PPK Dinas PKO Kabupaten Sikka “On track” Lakukan PHK Kontraktor Dana Pokir
Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya
Menggelitik saja membaca rilis judul berita dari sebuah media online yang cukup punya nama di hati publik Nian Tana Sikka “Tidak jelas pemutusan huhungan kontrak (PHK) proyek pokir di Dinas PKO Sikka”.
Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) Vincentius Viance Mayelo telah melakukan pemutusan kontrak terhadap sejumlah proyek pokok-pokok pikiran di Dinas PKO Sikka. Kebijakan ini ditengarai tanpa dasar hukum yang jelas. Pasalnya, munculnya kebijakan pemutusan kontrak setelah proses penetapan pemenang terendus berbau kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Pertanyaan hukumnya berbau KKN alat ukur normatif apa yang dipakai? Jika tidak ada, semua statement media hanya halusinasi, asumsi belaka sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian sama sekali dalam hukum.
Untuk menjelaskan persoalan PHK pengerjaan pokir yang menjadi “gawean” Dinas PKO harus mulai dengan logika hukum administrasi dan peradilan tata usaha negara. Pertanyaannya, perbuatan hukum apa saja yang dilakukan pejabat atau badan tata usaha negara masuk kategori perbuatan keperdataan? Jawaban ketika pejabat tersebut melakukan kontrak pengerjaan proyek negara dengan pihak ketiga (kontraktor).
Artinya wajib berdasarkan Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHP). Kaitan dengan perjanjian( kontrak) antara pemerintah dan penyedia barang dan jasa harus berdasarkan Pasal 1313, Pasal 1320, Pasal 1338 KUHPerdata dan masih banyak pasal lainnya. Pasal 1313 adalah suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut ; Pertama, adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya; Kedua, kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan; Ketiga, suatu hal tertentu; dan Keempat, suatu sebab (causa) yang halal atau yang dimungkinkan pelaksanaannya.
Pasal 1338 ayat (1) menentukan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya (pacta sunt servanda). Pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata, kalimat yang menekankan kepastian hukum dalam pasal ini dijumpai pada kalimat”suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali”.Kecuali adanya kesepakatan oleh kedua bela pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang cukup untuk itu.
Kembali kepada rilis media online yang terlihat sudah “menjudge” dengan menduga PPK melakukan KKN dengan pihak pihak terkait dengan PHK proyek dana pokir.
Bahwa yang berwenang menjelaskan tata cara atau prosedur dan PHK proyek pokir di Dinas PKO adalah Kadis PKO sebagai nahkodah dalam kapasitas pengguna anggaran (PA), dimana letak salahnya dimana sifat penyalagunaan wewenang alias KKN ?.
Oleh karena itu, tindakan PPK melakukan PHK dengan kontraktor tidak ada norma peraturan/ hukum yang dilanggar sepanjang kontraktor menyetujui dilengkapi berita acara tidak dalam keadaan dipaksa atau ancaman unk PHK, maka PHK tersebut mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Suatu perjanjian dapat dibatalkan jika bertentangan kata sepakat dan aspek kecapakan para pihak. Dan, batal demi hukum jika bertentangan dengan obyek yang diperjanjikan serta bertentangan dengan undang undang. Jika perjajinjian kontrak kerja proyek pokir ini melanggar hukum yakni seharusnya maksimal 5 paket ternyata ada 6 dan 7 paket unk kontraktor tertentu, maka langkah hukum oleh PPK sudah sangat benar dan sah jika tidak dilakukan justru PPK gali lubang jeburkan diri dalam pola KKN, habislah dia.
Kami mempunyai pengalaman empiris ketika sidang korupsi, hakim tegur keras PPK, “anda sudah tahu bahwa tindakan saudara melawan hukum sejak awal salah mengapa tidak melakukan pemutusan kontrak dengan kontraktor agar negara tidak mengalami kerugian”.
Itu artinya jika dikaitkan dana pokir, maka tindakan PPK udah “on track” berani putuskan kontrak dgn kontrator sebelum proyek ini mulai dan berakhir desember.
Jika tidak PHK ternyata proyeknya mangkrak dan terbukti ada kerugian negara dan PPK terima duit, maka sudah pasti kena pasal 3 UU Tipikor, penyalagunaan wewenang. Atau ada kerugian negara akibat PPK tidak putus kontrak dan PPK tidak terima duit sama sekali, maka tetap kena Pasal 2 UU Tipikor, melawan hukum.
Sehingga walaupun tindakan PHK proyek pokir ada dugaan mens rea ada meeting of minds antara PPK kontraktor serta oknum anggota dewan jika belum ada kerugian negara, maka itu hanya halusinasi saja tidak ada implikasi hukum sebab proyek masa waktu pengerjaannya baru berahkir Desember.