Sidang Bawa Lari Tunangan di PN Maumere Masuk Tahap Kesimpulan
MAUMERE, GlobalFlores.com – Sidang bawa lari tunangan Silvanus Bogar yang sah Esmeranda Mariana alias Kira di Pengadilan Negeri Maumere, memasuki tahap kesimpulan.
Hal ini disampaikan kuasa hukum Silvanus, Viktor Nekur SH, Sabtu (26/3/2022) di Maumere.
Menurut Viktor, sidang terkait tunangan kliennya Silvanus, Mira yang pergi menikah dengan laki-laki lain akhirnya memasuki tahap kesimpulan.
Dalam perkara itu lanjut Viktor, yang menarik yakni, gugatannya terhadap perbuatan melawan hukum terkait dengan pengembalian barang dan mas kawinnya tidak tersentuh oleh dinamika saat sidang di pengadilan negeri tersebut.
“Dinamika selama proses persidangan terkait barang-barang yang diterima oleh keluarga Mira, sama sekali tidak tersentuh. Ini saya lihat dalam soal jawab menjawab saat sidang di pengadilan,ujar Viktor.
Viktor berharap, dalam proses persidangan itu harus sampai pada tingkat, kenapa sampai terjadi konflik seperti itu.
Perempuan yang sudah bertunangan secara sah, kemudian menikah dengan laki-laki lain harus diselesaikan dengan mekanisme adat.
Dikatakannya, ada norma-norma adat yang sudah diwariskan, bahwa ketika terjadi pertunangan, dan terjadi konflik antara kedua belah pihak maka mekanisme penyelesaiannya diselesaikan secara adat.
Menurut Viktor tujuan pertunangan secara adat adalah mengantar pasangan itu hingga kejenjang perkawinan adat, karena didalam adat sudah ada istilah adat.
Kalau hal itu dipaham secara benar lanjut Viktor, maka kedua keluarga laki-laki maupun perempuan wajib menjaga kesakralan tubuh pasang tersebut.
“Kenapa nenek moyang mewariskan adat ini, menurut saya, bahasa istilah adat ini harus diterjemahkan bahwa ketika rumah kita sudah dibuka untuk orang lain, maka kita terikat dengan norma adat itu,”kata Viktor.
Vikktor menambahkkan, kedua keluarga pasangan ini harus menjaga secara benar tata komunikaksi kedua belah pihak, jika terjadi konflik maka harus diselesaikan seperti adat.
Secara adat jika terjadi konflik maka ada mekanisme penyelesaiannya. Bahkan ada satu penyebutan, Beli Halan sebelum dilanjutkan ketingkat perkawinan.
Beli Halan, menurut Viktor harus ditakar, apabila kesalahannya terjadi pada pihak perempuan, maka harus memenuhi unsur-unsur adat, demikian halnya jika pihak laki-laki yang salah maka, unsur-unsur adatpun harus terpenuhi.
Herannya kata Viktor, mekanisme tersebut tidak ditempuh, dan secara tiba-tiba cincin pertunangan dikembalikan ke pihak laki – laki. Jika cincin dikembalikan maka harus dikuti dengan barang- barang lainnya.
“Logika sederhannya, kalau cincin dikembalikan maka harus diikuti dengan barang lainnya seperti yang diterima keluarga Mira saat pertunangan itu. Ini kita harus berpikir dari pola pikir adat bukan pola pikir moderen, karena didalam adat sudah diatur dengan norma-norma seperti ini,”kata Viktor.
Viktor berharap, apapun putusannya, harus menjadi refrensi bahwa dalam pertunangan harus mematuhi norma-norma adat, dan jangan sampai mencedrai norma adatnya.
Menurut Viktor, bahwa norma adat itu tidak pernah ditulis. Ketika mempertanyakan kenapa tidak ditulis dalam kesepakatan adat, maka jawabanya, bahwa kalau ditulis maka itu sudah masuk dalam perjanjian. Kalau sudah masuk dalam perjanjian maka obyek dari suatu perjanjian itu adalah barang-barang.
Viktor mengaku bahwa patokan ada pada UU nomor 1 tahun 1974, yakni perkawinan itu sah berdasarkan ke Tuhanan yang maha esa. Karena bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa maka perkawinan itu dilaksanakan. Secara adat nenek moyang perkawinan itu diwujutkan melalui belis atau mas kawin.
“Dalam belis jika dibedah maka nilainya sangat tinggi dan sakral. Dalam adat diajarkan bagaimana memelihara keutuhan rumah tangga. Memelihara keutuhan tubuh masing-masing pihak. Dalam adat juga tidak diajarkan bahwa laki-laki harus menguasai perempuan,“kata Viktor. (rel )