Di Sikka, Warga Merasa Tidak Pernah Urus Sertifikat Tapi Tanahnya Sudah Disertifikat
Maumere,GlobalFlores.—Sejumlah warga di wilayah Nilupanda dan Ratesawu, Dusun Nangarasong, Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda,Kabupaten Sikka, NTT, kaget pasalnya mereka merasa tidak pernah mengurus sertifikat tapi tanahnya sudah ada sertifikat yang diduga bodong.
Tercatat ada empat sertifikat warga yang berada diatas tanah seluas 260 Hektar di wilayah Nilupanda dan Ratesawu, Dusun Nangarasong, Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda.
Hal ini diketahui ketika pembeli hendak mengajukan proses pembuatan sertifikat tanah di lokasi tersebut.
Mathias Mboro pemilik tanah diwilayah Ratesawu, menjelaskan mengatakan bahwa tanah diwilayah Ratesawu tanah di hamparan Nilupanda sudah bersertifikat, padahal sebagai pemilik dirinya tidak tahu.
“Saya kaget tanah milik saya di Ratesawu dan tanah di hamparan Nilupanda sudah bersertifikat, padahal sebagai pemilik saya sama sekali tidak tahu,”kata Mathias kepada media ini, Kamis (11/11/2021).
Mathias mengaku tidak mengetahui tanah seluas 260 Ha telah bersertifikat. Bahkan Mathias mempertanyakan asal usul riwayat tanah sehingga badan pertanahan dapat mengeluarkan sertifikat tersebut.
Mathias Mboro pemilik tanah diwilayah Ratesawu, menjelaskan bahwa tanah diwilayah Ratesawu adalah miliknya yang saat ini sudah menjadi milik Baba Lu Ming. Tanah tersebut merupakan tanah ahliwaris dari almarhum ayahnya Petrus Nggala.
“Tanah ini saya yang jual. Tanah ini tanah ahli waris dari moyang Tora langsung ke orang tua saya. Waktu itu saya butuh uang sehingga saya jual. Saya menjualnya sekitar 3 tahun lalu, tahun 2018,” ungkap Mathias.
Terkait empat sertifikat yang berada diatas tanah tersebut, Mathias mengaku tidak mengetahuinya.
Namun Mathias membeberkan bahwa tahun yang lalu ketika ada Prona, ia mengajukan untuk proses sertifikat, ditolak pihak pertanahan lantaran tanah tersebut sudah bersertifikatnya, termasuk tanahnya di Ratesawu.
Mathias bahkan mengetahui seluruh hamparan tanah baik di Ratesawu maupun di Nilupanda telah bersertifikat.
Mathias mengaku tidak mengetahui tanah seluas 260 Ha telah bersertifikat. Bahkan Mathias mempertanyakan asal usul riwayat tanah sehingga badan pertanahan dapat mengeluarkan sertifikat tersebut.
Mirisnya lagi, semua warga yang berada di dua lokasi itu ditolak keras oleh Badan Pertanahan, ketika hendak mengurus sertifikat tanahnya.
Anehnya, dalam sertifikat yang diterbitkan oleh badan pertanahan itu tidak mencantumkan nama pemilik batas tanah.
”Setelah saya mengetahui ada 4 sertifikat yang berada diatas tanah seluas 260 Ha itu, saya langsung bertanya pemilik batas – batas tanah tersebut, herannya pihak badan pedrtanahan justru bingung sendiri, karena mereka sendiri tidak mengetahui siapa pemilik batas tanah itu.”kata Mathias.
Pada saat yang sama Baba Luming kepada media ini mengaku bahwa persoalan tanah yang berada di dua lokasi itu sudah diadukan ke DPRD Sikka pada beberapa waktu yang lalu.
Ketika itu lanjut Baba Luming. Oleh DPRD Sikka kata Baba Luming, telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalah tanah di dua wilayah tersebut.
Salah satu point dalam rekomendasi itu dinyatakan bahwa jika dalam 5 tahun tanah tersebut tidak dimanfaatkan maka harus di kembalikan kepada masyarakat.
“Persoalan ini kami sudah sampaikan kepada DPRD Sikka, dan DPRD memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan tanah tersebut, bahkan salah satu pointnya dalam rekomendasi tersebut yang menyatakan apabila dalam 5 tahun tanah tersebut tidak dimanfaatkan maka harus diklembalikan kepada masyarakat.”kata Baba Luming.
Baba Luming bahkan mempertanyakan jika 4 sertifkat dapat diproses lantas kenapa tanah miliknya itu tidak dapat memperoses sertifikatnya.
Baba Luming bahkan mempertanyakan asal usul proses 4 sertifikat tersebut.
Warga lainnya Yohanis Nggai, anak dari Tuan Tanah Nilupanda, Mosa Laki Petrus Nggala kepada media, Kamis (11/11/2021) mengakui bahwa tanah yang berada di wilayah Nilupanda merupakan lokasi transmigrasi dan tidak ada kaitannya dengan tanah yang berada di wilayah Ratesawu.
Menurut Anis Nggai, awalnya tanah yang berada di Nilupanda merupakan area yang sudah ditentukan untuk dijadikan sebagai lokasi transmigrasi, namun ditolak warga.
Menurutnya, jika digunakan untuk transmigrasi maka warga sekitarnya tidak bisa menempati lokasi tersebut. Oleh karenanya hingga saat ini tanah tersebut tidak lagi dijadikan sebagai lokasi transmigrasi.
Anis Nggai yang adalah anak dari tuan tanah Nilupanda menyayangkan adanya dugaan tindakan pengklaiman dari para pihak yang menyebutkan bahwa tanah yang berada di wilayah Ratesawu juga merupakan lokasi transmigrasi.
Padahal menurut Anis Nggai tanah di Ratesawu tersebut adalah tanah ahli waris yang sudah menjadi milik Baba Lu Ming melalui proses jual beli yang sah.
“Tanah di hamparan Nilupanda ini, berbatasan dengan Ratesawu, mengapa tanah dihamparan Nilupanda yang akan dijadikan sebagai lokasi transmigrasi digabungkan dengan tanah milik adik saya di Ratesawu yang saat ini sudah dibeli oleh Baba Lu Ming,”kata Anis Nggai.
Didalam data dokumen mereka (Pihak Nakertrans-red ) lokasi Nilupanda, Tmu Mulawatu itu ada masalah dengan pertanahan. Sementara wilayah Ratesawu tidak bermasalah,ujar Anis Nggai.
Dijelaskannya, masalah tanah di Timu Mulawatu dengan Nilupanda itu ditolak keras oleh warga untuk dijadikan sebagai lokaksi transmigrasi.
“Tanah yang berada di dua wilayah ini diitolak warga untuk dijadikan sebagai tempat transmigrasi,”kata Anis Nggai. (rel)