Opini

PENGARUH PORTUGIS DAN AGAMA KATOLIK  DI KABUPATEN SIKKA

Oleh : Fransisco Soarez Pati, SH

Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang menaklukan sejumlah wilayah di Nusantara. Wilayah yang ditaklukan Portugis kemudian direbut oleh Belanda dengan cara perang, negosiasi, tipu muslihat hingga penjualan berkedok pertukaran wilayah. Kemudian hari wilayah-wilayah yang diperebutkan kedua bangsa Eropa ini menjadi bagian dari sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang bernama Indonesia.

Kehadiran Portugis di Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur pada abad ke XV hingga abad ke XVII tidak terlepas dari misi bangsa tersebut yaitu Feteiro, Fortaleza e Igreja yang kemudian hari ditafsikan dalam bahasa Inggris sebagai Gold, Glory, Gospel.

Di Kabupaten Sikka selain kampung Sikka dan Paga yang telah dikenal secara luas sebagai bekas wilayah koloni Portugis masih terdapat sejumlah tempat lainnya yang setidak-tidaknya pernah mendapat pengaruh Portugis seperti Bola dan Kewapate dan Wai Noke Rua (Mata Air Santo).

Meskipun saat ini tidak ada lagi penjajahan secara fisik di seluruh dunia namun jejak dan pengaruh Portugis di Kabupaten Sikka masih dapat ditemukan seperti Gereja Tua di Sikka, tanah kosong bekas bangunan Gereja di Paga, batu kubur tempat dikuburkannya 2 orang Portugis dan tarian Bobu serta meriam peninggalan Portugis di Paga, Watu Cruz di Bola, nama kecamatan Queva – Pantai (Kewapante), marga-marga Portugis di Kabupaten Sikka seperti Da Gama, Da Silva, Da Gomez, Da Cunha, Da Lopez, Da Costaz, Da Rato, Parera, Fernandez, Carwayu (Carvalho), Rodriquez juga sejumlah nama panggilan sehari-hari seperti Don, Ximenes, Soares, Alvares, Tavares, Pedro, Jasinta, Maria, Jose dan masih banyak lainnya.

Sadar tidak sadar salah satu warisan peninggalan Portugis yang masih ada hingga saat ini adalah sejumlah kosa kata yang diucapkan sehari-hari dalam bahasa daerah Sikka ataupun bahasa Indonesia ala orang Kabupaten Sikka yang dituturkan secara turun temurun sejak abad XV hingga saat ini.

Sejumlah kata dalam bahasa Portugis tersebut antara lain Misa (Misa), Gereja (Igreja), Cruz (Cruz), Sumana (Semana), Segunda (Seguna), Terça (Terça), Quarta (Quarta), Quinta (Quinta), Sesta (Sexta), Sabut (Sábado), Duminggu (Domingo), Seu (Ceu), Anjo (Anjo), Anjo Da Guarda (Malaikat Pelindung), Plender (Aprender), Jentiu (Gentios), Santa (Santa), Santo (Santo), Bola (Bola), Siruwisu (Serviço), Kadera (Cadeira), Algojo (Algojo), Lemari (Almario), Armada (Armada),  Bangku (Banco), Bendera (Bandeira), Biola, Boneka (Boneca), Dadu (Dadu), Dansa (Dança), Dewan (Dewan), Kama (Cama), Difan (Dipan), Ganco (Gancho), Jendela (Janela), Kemeja (Camisa), Kertas (Carta), Lentera (Lentera), Meja (Mesa), Mentega (Manteiga), Nona (Dona), Permisi (Permissão), Pesta (Festa), Sabang (Sabão), Serdadu (Soldado), Tenda (Tenda), Terigu (Trigo), Tinta (Tinta), Lesu (Lenço), Bako (Tabaco), Tapioka (Tapioca), Sepatu (Sapato), Salto (Salto), Rosario (Rosario), Pesiar (Passear), Peneti (Alfinete), Markisa (Maracujá), Mandor (Mandador), Martir (Mártir), Kapitan (Capitão), Gudang (Gudão), Botir (Botelha), Aula (Aula),  Akta (Acta), Politik (Politico), Maitua (Mãe), Paitua (Pai), Tripleks (Triplex), Peti (Peito), Ara (Arroz), Garpu (Garfo) dan Mate (Morto).

Diatas segalanya salah satu warisan kolonial Portugis yang sangat mengakar di tengah kehidupan masyarakat Kabupaten Sikka pada umumnya dan Pulau Flores pada khususnya adalah agama Katolik.

Pada saat terjadi negosiasi untuk menindaklanuti kesepakatan penjualan wilayah kolonial Portugis di seluruh Pulau Flores, Timor Barat, Solor, Adoara, Alor dan Pantar yang kemudian dikenal dengan nama Tratado Demarcação E Troca De Algumas Possessoes Portuguese E Neerlandezas No Archipelago De Solor E Timor yang artinya Perjanjian Demarkasi Dan Pertukaran Beberapa Kepemilikan Portugis dan Belanda Di Kepulauan Solor dan Timor yang ditandatangani Dom Pedro V dan Mauricio Helderwier tanggal 20 April 1859, Parlemen Belanda menyampaikan keberatannya karena di dalam perjanjian tersebut Portugis tidak memberikan kebebasan kepada Belanda untuk membawa misi Protestan (Zendeling).

Dilain pihak Portugis tetap pada pendiriannya bahwa agama Katolik yang sudah diperkenalkan kepada masyarakat di Flores dan sekitarnya harus tetap menjadi agama masyarakat (religiao do comunidade).

Sebagai gantinya Belanda diberi kekebasan untuk menjalankan misi protestan di wilayah Timor barat dan pulau sekitar.

Penyebaran agama Protestan saat ini dapat dilihat dari identitas warga NTT di wilayah Timor barat dari sebagian Timor Tengah Utara, mayoritas Timor Tengah Selatan, Kupang, Sabu, Rote, Sumba dan kepulauan Alor yang mayoritas beragama Protestan.

Sebagai gantinya, dikemukakan oleh Karel Steenbrink dalam Orang-Orang Katolik  Di Indonesia, Jilid I, penerbit Ledalero, Maumere, bahwa prinsip bangsa kolonial Portugis saat itu adalah “bendera boleh ganti, tetapi agama tidak boleh diubah. Katolik Roma harus dipertahankan seperti sebelumnya” (O catolicismo Romano deve ser preservado como antes).

Inilah warisan Portugis yang sangat mengakar di kabupaten Sikka pada khususnya dan masyarakat Pulau Flores dan sekitarnya pada umumnya yang saat ini menganut agama Katolik.

Sem Português talvez não conheçamos a religião Católica hoje. (Tanpa Portugis mungkin kita hari ini tidak mengenal agama Katolik).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan