Regional

Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak di Kabupaten Sikka Tersebar di 18 Kecamatan

MAUMERE, GlobalFloeres.com  –  Pimpinan Tim relawan untuk Kemanusiaan Flores ( Truk F) Sr. Fransiska Imakulata S.Sps yang akrab disapa Sr. Ika,  membeberkan  wilayah kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak  di 5 kabupaten di Flores.  Kekerasan terhadap perempuan dan anak itu,  lebih didominasi dari Kabupaten Sikka.

Hal ini disampaikan Ika, Rabu, (8/3/2023) di Maumere.

Tempat kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk wilayah Kabupaten Sikka mencapai 97 korban yang tersebar di  Kecamatan Paga, Mego,  Lela,  Bola,  Talibura,  Waigete, Kewapante,   Nelle,  Nita,  Alok,  Alok Barat,  Alok Timur,  Koting,  Kangae,  Hewokloang,  Doreng,  Mapitara dan Kecamatan Magepanda.

Sementara untuk Kabupaten Ende, terdapat 8 korban yang tersebar di kecamatan  Maukaro,  Ende,  Ende selatan,  Ende Utara,  Wolowaru, dan Kecamatan Wawaria.  Kabupaten Manggarai Timur, terdapat  2 korban  yakni di Kecamatan Kota Komba.    Kabupaten Lembata sebanyak 2 korban  yakni di Kecamatan Atadei dan Kecamatan Ile Ape. Sedangkan untuk kabupaten Ngada terdapat 2 korban yakni berada di kecamatan Aimere.

Terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak  Truk F  memberikan  pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Diantaranya,  Layanan pengadua 111 orang, Layanan Kesehatan 32 orang, Layanan rehabilitasi sosial 95 orang,  Layanan bantuan hukum 43 orang, Layanan reintegrasi dan pemulangan 32 orang.

Sementara untuk layanan rumah aman di TRUK Maumere lanjut Ika, bayi,  8 orang, balita 3 orang, anak 23 orang,  Perempuan dewasa  53 orang.

Motif, modus, fakta, trend dan hambatan dalam penanganan lanjut Ika diantaranya,  motif  ekonomi, asmara, dan balas dendam. 

Modus yang digunakan pelaku dalam melancarkan aksi kejahatannya antara lain,  pacaran dengan iming-iming akan menikahi, pertemanan, mengajak main game dan nonton bareng,  orang tua asuh dan iming-iming gaji besar.  Fakta kekerasan di Catahu 2022 yang terjadi, yakni dimensi kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi dalam dua ranah, yaitu ranah personal dan ranah komunitas.

Perempuan atau istri kata Ika,  terpaksa bertahan dengan situasi KDRT yang dialami karena mempertahankan janji pernikahan dan proses pembelisan yang telah terjadi.  Istri dan anak korban KDRT umumnya mengalami trauma dan hidup dalam kesulitan ekonomi dan sosial.

Ika menambahkan, istri pada umumnya enggan melaporkan kasus KDRT yang dialaminya ke jalur hukum walaupun mengalami KDRT berulang kali. 

Dari 21 istri yang mengaduh hanya 4 istri (19,04 persen) yang melaporkan kasusnya ke jalur hukum, dalam perjalanan 3 kasus ditarik dan hanya 1 kasus yang berlanjut hingga putusan inkrah.

Menurut Ika ada beragam bentuk kekerasan seksual yang terjadi antara lain, perkosaan, incest, pelecehan seksual fisik, explotasi seksual, pemaksaan kehamilan, anak yang terjepak dalam postitusi online dan kekerasan berbasis elektronik dan cyber.

Ika juga mengaku bahwa hak korban untuk memperoleh penanganan dan kepastian hukum sering terkendala dengan persoalan,  minimnya prespektif aparat penegak hukum yang berpihak kepada korban kekerasan, keengganan untuk mencari terobosan hukum yang berpihak kepada korban, belum menggunakan UU TPKS, kesulitan untuk menghadirkan saksi ahli menjadi potret buram yang dihadapi oleh korban.

“Kekerasan seksual yang menyasar pada kelompok difabel (3 kasus) dan ketidakberdayaan mereka menjadikan peluang serangan seksual tersebut akan terjadi lagi. Dalam proses hukum terkait kasus yang dialami difabel pun sulit dan selalu mengalami hambatan,”kata Ika. (rel )

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan