Gonjang-Ganjing Hukum Yayasan Nusa Nipa Milik Pemkab Sikka Atau Milik Publik
Oleh, Marianus Gaharpung, Dosen F.H Ubaya, Surabaya
Persoalan status hukum Yayasan Nusa Nipa yang mengelola Universitas Nusa Nipa Indonesia terus menjadi pergunjingan seru publik Nian Tana Sikka di media sosial mempertanyakan apakah Yayasan Nusa Nipa milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka atau milik Publik.
Dengan alasan hukum pendiri bukan pemilik berdasarkan Undang Undang No 16 Tahun diperbaharui Undang 2001 dan Undang No. 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan.
Apakah pendirian Yayasan Nusa Nipa dengan modal awal aset Pemerintah berupa gedung dan dana, maka secara hukum Pemkab Sikka sebagai badan hukum publik otomatis teramputasi hak keperdataannya ketika Yayasan Nusa Nipa memperoleh status badan hukum berdasarkan penetapan tertulis Kementrian Hukum dan Ham?
Ataukah sebaliknya aset dan modal pribadi Drs. Aleksander Longginus dan Drs. Sabinus Nabu dan kawan-kawan sebagai modal awal pendirian Yayasan Nusa Nipa sehingga berdasarkan Undang Undang Yayasan, maka otomatis hilang hak keperdataannya? Publik Sikka tahu benar aset untuk awal pendirian Yayasan Nusa Nipa dari Pemkab Sikka.
Ambil contoh konkrit, Yayasan HangTua dengan Universitas Hangtua milik TNI Angkatan Laut, Yayasan Bhayangkara dengan kampus Ubhara milik Polri, apakah melanggar Undang- Undang Yayasan dan Undang Undang Pendidikan Tinggi sehingga ijin prinsip pendirian perguruan tinggi dicabut Menteri Pendidikan? Jawaban sampai hari ini tetap eksis.
Apakah yayasan- yayasan yang didirikan pemerintah di Jaman Presiden Soeharto yang modal dan fasilitas awal pemerintah dikelola oleh anak-anaknya akhirnya kehilangan hak pemerintah dengan alasan pendiri bukan pemilik menurut undang undang yayasan?
Faktanya masa Pemerintahan Joko Widodo, yayasan- yayasan tersebut diambil kembali Pemerintah karena ternyata memperkaya anak anaknya Suharto. Contoh Taman Mini Indonesia Indah.
Kekosongan hukum
Dalam menganalisis fakta hukum harus menggunakan norma hukum. Jika norma hukum tidak bisa menjawab karena ada kekaburan atau kekosongan hukum, maka digunakan doktrin (pendapat) para ahli, law dictionary serta asas asas hukum.
Asas hukum lex specialis derogat legi generali, lex superior derogat legi inferiori, lex posterior derogat legi priori dan lain- lain asas hukum yang dapat menjawab gonjang ganjing hukum Yayasan Nusa Nipa.
Ada satu kalimat dalam Undang Undang Yayasan yang selalu menjadi “senjata” pembelaan diri atau pembenaran diri bagi oknum oknum yang “membela” Yayasan Nusa Nipa yakni pendiri bukanlah pemilik yayasan karena telah memisahkan kekayaan antara milik pribadi dan badan hukum yayasan.
Pendiri yayasan dapat berupa pemerintah atau warga sipil sebagai penghibah. Setelahnya, yayasan membentuk suatu pengurus untuk melaksanakan tujuan tersebut. Fakta hukum Yayasan Nusa Nipa diperhadapkan dengan hukum publik karena Pemkab Sikka sebagai pendiri/inisiator berdirinya yayasan Nusa Nipa sebagai badan hukum privat (keperdataan).
Jika fakta hukum demikian, maka Undang Undang Yayasan tidak mengaturnya secara eksplisit, maka terjadi kekosongan hukum atau kekaburan hukum. Jalan penyelesaian hukumnya dengan asas- asas hukum yakni lex specialis derogat legi generali.
Artinya undang undang khusus menghapus atau mengenyamping undang undang yang bersifat umum. Dalam konteks ini, Undang- Undang Keuangan Negara dan Undang- Undang Perbendaharaan Negara serta Undang- Undang Pemda harus menjadi dasar rujukan utama dalam mengkaji Yayasan Nusa Nipa disamping Undang Undang yayasan.
Atau pertanyaannya, apakah otomatis pasal ayat dalam Undang Undang Yayasan semua tidak berlaku dan mengikat Yayasan Nusa Nipa? Jawaban tetap berlaku. Tetapi ketika Pemkab Sikka memberikan aset sebagai awal pendirian Yayasan Nusa Nipa terbukti dengan adanya persetujuan DPRD Sikka ketika itu, maka Undang Undang Keuangan dan Perbendaharaan Negara serta Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi rujukan utama selain Undang- Undang Yayasan. Atas dasar ini, pertanyaannya adalah sebagai berikut
Pertama, apakah Pemkab Sikka telah memberikan akta hibah (notaris/PPAT) kepada Pembina dan Pengurus Yayasan Nusa Nipa sehingga berlakulah prinsip Undang Undang Yayasan bahwa pendiri bukan pemilik yayasan? Jika tidak ada ini akta hibah, maka dugaan kuat adanya tindakan penggelapan aset barang tidak bergerak milik Pemkab Sikka.
Hal ini dapat dipastikan karena rekomendasi BPK NTT bahwa Rumah Sakit TC Hillers yang telah diubah fungsi menjadi kampus Universitas Nusa Nipa asetnya pemerintah.
Kedua, jika Rumah Sakit Tc. Hillers adalah aset pemerintah apakah ada dokumen resmi rumah sakit tersebut seturut ketentuan Undang Undang Perbendaharaan Negara sudah dapat diputihkan dalam daftar inventaris barang milik negara agar dialihfungsikan menjadi Yayasan dan kampus Universitas Nusa Nipa? Jika tidak ada satu dokumen resmi pemerintah ini jelas adanya dugaan tindak pidana korupsi?
Ketiga, jika dana awal pendirian Unipa adalah dari pemerintah, maka menurut Undang Undang Keuangan Negara setiap orang atau badan hukum privat (PT, yayasan dll) wajib hukumnya memberikan pertanggungjawaban hukum penggunaan dan pengelolaan keuangan kepada pemerintah.
Pertanyaannya sejak awal pendirian sampai saat ini, pernahkah Pembina dan Pengurus Yayasan Nusa Nipa memberikan laporan keuangan kepada Pemerintah?
Jika semua pertanyaan hukum tersebut secara komulatif dan atau alternatif tidak dipenuhi Pembina serta Pengurus Yayasan Nusa Nipa, apakah otomatis ketentuan dalam Undang Undang Yayasan bahwa Pemkab Sikka sebagai pendiri bukan pemilik sertamerta berlaku dan mengikat Pemkab Sikka ?
Jika Pembina dan Pengurus Yayasan Nusa Nipa berpegang teguh dengan prinsip Undang Undang Yayasan yang demikian, maka ini disebut logika sesat alias logika dewa mabuk. Atau dengan kata lain oknum Pembina dan Pengurus secara sistimatis dan masif diduga sedang “merampok” asetnya pemerintah.
Sikap Dewan dan Pemerintah
Atas dasar gonjang ganjing hukum Yayasan Nusa Nipa, maka sikap DPRD Sikka sudah “on track” dengan membahas status hukum kepemilikan Pemkab Sikka atas Yayasan Nusa Nipa. Mengapa demikian berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat Dewan dengan Pembina dan Pengurus Yayasan Nusa Nipa, beberapa waktu lalu, anggota dewan Ansfridus Aeng SH., menjelaskan dengan dokumen lengkap bahwa
24 Januari 2006, Tim Rombongan Kabupaten Sikka melakukan konsultasi ke Departemen Hukum dan Ham RI.
Pertama, apakah pemerintah daerah dapat mendirikan Yayasan; jawabannya, pemerintah dapat mendirikan Yayasan sepanjang Yayasan tersebut dibutuhkan dan harus berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan tentang Yayasan.
Kedua, apakah Bupati dapat sebagai pendiri Yayasan; jawabannya Bupati dapat sebagai pendiri Yayasan dan dapat juga bertindak atas nama Pemerintah Daerah.
Ketika, tentang keterlibatan Bupati dan Wakil Bupati sebagai Pembina dalam Yayasan; dijelaskan bahwa dapat menjadi Pembina dan tidak bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah karena sebagai Pembina tidak dapat disamakan sebagai pengertian “turut serta” dalam arti sebagai Direksi atau Komisaris.
Perlu dipahami bahwa Yayasan Pendidikan Tinggi Nusa Nipa pendirinya adalah para pejabat yang mewakili Pemkab Sikka ketika itu. Oleh karena itu perlu, memperhatikan peraturan khusus dalam hal ini Undang Undang Keuangan Negara, Undang- Undang perbendaharaan negara dan Undang- Undang Pemda serta wajib pula tidak melupakan sejarah.
Atas dasar hal tersebut, maka seharusnya Pasal 7 dan Pasal 11 akta 21 perlu ditambah kata-kata pengikat yang akan membatasi keterlibatan Tuan Doktorandus Alexander Longginus Cs sebagai Pembina dgn menambahkan kata-kata “Tuan Doktorandus Alexander Longginus adalah sebagai Pembina yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Sikka dan seterunya bagi anggota Pembina yang lain”.
Hal ini untuk mengeliminasi agar jabatan pembina pada waktu yang akan datang dapat disesuaikan dengan jabatan Bupati maupun yang lain-lain dalam lingkup Pemkab Sikka. Tetapi ternyata perubahan akta No. 5 ke akta no. 21 kata- kata tersebut tidak ada atau ditiadakan. Atas tindakan tersebut ada dugaan tindakan pidana memasukkan keterangan palsu dan menggunakan akte palsu tersebut.
Semoga niat baik anggota DPRD Sikka pada Senin 5 Juni 2023 dengan salah satu agenda mengkaji tentang pengelolaan Yayasan Nusa Nipa dapat menghapus noktah hitam demi mengembalikan Yayasan tersebut kepada Pemkab Sikka sebagai pendiri dan sekaligus pemilik.
Mantap kajian dan analisis hukumnya