Regional

Sambut Harlah Pancasila KPKC Rumpun Pemberdayaan Masyarakat DPP St. Yosef Onekore Gelar Diskusi Publik,Hasilkan 14 Pokir

ENDE,GlobalFlores.com-Dalam rangka menyambut Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2024, Seksi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) – Rumpun Pemberdayaan Masyarakat Dewan Pengurus Paroki (DPP) St. Yosef Onekore
berkolaborasi dengan Kevikepan Ende dan Komisi Komunikasi Provinsi SVD Ende, menggelar diskusi publik dengan tema “PENGUKUHAN DAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN : ANTARA MASALAH DAN SOLUSI”,Kamis (27/4/2024) di Aula Paroki Santo Yoseph Onekore,Ende.

Adapun tujuan pelaksanaan diskusi publik tersebut adalah untuk menegakkan keadilan sesuai Prinsip Hidup ber-Pancasila, kepada seluruh masyarakat Kabupaten Ende khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, yang terdampak secara sosial ekonomi akibat perbedaan geospasial dasar dalam Pemetaan kawasan hutan.

Selain itu juga menemukan solusi dan membangun komitmen bersama dalam melestarikan keberadaan kawasan hutan melalui pemetaan kawasan hutan yang berprinsip keadilan dan kesetaraan antara hak negara dan hak masyarakat serta kelestarian ekologi.

Juga menemukan solusi bersama berkenaan dengan benturan hak ulayat dengan reformasi pertanahan di wilayah Kabupaten Ende khususnya dan Provinsi NTT umumnya.

Sebagai narasumber dalam diskusi publik tersebut Penjabat Bupati Ende yang diwakili,Asisten II Setda Ende,Martin Sahtban dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Ende,Octavianus Moa Mesi ST dan Akademisi,RD. Reginaldus Piperno, PR.
Serta 2 orang Narasumber Via live zoom meeting (Ibu Julie Sutrisno Laiskodat selaku Anggota DPR Komisi IV, dan Dr. Drs. Hiskia Simarmata, MSi., M.Kn selaku Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi NTT).
Kegiatan itu dimoderatori,Pater Stef Tupeng Witin,SVD.
Acara diskusi publik dibuka oleh Vikaris Keuskupan Agung Ende, RD. Edi Dopo.

Peserta dalam kegiatan diskusi publik masing-masing, Umat Paroki St. Yosef Onekore dan 34 Paroki lain dalam wilayah Kevikepan Ende, Keuskupan Agung Ende yang terdampak (dalam wilayah Kabupaten Ende).
Juga para camat dan lurah wilayah terdampak dengan pemetaan kawasan hutan serta tokoh adat dan tokoh agama maupun mahasiswa dan akademisi.

Berdasarkan pemaparan materi dan dinamika yang berkembang dalam diskusi ini sebagaimana rilis yang diterima dari Seksi Komsos DPP Paroki St Yoseph Onekore,Anton Harus,dirumuskan beberapa pokok pikiran (Pokir) yang penting untuk ditindaklajuti oleh pihak terkait demi mengkomodir harapan masyarakat menyangkut pengukuhan dan pemetaan kawasan hutan yang akomodatif bagi kepentingan kemakmuran kesejahteraan, dan keadilan, sebagai berikut :

  1. Semua peserta menyadari bahwa terdapat berbagai persoalan dalam Pengukuhan dan Pemetaan Kawasan Hutan di wilayah Kabupaten Ende dan di wilayah Provinsi NTT yang belum terselesaikan;
  2. Semua peserta sepakat bahwa permasalahan Pengukuhan dan Pemetaan Kawasan Hutan di wilayah Kabupaten Ende dan di wilayah Provinsi NTT yang banyak menimbulkan polemik di lapangan adalah bagian dari permasalahan ketidakadilan social, hukum, dan ekonomi yang harus mendapat perhatian serius untuk dicarikan Solusi penyelesaian oleh pihak – pihak terkait, menuju era Indonesia Emas 2045;
  3. Terdapat pemukiman penduduk yang secara eksisting telah ada sejak sebelum dilakukan pengukuhan dan pemetaan Kawasan hutan dalam beberapa kelompok
    hutan di wilayah Kabupaten Ende.
  4. Terdapat perbedaan geospasial dasar antara peta manual, fakta tata batas definitive di lapangan, dan dengan peta digital yang menimbulkan konflik di lapangan yang harus diselesaikan sesuai karakteristik masing-masing permasalahan kawasan hutan yang tidak merugikan semua pihak.
  5. Instansi teknis kehutanan bersama pemerintah Kabupaten harus melakukan penelusuran kembali batas – batas Kawasan hutan sesuai dengan hasil tata batas
    definitive tahun 1985.
  6. Pemenuhan hak-hak pertanian, ekonomi, dan pertanahan bagi warga yang bermukim dalam Kawasan hutan melalui program reforma agraria atau skema-skema lain yang sesuai.
  7. Diakui adanya persoalan tanah ulayat yang berbenturan dengan kebijakan reformasi agraria yang perlu segera diselesaikan dengan menjaga hakekat dan kepentingan kedua belah pihak secara seimbang dan berkeadilan.
  8. Terjadi kelambatan respon pemerintah dalam mengatasi permasalahan warga terutama berkaitan dengan persoalan Kawasan hutan dan hak ulayat.
  9. Belum tercapainya koordinasi yang baik antara Kementerian yang terkait dengan penggunaan dan penataan ruang, sehingga merugikan Masyarakat marjinal yang terdampak dengan penetapan dan pemetaan kawasan hutan.
  10. Masih rendahnya tingkat kesadaran dan perjuangan Masyarakat sendiri akan adanya permasalahan dalam perwujudan hak-hak pertanahannya.
  11. Perlu adanya kelembagaan teknis yang mengawasi pemetaan kawasan hutan agar tidak merugikan negara dan juga memberikan prinsip keadilan bagi masyarakat.
  12. Perlu segera dilaksanakan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) sesuai Perpres Nomor 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1 : 50.000 yang mengacu pada referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal guna percepatan pelaksanaan pembangunan nasional. KSP ini sebagai kebijakan pemerintah dalam rangka mewujudkan tata kelola hutan dan pertanahan yang baik sebagai sarana untuk mencegah konflik penguasaan lahan di Indonesia.
  13. UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Gereja mengakui pentingnya Hutan bagi negara dan bagi kesejahteraan masyarakat. Gereja Kevikepan Ende mendukung adanya penetapan Kawasan hutan oleh pemerintah, karena prinsip gereja yakni harus mendukung program pemerintah.
    Namun proses penetapan dan pemetaan Kawasan hutan harus melalui proses dialog yang melibatkan partisipasi semua pihak, termasuk menghargai budaya lokal.
  14. Perlu adanya sinkronisasi yang baik antara pemerintah kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat berkaitan dengan pendataan dan penetapan areal kehutanan sehingga diperoleh data yang valid dan tidak menimbulkan polemik di masyarakat.
  15. TORA/ PPTPKH yang kini dilaksanakan sesuai peta indikatif TORA/ PPTPKH, terutama pada areal pemukiman masyarakat yang telah diokupasi negara sebagai lahan Kawasan hutan dalam pemetaan Kawasan hutan (pada kelompok hutan Nuabosi, dan lain-lain), diharapkan menghasilkan status tanah dan lahan milik masyarakat yang tidak menimbukan konflik baru
    Diharapkan dengan status tanah tersebut, tetap memiliki hak bebas jual beli oleh masyarakat. (rom)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan