BRI Cabang Maumere Pasang Sita Rumah Nasabah Diduga Tidak Sah
Oleh Marianus Gaharpung, Dosen dan Lawyer di Surabaya
Arogansi lembaga pembiayaan termasuk Bank terhadap nasabah atau debitur sering menimpa warga masyarakat. Apalagi posisi debitur secara ekonomis “lemah” maka sering dibuat kayak “bola” saja. Sehingga berbagai trik yang dipraktekan bank akhirnya pula timbul sengketa dengan nasabah.
Padahal berbicara tentang perjanjian kredit selalu didasari pada Pasal 1313, 1320, 1338 (1) (2) KUHPerdata, Peraturan BI dan Undang Undang Hak Tanggungan.
Peristiwa “tragis” yang dialami ahli waris dari almahrum Maria Dolorosa yang semasa hidupnya nasabah Bank BRI. Pasalnya pihak bank diduga secara semena- mena memasang plang sita rumah nasabah BRI Cabang Maumere alasan ada sisa hutang kredit.
Mirisnya, nasabah atas nama Maria Dolorosa asal Kelurahan Beru, Kecamatan Alok Timur, meninggal dunia, sebelum hutang kreditnya lunas, pihak BRI Cabang Maumere, tidak pernah memberikan atau menyampaikan kepada nasabah atau ahliwarisnya berupa Surat Peringatan (SP), 1, 2 dan SP 3. Tiba-tiba pihak BRI melakukan pemasangan plang sita rumah nasabah.
Hal ini disampaikan Silvanus Adi Manto selaku anak kandung almarhum, Maria Dolorosa, Rabu (8/11/2023) di Maumere.
Berdasarkan surat keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/Kep/Dir Pasal 4 ayat (1) tentang kualitas aktiva produktif, kredit dikelompokkan menjadi lancar, kurang lancar, dalam perhatian khusus, diragukan, dan macet. Jaminan benda termasuk rumah akan ditarik apabila kredit masuk dalam kategori macet.
Pertanyaannya, dengan kematian ibu Maria Dolorosa dan tidak adanya SP 1, 2 dan 3 disertai tindakan penyegelan rumah karena kredit almahrum masuk kategori kredit apa? Kok beraninya melakukan segel yang tidak pakai prosedur dan tidak sah? Tolong dijawab dong kredit almahrum masuk kategori kredit apa? Jangan mau menangnya sendiri ingat bank itu hidup dari nasabah bukan sebaliknya.
Sikap arogansi di era transparansi ini sudah tidak pantas dipertontonkan perusahaan BUMN seperti BRI yang mengedepankan profesional transparansi serta responsif. Karena tindakan ceroboh, bank dan debitur sering mengalami sengketa terkait kredit macet.
Padahal ketentuan peraturan perbankan jelas mengatur debitur juga memiliki hak untuk mendapatkan surat peringatan dan pengumuman lelang dari Bank.
Bank wajib mengirimkan Surat Peringatan (SP) sebanyak 3 (tiga) kali dan debitur harus memberikan itikad baik terhadap proses pelunasan. Pertanyaannya langkah normatif tersebut sudah dilakukan terhadap ahliwaris?
Apakah ahli waris sudah pernah membaca norma perjanjian bank dan nasanah (almahrum Maria Dolorosa) serta konsekuensi hukum dengan meninggalnya Ibu Maria Dolorosa? Jika semua ini tidak dilakukan bank, maka tindakan penyegelan diduga sewenang wenang berimplikasi tidak sah.
Atas dasar fakta ini perjanjian antara bank dan nasabah atau ahliwaris batal dan bank kehilangan hak untuk pasang sita terhadap rumah nasabah.
Dengan alasan adanya penyalagunaan keadaan atau misbruik van omstandigheden (undue influence) adalah suatu perbuatan sedemikian rupa yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak lain yang terikat dalam perjanjian dengan memanfaatkan posisi yang tidak seimbang salah satu belah pihak dengan tujuan untuk mengambil keuntungan ekonomis.
Karena nasabah sudah meninggal ada dugaan bank memanfaatkan keadaan tersebut dengan tidak memberikan Sp 1, 2 dan 3 dipakai alasan pasang papan sita pada rumah nasabah.
Segera somasi dan gugat di PN Maumere dalam petitum mengatakan perjanjian sisa kredit batal dan minta cabut papan sita atas rumah karena diduga tidak sah.