Regional

Diminta Tidak Boleh Ambil Keputusan Dalam Tata Kelola Pemerintah, Wabup Erik Bilang Keputusan Ada di Bupati

ENDE, GlobalFlores.com, Wakil Bupati Ende, Ericos Emanuel Rede mengatakan bahwa keputusan terkait tata kelola pemerintah ada di Bupati bukan di Wakil Bupati (Wabup).

Hal ini dikatakan Wakil Bupati Ende, Emanuel Erikos Rede menjawab pertanyaan terkait dengan adanya permintaan agar dirinya selaku Wakil Bupati Ende agar tidak boleh mengambil keputusan dalam tata kelola pemerintahan di Kabupaten Ende, Sabtu (5/2/2022).

Politisi dari Partai NasDem ini juga mengatakan bahwa terkait keabsahan dirinya selaku Wakil Bupati sebaiknya ditanyakan ke Mendagri dan Gubernur.

Dirinya ujar Erik akan tetap menjalankan tugas sebagai Wakil Bupati Ende sampai akhir masa jabatan sesuai SK Mendagri yang dia terima.

“Keputusan ada di Bupati bukan di Wabup, terkait keabsahan saya sebagai wakil bupati lebih baik tanyakan langsung ke Mendagri dan Gubernur. Saya tetap jalankan tugas sebagai wakil bupati sampai akhir masa jabatan sesuai SK Mendagri yang saya terima,”kata Erik dalam pesan melalui WA.

Sebelumnya dosen dari Universitas Surabaya, Marianus Gaharpung, S.H, M.S  dalam siaran persnya menulis agar Wakil Bupati Ennde tidak boleh mengambil keputusan dalam tata kelola pemerintahan di Kabupaten Ende.

Marianus yang mengajar mata kuliah, Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun), menulis bahwa Fakta atau peristiwa hukum adalah sebagai berikut bahwa dalam setiap pencalonan bupati dan wakil bupati wajib (imperatif) mendapat rekomendasi DPP Partai Politik dalam hal ini nama calon wakil bupati, Dr. drg. Dominikus Minggu  dan Ericos Emanuel Rede. Bahwa dalam Proses awal Partai Pengusung menyurati Bupati, hanya menyertakan Berita Acara Kesepakatan Partai Koalisi Pengusung  di tingkat Kabupaten : Partai Golkar, PDIP, Demokrat, PKS, PKPI, Nasdem, PKB dengan  tanpa melampirkan SK DPP.

Ketika itu sempat tarik menarik karena dari Bupati Ende minta dilengkapi dengan SK DPP. Namun dari Partai Koalisi menyatakan bahwa ini menjadi domain DPRD dan  SK hanya menjadi urusan Kedalam Parpol Pengusung untuk merekomensasikan nama Calon.

Jadi akhirnya surat dari Bupati  ke DPRD Endepun tanpa melampirkan SK DPP. Panitia Pemilihan Wakil Bupati DPRD Ende memproses lebih lanjut tanpa SK DPP.

Beberapa saat kemudian sebelum pemilihan wakil bupati sempat Ketua DPRD Ende menyurati Parpol Koalisi agar segera melengkapi SK DPP Parpol mengusung masing- masing.

Namun hingga saat pemilihan dan selanjutnya sampai kini SK DPP tetap tidak dilengkapi dalam semua proses pemilihan. Hingga Kemendagri sempat menjawab permohonan Gubernur agar mengangkat dan  menetapkan Eric Rede sebagai Wakil Bupati dengan belum bisa memproses karena harus melengkapi berkas berupa SK DPP.

Anehnya oleh Gubernur NTT tetap melakukan pelantikan sehingga dari aspek seremial tata kelola pemerintahan sudah selesai tetapi apakah pelantikan tersebut berimplikasi pada pengambilan keputusan oleh Wakil Bupati Ende dalam tata kelola pemerintahan di Ende sah dan mengikat?

Keputusan, penetapan atau tindakan faktual yang dilakukan oleh pejabat atau badan tata usaha negara dianggap sah dan mengikat, maka alat ukurnya adalah apakah keputusan pejabat tersebut bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang- undangan dan asas- asas umum pemerintahan yang baik (vide : UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Ketika, awal pencalonan sampai dengan keputusan  Erikos Emanuel Rede sebagai wakil bupati alat ukurnya adalah peraturan perundang- undangan dan asas umum pemerintahan yang baik.

Misalnya, dalam ketentuan peraturan perundangan bahwa setiap calon wakil bupati wajib ( imperatif) mendapat rekomendasi dari DPP partai politik atau DPP partai koalisi untuk calon wakil bupati tersebut.

Pertanyaannya, apakah Erikos saat pencalonan telah mendapat rekomendasi DPP Partai Koalisi? Jika ternyata tidak ada, maka pencalonan tersebut dinyatakan batal atau tidak sah karena bertentangan dengan peraturan perundang- undangan dan asas umum pemerintahan yang baik yakni asas kecermatan karena pejabat dalam mengambil keputusan tidak melampirkan dokumen SK DPP Koalisi partai politik pendukung demi sebuah keputusan yang sah.

Jadi ketika dokumen tersebut dikirim oleh DPRD Pemkab Ende ke Gubernur NTT untuk diverifikasi seharusnya Pemprov NTT mengembalikan dokumen pencalonan Erikos karena tidak ada rekomendasi DPP Partai Koalisi bukannya diteruskan ke kementrian Dalam Negeri.

Sehingga wajar Kementrian Dalam Negeri atas dasar verifikasi Pemprov. NTT lalu menerbitkan SK pengangkatan Erikos sebagai Wakil Bupati Ende.

Sehingga atas dasar itu, Gubernur NTT mengeluarkan undangan pelantikan Erikos tanggal 28 Januari tetapi aneh lucu sembrono tata kelola pemerintahan Pemprov NTT yakni ketika dikeluarkan atau diumumkan SK Penarikan kembali SK Menteri Dalam Negeri tentang pengangkatan Erikos Emanuel Rede tanggal 25 Januari yang ditanda tangani oleh Direktur Jendral Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri tanggal 27 Januari 2022, maka undangan pelantikan 28 Januari 2022 ditarik dan dikeluarkan undangan pelantikan tanggal 27 Januari  jam 7 malam di Kupang bertepatan dengan SK dari Dirjen Otoda tentang penarikan terhadap SK Menteri Dalam Negeri.

Sekali lagi pelantikan Erikos ini ada dugaan rekayasa politik tata kelola pemerintahan di NTT.

Karena dari aspek hukum administrasi bahwa keputusan, penetapan tertulis atau tindakan faktual pejabat atau badan tata usaha negara berimplikasi baik positif maupun negatif terhadap seseorang atau badan hukum perdata yaitu sejak keputusan pejabat tersebut diumumkan atau diketahui.

Atas dasar hal ini dari aspek ratio legis dengan teknologi di zaman canggih sekarang ini ketika SK penarikan pengangkatan Wakil Bupati Ende ditanda tangani Dirjen Otoda tanggal 27 Januari otomatis Pemprov NTT seketika mengetahui SK tersebut sehingga atas  kecurigaan publik NTT, mengapa  undangan pelantikan tanggal 28 Januari mendadak ditarik dimajukan ke tanggal 27 Januari dugaan sebuah rekayasa politik serta pendidikan politik yang sembrono yang dipertontonkan Pemprov NTT pada pelantikan Wakil Bupati Ende.

Dan, anehnya ada sekelompok orang dengan ketidaktahuannya memberikan statement bahwa Erikos tetap sah pelantikannya karena SK Menteri Dalam Negeri tentang penangkatan Wakil Bupati Ende lebih kuat lebih tinggi dibandingkan dengan SK Dirjen Otoda.

Sekali lagi ini logika sesat sebab Dirjen Otda mengeluarkan SK Penarikan Pelantikan adalah menjalankan kewenangan mandat dari Mendagri itu artinya tanggungjawab tanggunggugat ada pada Mendagri. Itu artinya Sk Dirjen Otoda tanggal 27 Januari adalah sah dan mengikat.

Lagi- lagi ketidaktahuan muncul di publik bahwa Gubernur NTT melantik atas nama Presiden berarti SK dari mana saja ysng membatalkan pengangkatan wakil bupati tetap tidak sah.

Ini juga logika sesat, karena SK Dirjen Otoda adalah penetapan tertulis yang konstitutif ( mengikat ke dalam dan keluar) sedangkan pelantikan adalah penetapan yang deklaratif ( sifanya mengumumkan saja) sehingga tanpa pelantikanpun seseorang sudah dianggap sah berdasarkan SK yang memenuhi aspek wewenang, substansi dan prosedur.

Ada lagi yang mengatakan, jika ada pihak yang merasa tidak sah dengan keputusan pelantikan Wakil Bupati Ende silahkan gugat ke pengadilan tata usaha negara. Lagi- lagi berpikiran sesat.

Bahwa di dalam hukum administrasi ada asas contrarius actus artinya pejabat yang menerbitkan keputusan atau tindakan faktual, maka pejabat tersebut yang berhak mencabut.

Menteri Dalam Negeri menerbitkan SK pengangkatan Wakil Bupati Ende tanggal 25 Januari dan tanggal 27 Januari Dirjen Otoda atas nama Mendagri keluarkan SK penarikan SK pengangkatan Wakil Bupati Ende (kewenangan mandat), maka semua tindakan hukum termasuk pelantikan Erikos Emanuel Rede sebagai Wakil Bupati Ende batal atau tidak sah tanpa harus gugat ke pengadilan tata usaha negara.

Jadi sangat aneh keliru dan lucu Gubernur NTT mengatakan dengan selesainya pelantikan Wakil Bupati Ende maka persoalan sudah selesai tidak perlu membuat kegaduhan justru tindakan pelantikan oleh gubernur ini yang justru memantik kegaduhan dengan mempertontonkan tata kelola pemerintahan yang tidak fair sebab  Gubernur diduga melanggar Undang- Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yakni asas kecermatan.

Konsekuensinya dimata hukum administrasi eksistensi pelantikan Wakil Bupati Ende oleh Gubernur NTT diduga tidak sah atau tidak mengikat itu artinya Wakil Bupati Ende untuk sementara waktu tidak boleh mengambil Keputusan dalam tata kelola pemerintahan di Pemkab Ende sambil menunggu petunjuk dan keputusan lebih lanjut dari Kementrian Dalam Negeri RI. (rom)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan