Dosen Fakultas Hukum Unipa Maumere Minta Kades Bola Bentuk Pemangku Adat
MAUMERE, GlobalFlores.com – Dosen Fakultas Hukum Unipa Maumere Indonesia, Kornelius Yoseph Paga Meka,S.H.,M.H meminta Kepala Desa Bola, Klementia untuk membentuk pemangku adat Desa Bola.
Hal ini disampaikan Kornelis saat menggelar Pengabdian Kepada Masyarakat ( PKM), Sabtu (18/11/2023) di Desa Bola.
Menurut Kornelis pembentukan pemangku adat sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penyelesaian Konflik Sosial (sebelum adanya Undang-Undang Desa tahun 2014 dan Peratuan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018 Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa.
Negara kata Kornelis, telah memberikan ruang bagi pemerintah desa untuk membentuk lembaga atau pranata adat yang mengurusi masalah hukum adat di daerahnya walaupun beberapa pendapat mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 ini belum cukup kuat untuk membentuk lembaga/pranata adat, karena jika melihat pada Pasal 18 ayat (2) UUD NRI 1945 adalah sepanjang masih hidup hak tradisional tersebut.
Sementara Dosen Fakultas Hukum, Petrik Sanry Mero Nurak, S.H.,M.Kn menyampaikan terkait Pendidikan politik perempuan.
Menurutnya, peningkatan partisipasi politik wanita dapat diupayakan dalam pemanfaatan peluang yang ada,baik yang sudah diatur dalam undang-undang bahkan lembaga tingkat internasional yang menangani masalah wanita.
Namun demikian tantangan yang dihadapi saat ini yakni aspek budaya, sosiologi dan perspektif gender dalam masyarakat patriarki , tantangan-tantangan tersebut hendaknya dijadikan dasar untuk menyusun strategi dan program-program yang dirancang untuk menumbuhkan kesadaran serta peningkatan pengetahuan kaum perempuan, kader potensial untuk dapat terlibat aktif dalam arena politik.
“Secara tradisi perempuan ditempatkan pada posisi yang kurang menguntungkan yakni hanya berpusat pada aktivitas rumah tangga, sehingga menjadi sebuah nilai yang berlaku pada masyarakat dimana laki-laki ditempatkan kedudukannya lebih tinggi dibandingkan kedudukannya dengan wanita,”kata Kornelis.
Menurut Kornelis, adanya pemahaman masyarakat yang konservatif atas tafsir ajaran agama. Hal ini dapat dilihat dari berbagai dalil atau hukum agama yang memberikan keistimewaan kepada pihak laki-laki.
Selain itu munculnya hegemoni negara yang sangat besar terhadap warga negara yang terlihat dari dukungan atas budaya patriarki dalam segala aspek.
Secara yuridis formal lanjutnya, Indonesia tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang politik. Namun karena perempuan untuk menjadi politisi relatif terbatasi karena persepsi masyarakat mengenai pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang cenderung membatasi peran perempuan pada urusan rumah tangga.
Ketentuan UUD 1945 Pasal 28 H Ayat (2) menyatakan, setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
“Ketentuan yuridis ini menjadi landasan yang kuat bagi semua golongan warga negara untuk bebas dari diskriminasi sistematik dan struktural dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pada aspek politik,”ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Dosen Fakultas Hukum, lainnya, Gregorius Cristison Bertholomeus, S.H.,M.H, bahwa dalam masyarakat hukum adat sengketa yang terjadi harsu diselesaikan dengan sebaik mungkin terutama keadilan tidak memihak pada salah satu pihak.
Untuk menjaga netralitas maka harus diselesaikan secara musyawara melalui Lembaga adat. Berkaitan dengan pendidikan politik perempuan terkait sistem politik yang demokratis, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama di dalamnya, pemenuhan hak-hak politik perempuan merupakan salah satu jalan bagi perbaikan nasib perempuan, keterwakilan perempuan di parleme. Inilah yang merupakan entry point bagi perjuangan demi jutaan nasib perempuan lainnya .
Menurut Gregorius, partai politik memiliki fungsi dan tanggung jawab yang signifikan dalam upaya meningkatkan partisipasi politik dan memperjuangkan kepentingan politik perempuan.
Partisipasi politik perempuan tidak akan pernah mendapat hasil selama partai politik tidak melakukan cara atau upaya-upaya maksimal dalam pemberdayaan perempuan.
“Pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik terhadap perempuan untuk memenuhi fungsi, kewajiban dan tanggung jawabnya sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang ditetapkan,”ujarnya. (rel)