenang dan Melawan Hukum Dugaan Korupsi Dana Sertifikasi Guru Dinas PKO Sikka
Oleh Marianus Gaharpung, Dosen F.H Ubaya, Surabaya
Luar biasa dan membabi buta oknum pejabat merampok uang negara. Perilaku koruptif sudah lumrah dipertontonkan pejabat yang katanya telah disumpah atas nama Allah bekerja untuk melayani masyakarat.
Prof Dr. Mahfud MD Menkopolhukam mengatakan nilai korupsi uang negara 4 (empat) kali lipat APBN. Busyettt!
Marwah pejabat adalah pelayan masyarakat hanya slogan belaka tidak ada dampak positif dan riil dirasakan masyarakat karena perilaku koruptif sudah merupakan bagian dari pekerjaan. Korupsi bagaikan virus memasuki birokrasi mulai pusat sampai daerah.
Lembaga penegak hukum secara konstitusional menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum dilakoni oknum- oknum penegak hukum dengan perilaku “kucing garong”. Tuntutan penuntut umum terkadang tidak sesuai dengan peristiwa hukum, disparitas vonis majelis hakim sangat berbeda dengan requisitoir penuntut umum dalam perkara korupsi.
Lembaga Pemasyarakatan (penjara) yang sejatinya menjadi tempat hukuman dan pembinaan para terpidana berubah jadi “tempat” penginapan bahkan menjadi tempat konspirasi kejahatan.
Perilaku korupsi pejabat kabupaten dan kota di NTT juga luar biasa terbukti antri sidang di Pengadilan Tipikor Kupang.
Sikka termasuk cukup banyak dugaan korupsi, korupsi dana BTT sedang digelar di Pengadilan Tipikor Kupang, dugaan korupsi 1.8 miliar di Perumda Wair Puan yang belum diapa- apain kejaksaan, dugaan penyalagunaan dana desa.
Tidak tertutup kemungkinan akan ada lagi realialisasi proyek dana PEN baru 60 persen artinya gagal alias mangkrak.
Sikka kembali dihebohkan adanya dugaan perilaku “kucing garong” terhadap dana sertifikasi guru ASN dan swasta di Dinas PKO.
Oknum yang diduga berperan dalam dugaan korupsi inisial HS mantan kepala dinas PKO, Operator dan bendahara PKO. Kasus dugaan korupsi sangat heboh dan “seksi” ini karena Kejaksaan Negeri dan Polres Sikka kepung melakukan penyelidikan(klarifikasi) atas dugaan sunat dana sertifikasi guru.
Warga Sikka akan melihat obyektivitas penetapan tersangka.
Berapa jumlah tersangka tergantung alat bukti dan barang bukti. Alat bukti saksi, surat (bukti potong dana) bukti rekaman (cctv, HP) dan barang bukti uang para guru yang masih misterius berada dan dipakai oknum siapa.
Kita berharap Kejaksaan dan Polres Sikka sungguh profesional membongkar dengan penetapan para tersangkanya. Jika tidak sama jumlah tersangka, maka patut diduga ada yang sudah masuk “angin”. Alasannya, sama -sama menggunakan KUHP, KUHAP, UU Tipikor, UU Pemerintah Daerah serta peraturan terkait lainnya berupa SK kepala dinas, operator serta bendahara.
Penyalahgunaan Wewenang dan Melawan Hukum Tindak Pidana Korupsi
Korupsi selalu diidentikan dengan pejabat dan uang negara. Jika seorang pejabat dijerat dengan tindak pidana korupsi, maka sudah pasti pejabat terbukti melakukan penyalagunaan wewenang dan melawan hukum.
ASN ketika dilantik atau mendapat SK dari badan atau atasannya, maka secara de jure memiliki legalitas untuk bertanggungjawab dari aspek administrasi maupun tanggungjawab pribadi jika terjadi tindak pidana (korupsi).
Sehingga ketika pejabat dilidik dan disidik yang ditanya penyidik adalah SK dari Pejabat tersebut. Itu artinya kewenangan pejabat atau ASN yang dinilai aspek pelaksanaan kewenangan tersebut melenceng dari kewenangan yang diberikan kepadanya yang menguntungkan dirinya, orang lain, korporasi sehingga mengakibatkan kerugian negara hal ini diatur dalam Pasal 3 UU Tipikor.
Dalam kasus ini, HS yang memiliki kewenangan dalam kaitan dengan pencairan dana di Dinas PKO.
Sedangkan Operator dan bendahara dalam melaksanakan tugas atas perintah HS konsekuensi dari kewenangan mandat atasan kepada bawahan.
Sedangkan sifat melawan hukum tindakan pejabat/ASN bertentangan dengan hukum diatur dalam Pasal 2 UU Tipikor. Operator mengatakan applikasi error adalah atas perintah HS dan dana sertifikasi guru dibawa ke rumah HS tidak sertamerta menghilangkan tanggungjawab Operator karena adanya sifat melawan hukum.
Perintah HS tersebut diduga adanya penyalagunaan wewenang dan melawan hukum sehingga mengakibatkan kerugian negara. Bendahara mengatakan pencairan cek atas perintah HS dan tidak makan uang sertifikasi guru tidak sertamerta pula menghilangkan tanggungjawab hukum. Alasannya, pencairan dana oleh bendahara harus berdasarkan peraturan terkait besaran uang yang wajib diterima para guru.
Misalnya, setiap guru berhak menerima satu juta rupiah ternyata guru hanya terima lima ratus ribu rupiah, maka walaupun pencairan atas perintah HS atau data dari Operator, sejatinya bendahara tidak boleh bertindak.
Korupsi adalah delik materiil yang sifatnya negatif artinya HS, Operator serta bendahara mengatakan tidak makan dana tersebut tetapi jika terbukti secara formil adanya tindakan penyalagunaan wewenang serta melawan hukum mengakibatkan adanya kerugian negara, maka wajib bertanggungjawab secara hukum (pidana)