MAUMERE, GlobalFlores.com – Dalam perayaan Hari Ulang Tahun ( HUT) Pendidikan, para penyandang distabilitas di Sikka meminta adanya pengakuan yang tulus dan iklas oleh pemerintah, sekaligus mendesak bupati untuk menerbitkan Perbup tentang keterlibatan penyandang distabilitas dalam setiap tahapan proses pembangunan.
Hal ini disampaikan salah satu penyandang distabilitas Ambrosius Dan, Selasa (2/5/2023), usai upacara HUT Pendidikan di lapangan upacara Kantor Bupati Sikka.
Ambrosius Dan yang akrab disapa Ambros Dan ini, menjelaskan bahwa para penyandang distabilitas kabupaten Sikka sebelumnya sudah mengajukan Rancangan Peraturan Bupati ( Ranperbup) tahun 2020 ketika merayakan hari difabel internasional di Kecamatan Paga, yang diserahkan langsung kepada Bupati Sikka.
Ambros menjelaskan, dengan banyaknya kesibukan bupati untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka pada detik-detik terakhir bupati meninggalkan kepemimpinannya, para penyandang distabilitas berharap adanya legasi yang tertinggal.
Adanya legasi yang tertinggal itu kata Ambros, maka bupati didesak untuk segera menerbitkan Perbup tentang keterlibatan penyandang distabilitas dalam setiap tahapan proses pembangunan. Hal itu karena setiap para penyandang distabilitas yang sudah dibentuk kelompok-kelompok didesa sudah melibatkan diri dan dilibatkan dalam proses pembangunan Musrenbang, mulai dari tingkat kecamatan hingga ketingkat pusat.
“Kami para penyandang distabilitas di kabupaten Sikka ini butuh pengakuan yang tukus dan iklas oleh pemerintah untuk ikut terlibat langsung dalam setiap tahapan proses pembangunan di kabupaten Sikka.”ungkap Ambros.
Namun demikian lanjut Ambros, di kabupaten Sikka implementasinya tidak masuk didalam program APBD. Hal itu disebabkan karena tidak adanya peraturan yang mendukung, meskipun sudah ada UU dan peraturan turunannya. Dari UU nomor 8 tahun 2016, PP nomor 70 tahun 2019, tentang pelaksanaan evaluasi, monitoring dalam pembangunan yang melibatkan distabilitas.
Dalam Ranperbup yang disusun tersebut lanjut Ambros, dimulai dengan penguatan kapasitas Sumbwer Daya Manusia (SDM) ditingkat desa. Di desa terdapat kelompok difabel desa, yang di akui ditingkat desa.
Meningkatnya difabel disetiap desa itu maka dibentuklah keterwakilan kecamatan, yang kemudian menjadi kelompok difabel kecamatan.
“Dalam Ranperbup itu yang kami susun dimulai dengan peningkatan kapasitas SDM ditingkat desa hal ini karena di desa sudah ada kelompok difabel, yang diakui di desa. Banyaknya difabel di setiap desa maka dibentuklah keterwakilan tingkat kecamatan.”jelas Ambros.
Setelah adanya keterwakilan ditingkat kecamatan lanjut Ambros, maka yang terakhir masuk menjadi kelompok difabel tingkat kabupaten, untuk meramu setiap proses Musrenbang atau perencanaan strategis yang dibuat mulai dari desa hingga akhirnya diramu ditingkat kabupaten. Jika di kabupaten disetujui maka akan diteruskan ke Propinsi hingga ke pusat.
“Yang menjadi inti perjuangan distabilitas yakni adanya keterlibatan secara langsung dalam tahapan proses pembangunan mulai dari desa hingga ke pusat. Karena setelah pembentukan kelompok maka akan masuk pada tahap pelaksanaan yang harus melibatkan banyak pihak, karena banyak yang belum paham bagaimana kebutuhan para penyandang distabilitas ini. “jelas Ambros.
Ambros menambahkan bahwa dalam pasal 5 UU nomor 8 tahun 2016 sudah membicarakan tentang 22 hak yang wajib dilaksanakan dan diimplementasikan oleh pemerintah. Setelah proses perencanaan maka kemudian masuk dalam proses pelaksanaan.
Dalam proses perencaan kata Ambor, tentunya sudah melibatkan penyandang cacat dalam musrenbangdes, dibawa kemurenbang kecamatan, kemudian dibawa ke kabupaten, ternyata ditingkat kabupaten tidak masuk dalam program-program tersebut secara spesifik bukan hanya di Dinas Sosial tetapi secara holistik, belum terakses untuk kebutuhan penyandang distabilitas.
Atas dasar itu kata Ambros,maka para penyandang distabilitas perlu terlibat langsung didalamnya. Sementara terkait HUT Pendidikan kata dia, para penyandang distabilitas bukan hanya ada di Sekolah Luar Biasa (SLB ). Pendidikan itu semestinya dapat ditempuh oleh para penyandang distabilitas disetiap pendidikan umum, bukan hanya di SLB, sebab sudah ada peraturan pemerintah nomor 13 tahun 2020 tentang Pendidikan inklusif.
Ambros berharap, sebelum bupati meninggalkan kepemimpinan pada periode pertama ini, dan berharap akan berlanjut pada periode kedua, bupati sudah meninggalkan legasi, meninggalkan warisan, untuk mengisi kekosongan kedepan agar dapat legitimasi melalui Perbup, sambil menunggu Perda karena Ranperda sudah diserahkan pada saat hari internasional distabilitas pada 5 Desember 2021 di Kolibuluk.
Namun demikian para penyandang cacat selalu berhadapan dengan DPRD, pemerintah yang hingga saat ini belum bisa mengimplementasikan Perbup maupun Perda tersebut. Namun harapannya suapaya 2023 sudah mendapatkan pengakuan yang tulus iklas sesuai perintah UUD 45 sampai dengan UU nomor 8 tahun 2016. ( rel )