Opini

Lulusan Fakultas Ekonomi menjadi Agen Perubahan Di Era Digital”

Oleh, Dr Avianita Rachmawati,S.Sos,MM

Orasi ilmiah disampaikan pada acara Yudisium F.E Uniflor Semester Genap TA 2021/2022,Jumat (14/10/2022).

Sesuai tema yang diberikan oleh Panitia yakni “Lulusan Fakultas Ekonomi menjadi Agen Perubahan Di Era Digital” jika kita hubungkan pada aspek keunggulan bersaing Perguruan Tinggi Swasta dan berkaitan dengan judul Orasi Ilmiah ini adalah: “Agility dan Adaptability sebagai Bentuk Marketing Strategy Perguruan Tinggi Swasta Dalam Mewujudkan Produk Lulusan  yang Unggul, Mandiri dan Menjadi Mediator Budaya Ditengah Era VUCA ”.

Pada setengah dekade ini dunia mengalami pergeseran dan perubahan yang membawa kita pada disrupsi, kemajuan teknologi amat pesat. Era Industry 4.0 dan Society 5.0 berdampak pada .shifting atau pergeseran terjadi dimana mana. Kemapanan dan zona nyaman justru akan menjebak kita pada  ketertinggalan dan stagnasi. Kelincahan dan kemampuan adaptif menjadi kunci hadapi disrupsi. Jika kita ber flashback merunut pada tahun 2016, konsep society 5.0 dirumuskan Negara Jepang dalam rencana sains dan teknologi ke 5 dengan tujuan menciptakan super smart society. Konsep super smart society mewakili masyarakat berkelanjutan yang terkoneksi dengan semua perangkat teknologi dan serba komputasi untuk memenuhi kehidupan masyarakat..Revolusi industri 4.0 memiliki koneksi erat dengan society 5.0 bahwa gelombang transformasi digital merupakan elemen pendorong utama dan menjadi pilar kebijakan industri. Didalam konsep society 5.0 yang menjadi penekanan bahwa teknologi digital adalah sebuah sarana dan manusia merupakan  aktor utama  sehingga fokus pembangunan  adalah human centered.  Dalam konsep society 5.0 pembangunan masyarakat yang syarat digitalisasi haruslah membuat masyarakat bahagia sejahtera tanpa kehilangan nilai nilai kemanusiaan dan menuntaskan berbagai permasalahan sosial.

Ditengah era industri 4.0 dan society 5.0 memicu pula percepatan transformasi kedalam dunia pendidikan.  Era tersebut membuat pendidikan mengalami keterkejutan karena shifting terjadi pada perubahan regulasi kemenristekdikti begitu cepat, shifting metode mengajar online, dan universitas dituntut mengaplikasikan manajemen system informasi.

Pada satu sisi, universitas sebagai menara gading bertugas mencetak produk sumber daya manusia dan pemimpin masa depan yang memiliki keunggulan , kemandirian tanpa kehilangan jati dirinya sebagai mediator budaya. Lembaga pendidikan tinggi wajib melahirkan manusia yang tidak hanya unggul secara kognitif namun juga disertai dengan perpaduan kemampuan softskill dan hardskill. (Crosling et.al, 2015).  Hal ini sangat sesuai dengan empat tujuan yang menjadi idealisme dalam pendidikan tinggi. Pertama, tujuan menekankan kemampuan untuk memperebutkan kesempatan kerja. Pendidikan berfokus untuk memperoleh ketrampilan dan pengetahuan khusus agar unggul di bidangnya. Kedua, tujuan pendidikan berorientasi pada nilai nilai humanistik. Pendidikan membantu mengembangkan kemampuan rasa kritis dan ingin tahu agar bisa mempertanggungjawabkan pernyataan keyakinan dan tindakannya. Ketiga, kebiasaan mempelajari secara sistematis apa yang dilakukan dan mulai mengadakan studi sebagai dasar pembentukan alam berpikir ilmiah. Tujuan keempat ,menjawab tantangan sosial ekonomi dan keadilan (Haryatmoko, 2001). Tantangan perguruan tinggi pada dampak shifting adalah VUCA.. Dari terminology yang dijelaskan Bob Johansen dalam bukunya berjudul Leaders Make The Future: Ten New Leadership Skills for Uncertain World (2012) VUCA merupakan kepanjangan dari volatility (bergejolak), uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kompleks), dan ambiguity (ketidakjelasan) merupakan gambaran tantangan saat ini.

VUCA adalah era di mana perubahan terjadi dengan sangat cepat, bahkan perubahan itu dapat menciptakan kekacauan dalam satu sistem jika orang yang menjalankan sistem tidak berinovasi lebih kreatif. (Alwi, 2018) Situasi VUCA saat ini sangat jelas membuat segalanya berubah, termasuk gaya hidup yang konvensional. Hingga saat ini, model bisnis konvensional telah mengalami transformasi yang belum menemukan bentuk pastinya (Agung, 2018).

Bennett dan Lemoine (2014) menulis volatility memiliki kekuatan untuk memicu katalisis (proses percepatan perubahan). Ini bisa berupa perubahan skala besar yang terjadi secara tiba-tiba dan mengakibatkan pengambilan keputusan yang tergesa-gesa. Oleh karena itu, perguruan tinggi dituntut untuk belajar merespons dan mengelola perubahan dengan lebih efektif. Perguruan tinggi harus menerapkan respons proaktif menghadapi perubahan lingkungan yang cepat. Agility adalah salah satu cara untuk mengatasi volatilitas melalui penciptaan sumber daya potensial. Konsep Network marketing agility adalah novelty konsep  disertasi saya menyangkut kemampuan agility dalam organisasi  terkait sekumpulan  ketrampilan dan keahlian yang tangkas, responsif, proaktif tangguh dan cepat menanggapi situasi pasar yang syarat VUCA  dengan[A1]  cara membangun ekosistem yang memungkinkan keterlibatan mitra internal eksternal  dalam rantai pemasaran antara pelanggan, pesaing dan stakeholder. Kunci keberhasilan penerapan network marketing agility pada perguruan tinggi antara lain adaptabilitas, market sensing capability (kemampuan penginderaan pasar), kemandirian bermitra,  orkestrasi operasi internal dan kelincahan aktivitas membangun jaringan sosial berbasis kearifan lokal (Rachmawati, 2021)

Network marketing agility adalah merupakan novelty konsep yang dapat mengantar Universitas untuk meningkatkan performansi akademik dan marketing. Indikator orkestrasi operasi internal merupakan cara dimana unit pada perguruan tinggi  menciptakan harmonisasi dan keselarasan antara mitra internal sehingga memicu timbulnya sense of togetherness , sense of belonging dan sense of responsibility. Proses orkestrasi identik dengan  integrasi dan sinkronisasi sumber daya serta pertukaran nilai lintas aktor melalui sebuah kerangka orkestrasi nilai bersama ( Kijima & Arai, 2016). Didalam lingkungan yang bergerak pesat, dipenuhi ketidakpastian, kompleksitas dan ketidakjelasan Perguruan tinggi ditantang untuk menemukan cara lebih lincah dalam kolaborasi lintas disiplin ilmu, antar bidang keahlian dan meruntuhkan dinding dinding sekat antara pendidik dan praktisi antara universitas dan industri. Karena itu untuk menjadi organisasi yang benar benar adaptif dan lincah, insttusi membutuhkan sebuah sistem yang terstruktur , efisiens dan penekanan pada proses serta pengalaman yang berpusat pada sumber daya manusia. (Rachmawati,2021). Memperkenalkan kelincahan pada kultur non lincah bukanlah hal yang mudah dan tidak akan berhasil kecuali peng orkestrasian sumber daya manusia harmoni dan selaras. Untuk bisa menjadi lincah organisasi harus berpusat pada manusia dalam budaya, tingkah laku dan sumber daya untuk bida menciptakan akselerasi transformasi.(Neil Perkin & Peter Abraham, 2019). Dalam perguruan tinggi yang lincah, konteks pelanggan internal yaitu mahasiswa dan dosen. Kontekstual pelanggan internal  adalah mercusuar yang tak hanya membimbing visi, misi dan strategi organisasi  tetapi juga menjadi skala prioritas pelayanan operasional pada perguruan tinggi. Perguruan tinggi mendudukletakkan pelanggan internal pada jantung bisnis operasionalnya, tetapi seringkali  orientasi dan prioritas muncul berdasar apa yang lebih mudah dan efisien bagi organisasi, bukan apa yang lebih baik dan efektif berdampak strategik terhadap perguruan tinggi. Kelincahan atau agility  pada sebuah perguruan tinggi sejatinya merupakan kecerdasan yang dinamis, berkesinambungan dan tiada henti. Organisasi lincah  menyangkut rekonfigurasi  berkesinambungan , memerlukan sumber daya lincah, perubahan pergerakan inovasi yang bersifat episodic menuju inovasi berkelanjutan. Menuju pada transformasi institusi yang lincah, memerlukan transisi dari rantai nilai linier menuju rantai nilai dinamis, keterbukaan dan kecepatan informasi mengalir pada tiap unit dan nilai selalu mengalir diantara semua pihak dalam sistem. Namun tidak menutup kemungkinan, kultur lama yang kuat dan sudah using akan mati matian dipertahankan dan timbulnya resistensi untuk memelihara stabiltitas sosial. Mempertahankan kultur lama usang oleh sumber daya manusia yang cernderung resisten pada perubahan inilah merupakan penghambat akselerasi transformasi menjadi perguruan tinggi lincah.Untuk menjadi lincah, perguruan tinggi perlu fokus pada pendekatan pelanggan sentris. 

Aspek berikutnya penentu network marketing agility pada perguruan tinggi adalah kelincahan aktivtas jaringan sosial. Tidak bisa kita nafikan konstruksi sosial wilayah NTT bahwa posisi sosial masyarakat adat, unsur tokoh adat dan tradisi masyarakat lokal merupakan tiang kekuatan penopang tatanan sosial kemasyarakatan di NTT. Jika ingin membangun kelincahan, maka hubungan harmonis perguruan tinggi dengan masyarakat adat harus tetap terjaga sebagai mitra jejaring jangka panjang. Perguruan tinggi dan lulusannya haruslah menjadi mediator budaya yang mampu menjadi penjembatan antara penemuan iptek dan kearifan lojkal dalam mengatasi permasalahan sosial kemasyarakatan.Hal utama yang mencirikan seorang mediator adalah kemampuan menjembatani budaya modern dan budaya tradisional yang dapat dirinci kedalam empat unsur pokok yakni nilai, gagasan, artefak, atau hasil karya daya cipta manusia. Seluruh civitas akademika dan lulusan fakultas ekonomi adalah insan yang unggul dalam mengikuti pengetahuan ilmiah modern berdasarkan berbagai teori mutakhir bidang ekonomi, metode metode terbaru, hasil riset terbaru  tanpa meninggalkan nilai – nilai ekonomi yang humanis dan berhasil mengkomunikasikan hal tersebut kepada masyarakat yang memiliki pengetahuan tradisional berdasar akumulasi pengalaman lokal. Proses transformasi dan komunikasi tersebut tanpa menghilangkan nilai kearifan lokal yang merupakan kekayaan keragaman regional dan Bangsa Indonesia. Aspek ketiga dan keempat penentu network marketing agility adalah adaptabilitas situasi pasar dan kapabilitas market sensing, hal ini terkait dengan kemampuan institusi menyesuaikan dengan situasi pasar dan trend kebutuhan pasar. Menurut Kindstrom et al. (2013) proses sensing di suatu perusahaan mengacu pada pengumpulan pasar yang relevan. Penting bagi organisasi untuk dapat memindai lingkungan bisnis, mengidentifikasi preferensi pelanggan, dan mengumpulkan ide dari stakeholder. Orientasi pasar dan pelanggan yang proaktif membantu bisnis untuk mengidentifikasi kebutuhan dan selera pelanggan. Organisasi memiliki kapabilitas untuk terus menerus melakukan penyesuaian dan rekonfigurasi sumber daya, baik internal/ eksternal maupun tangible/intangible, untuk merespons perubahan pasar atau teknologi yang cepat dengan bertumpu pada rancangan dari semua kombinasi assetan kapabilitas secara bersama-sama. Terutama asset tak berwujud berupa reputasi dan posisi pasar beserta proses-proses kapabilitas yang terkait dengan terkelolanya pengetahuan dan inovasi serta terbangunnya komitmen dan loyalitas merupakan kiat kunci bagi perguruan tinggi di Indonesia untuk berkinerja unggul. Tentu kiat tersebut haruslah sesuatu yang dimiliki dengan unik dan langka, serta sulit ditiru oleh pesaing.

Aspek kelima yang merupakan kunci keberhasilan konsep network marketing agility, adalah kemandirian bermitra. Hal ini menyangkut sikap inisiatif, tanggap, cekatan dalam menciptakan kemitraan dan kolaborasi. Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka seyogyanya dilihat sebagai peluang bagi program studi di perguruan tinggi untuk berinisiatif menjalin kemitraan dengan industri kerja. Kampus merdeka sebagai kesempatan bagi kampus untuk secara lincah memfasilitasi hak belajar mahasiswa dalam pengalaman kontekstual lapangan yang akan meningkatkan kompetensi mahasiswa secara utuh, siap kerja atau menciptakan lapangan kerja baru. Implementasi program MBKM membutuhkan prodi bergerak lincah membangun kerjasama kemitraan dan link n match antara kurikulum prodi dengan kompetensi yang diberikan pada dunia praktik kerja. Sinkroninasi capaian pembelajaran lulusan di tingkat prodi dengan kompetensi di perusahaan haruslah tercapai. Hal ini membutuhkan proses diskusi cermat antara kedua belah pihak yang bermitra. Pada prinsipnya kelincahan jaringan pemasaran dalam membangun kemitraan dengan industri kerja haruslah berpatokan pada prinsip sinkronisasi kompetensi kedua belah pihak. Semakin banyak kemitraan yang dibangun semakin baik. Artinya hal ini memberikan peluang dan kesempatan bagi mahasiswa untuk dapat secara jeli memilih praktik magang pada perusahaan sesuai dengan passion dan cita citanya. Kelincahan dalam kemandirian bermitra akan berdampak pada kualitas lulusan. Mahasiswa dapat memperluas dan meningkatkan kompetensi akademiknya, memberi wawasan dan pengalaman praktis, dan salah satu upaya percepatan keterserapan alumni pada pasar kerja. Pihak industri akan dapat memperoleh input calon tenaga kerja yang sesuai kebutuhan serta mengurangi biaya recruitment dan training. Bentuk kelincahan kemitraan berikutnya yang harus dibangun adalah kemitraan lintas prodi baik dalam kampus maupun luar kampus. Pengalaman belajar pada lintas prodi akan memperkaya kompetensi akademik lulusan.

Pada akhirnya network marketing agility sebagai bentuk keunggulan Perguruan tinggi akan secara langsung berdampak pada kualitas proses pelayanan pendidikan, pembelajaran dan bermuara pada kualitas lulusan yang unggul , mandiri tanpa meninggalkan perannya sebagai mediator budaya.  Namun demikian dalam frame of reference yang lebih luas bahwa akselerasi transformasi perguruan tinggi di era VUCA terdapat dua aras perubahan yakni aras dan aras sumber daya manusia. Bob Johansen mengembangkan Model VUCA Prime, yang mengusulkan bahwa pemimpin VUCA terbaik dibedakan oleh VISION, UNDERSTANDING, CLARITY, AGILE. Atau “visi, pemahaman, kejelasan dan ketangkasan” dalam menghadapi situasi perubahan ataupun krisis (Lawrence, 2013). Lebih lanjut, model ini dapat dilihat sebagai kontinum keterampilan yang diperlukan oleh pemimpin untuk dikembangkan guna memimpin organisasi di dunia VUCA. Lawrence (2013) menegaskan bahwa VUCA Prime dapat digunakan oleh para lulusan Fakultas Ekonomi untuk membangun personal branding dan kapabilitas ketika memasuki industri kerja.

VISION

Lawrence (2013) menyatakan bahwa volatilitas dapat diatasi dengan visi, dan bahkan menjadi pedoman penting dalam situasi yang tidak stabil. Visi memberi pimpinan perguruan tinggi ide yang jelas, apa yang mereka inginkan dan kemana mereka ingin membawa organisasi mereka. Pemimpin dengan visi yang jelas dapat mengatasi perubahan lingkungan yang tidak menentu.. Oleh karena itu, perguruan tinggi dituntut untuk belajar merespons dan mengelola perubahan dengan lebih efektif. Kemampuan visioner lulusan sejak dini merupakan keniscayaan yang harus diasah untuk memantapkan pilihan karir bagi masa depan.

UNDERSTANDING

Pimpinan perguruan tinggi perlu memiliki understanding.  kemampuan untuk berhenti,melihat, mengamati dan menyimak dengan seksama. Selanjutnya, melihat dan mendengarkan di luar area fungsional kompetensi mereka untuk memahami volatilitas. Bennett dan Lemoine (2014) menulis uncertainity dapat diatasi dengan mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan, dan menyebarkan informasi. Dalam hal ini, perguruan tinggi juga harus dapat mengetahui dan memahami masalah dan peristiwa di sekitar mereka, serta dapat menghubungkan setiap peristiwa berdasarkan input parsial.

CLARITY

Tantangan perguruan tinggi semakin rumit dan kompleks. Banyak faktor yang perlu menjadi perhatian perguruan tinggi untuk mempertahankan keunggulan bersaing. Faktor internal seperti pernyataan misi, penetapan rencana tindakan, manajemen risiko, dan keahlian yang dimiliki patut dipikirkan. Selain faktor internal, faktor eksternal juga berkontribusi. Oleh karena itu, kemampuan pemikiran ekologis suatu perguruan tinggi diperlukan dalam mengatasi kompleksitas ini. Pemikiran ekologis adalah kemampuan perguruan tinggi untuk memetakan dan mempelajari berbagai bidang hubungan di luar perguruan tinggi, sperti tren pasar, konsumen, pemangku kepentingan, lingkungan fisik, hubungan kerja sama, hubungan dan kebijakan pemerintah, dan bidang lainnya. Hasil pemetaan adalah modal untuk menciptakan ekosistem yang berkelanjutan bagi perguruan tinggi (Rachmawati, 2018; Isna, 2018).

AGILITY

Sudirgo (2020) mengemukakan lima kriteria pemimpin dan sumber daya lulusan Fakultas ekonomi calon pemimpin masa depan di era VUCA, yang bertumpu pada ‘agility’ atau ‘kelincahan’, yaitu: –

People Agility, kemampuan untuk bekerjasama dengan siapapun.

Change Agility, kemampuan beradaptasi dengan perubahan se-ekstrim apapun.

Result Agility, pemimpin untuk memiliki kemampuan agar dapat bertahan di era VUCA, harus mampu menghasilkan sesuatu dalam kondisi yang tak memungkinkan.

Mental Agility, mampu bertahan dalam tekanan mental apapun.

Learning Agility, memiliki kemampuan memahami dan mempelajari hal baru dengan cepat. Learning Agility pun menjadi sesuatu yang wajib dimiliki agar mampu bertahan di era VUCA ini. Dengan demikian lulusan Fakultas ekonomi diharapkan  dapat secara fleksibel membangun komunikasi kerjasama dengan siapapun, memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang tidak terduga dan bersifat kompleks. Walaupun ditengah situasi penuh dengan gejolak (volatility), ketidakpastian (uncertainty), rumit (complexcity), dan ketidakjelasan (Ambiguity) lulusan fakultas ekonomi mampu menghasilkan pemikiran yang kreatif, inovatis, logis dan kritis dan tetap produktif menghasilkan karya karya positif ditengah masyarakat serta tangguh menghadapi berbagai tantangan, tekanan dan badai kehidupan apapun. Learning agility adalah kemampuan mempelajari cara, metode, dan strategi baru jika pada perjalanan karir dan hidup mengalami kesulitan. Namun satu hal yang yang kita tidak boleh bergeser dan harus memiliki kemapanan sikap yakni adalah budaya luhur yang sudah kita bangun sejak dulu, hormatilah kedua orangtuamu karena dari berkat dan ridho orangtuamu disitulah letak kesuksesan dan keberhasilan mu dalam meraih masa depan gemilang

Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian  semua bahwa:

  1. Ilmu marketing strategi dapat diaplikasikan pada perumusan strategi bersaing membangun kelincahan dan kemampuan adaptif perguruan tinggi melalui konsep Network marketing strategi. Lima aspek sebagai faktor kunci membangun konsep network marketing agility pada perguruan tinggi swasta antara lain Orkestrasi operasi internal, kemampuan membangun kelincahan jaringan sosial berbasis kearifan lokal, kemandirian bermitra, kemampuan market sensing dan adaptabilitas situasi pasar.
  2. Ilmu marketing khususnya meng updgrade diri dalam membangun personal branding dapat sangat mudah diaplikasikan oleh lulusan Fakultas Ekonomi untuk membangun kualitas  dan image diri yang sejati yang bertumbuh sesuai dengan proses penyempurnaan dalam diri sejati dan akhirnya anda semua lulusan dapat mempromosikan diri pada industry kerja yang anda bidik.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. L. 2018. VUCA dan Dunia yang Tunggang Langgang. Kompas.com. Retrieved from https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/12/112553926/vuca-dan-duniayang-tunggang-langgang?page=all#page2

Alwi, T. 2018. Potensi dan Tantangan Era VUCA. STIE IPWI Jakarta Website. Retrieved from: https://www.slideshare.net/TaufikAlwi2/potensi-dantantangan-era-vuca

Bennett, N., & Lemoine, G. J. 2014. What a difference a word makes: Understanding threats to performance in a VUCA world. Business Horizons, 57(3), 311–317. https://doi.org/10.1016/j.bushor.2014.01.001

Corcoran, N., & Duane, A. 2019. Organizational knowledge sharing and enterprise social networks: A higher education context. In Educational and social dimensions of digital transformation in organizations (pp. 78-114). Hershey, PA: IGI Global

Haryatmoko, (2001). Pemihakan kepada yang miskin mengarah pada penerimaan pluralitas. Artikel pada Koran Kompas. https://www.kompas.com/tag/plurali

Isna, T. D. 2018. Apa Itu VUCA? Warta Ekonomi..Co.Id. Retrieved from https://www.wartaekonomi.co.id/read202181/apa-itu-vuca

Johansen, Bob. (2012). Leaders Make the Future: Ten New Leadership Skills for an Uncertain World. https://www.amazon.com/LeadersMake-Future-LeadershipUncertain/dp/1609944879

Kijima Kyoici & Arai Yusuke. 2016. “Value Co-Creation Process and Value Orchestration Platform”. Global Perspective on Service Science. Japan

Lawrence, K. 2013. Developing Leaders in a VUCA Environment, 1–15.

Neil Perkin & Peter Abraham. 2019. “Building The Agile through Digital Transformation”. British Library Catalouging in Publication Data.

Rachmawati J. N. 2018. Analisis VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity).

Rachmawati, Avianita. 2021. Network Marketing Agility Dalam Memediasi Pengaruh Relational Capital Quality dan Orientasi Pasar terhadap Kinerja Program Studi (Studi Pada Perguruan Tinggi Swasta DI Flores dan Kupang). Karya Disertasi

Sudirgo, Jimmy. 2020. Pemimpin yang super agile di tengah VUCA. Solafide consulting Indonesia. https://www.jimmysudirgo.com/post/ pemimpin-yang-super-agile-ditengah-vuca


 [A1]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan