JUBILEUM SDK WOLOROWA, MUSPAS VIII KAE dan PERAK IMAMAT
(Sekedar Ajakan Pulang Kampung)
Oleh : Stefanus Wolo Itu
Alumni SDK Wolorowa, Misionaris Di Keuskupan Basel Swiss
Saya mempunyai teman baik orang Swiss namanya Pierre Bühler. Pierre tinggal di Dättwill – Baden AG. Saya mengenal dia di Wangkung Manggarai Flores, Juli 2013. Saat itu beliau mengunjungi Pater Ernst Waser SVD, Misionaris asal Swiss.
Pierre mengunjungi Pater Ernst Waser untuk sebuah „misi vokasi pertukangan kayu“. Pater Ernst membuka bengkel kayu di Wangkung. Di bengkel ini beliau merekrut orang-orang muda tamatan SLTA, terutama perempuan. Pierre ke sana untuk mendampingi para tukang perempuan ini.
Pierre adalah insinyiur bangunan kayu. Dia mengajar di Sekolah Tehnik Lensburg AG. Kami berdua pernah mengunjungi sekolah itu, termasuk bengkel kayu. Di depan bengkel itu tertulis: „Holz hat Zukunft“. Artinya kayu mempunyai masa depan.
Pierre sangat profesional. Selain mengajar, Pierre menerima proyek meubel dan perumahan. Dia juga mitra kerja Swisscontact untuk pelatihan pertukangan kayu di Asia dan Afrika.
Hari Rabu, 27 Oktober lalu Pierre mengunjungi saya. Dialah satu-satunya orang Swiss yang menyapa saya: Romo Stef. Sapaan yang dia dengar saat liburan di Flores Juli 2016. Pierre suka minum kopi pahit Flores. Kami minum kopi kesukaannya sambil ngobrol tentang kampung saya Wolorowa.
Pierre menceriterakan kembali pesta syukuran ponakan saya Sr. Margaretha Mare SSPS di Wolorowa. Dia ceritera penuh sukacita tentang masyarakat, suasana kampung dan suasana pesta.
Pierre katakan: „Romo Stef, kamu orang Wolorowa hidup berkecukupan. Tapi kamu mesti lebih bijaksana mengelola pesta dan mempersiapkan masa depan generasi baru“. Saya cukup kaget. Saya menjawab dengan senyum: „Terima kasih Pierre, ini masukan kritis sekaligus ungkapan kasih seorang sahabat seperjalanan“.
Jubileum 60 Tahun SDK Wolorowa dan Perak Imamat
Pengamatan Pierre istimewa dan kritikannya terbuka. Saya tergerak merefleksikan tiga hal: Jubileum 60 tahun SDK Wolorowa, Musyawarah Pastoral VIII KAE dan Jubileum Perak Imamat.
Banyak pertanyaan menggelitik: Bagaimana saya memaknai Jubileum 60 tahun SDK Wolorowa? Bagaimana saya memaknai perak imamatku sebagai saat membaharui pola pikir dan tata kelola kehidupan? Bagaimana kedua jubileum ini menjawabi amanat Muspas VIII KAE 27-30 Oktober yang lalu?
Tanggal 1 Agustus2021SDK Wolorowa berusia 60 tahun. Sekolah ini didirikan 1 Agustus 1961 di ujung atas kampung Wolorowa. Tahun 1975-1976 saya sekolah di sana. Bangunan sekolah saat itu adalah rumah alang, lantai tanah, tiang, dinding, bangku dan meja bambu. Pertengahan 1976-1981 kami pindah ke SDK Wolorowa saat ini. Kami menikmati gedung permanen, hasil swadaya masyarakat Sarasedu.
Sekolah ini telah menghasilkan banyak alumni berkualitas. Mereka tersebar dari kampung halaman, ke seantero nusantara dan luar negeri. Profesi mereka bervariasi: petani, guru, PNS, imam dan biarawati. Kami bangga dengan almamater, penjasa dan pendidik.
1 Agustus 2011, SDK Wolorowa merayakan 50 tahun. Komunitas SDK Wolorowa mengajak kami pulang kampung. „O MASA MIU DA KOTA TOA GILI OLA, MAE REBHO WADO WASI GILI SANI“. Artinya „hai kamu yang pergi membersihkan rumput ke seantero dunia, jangan lupa pulang membersihkan sekeliling pondok sendiri“. Kami mesti „punya hati“ untuk kampung halaman.
Kami datang, duduk dan memikirkan perubahan bersama. Tema sentral saat itu adalah BERPIKIR DAN BERUBAH, yang secara bernas dirumuskan Rm. Richardus Muga Buku Pr, alumni 1976-1982. Tema yang bertolak dari refleksi atas dinamika SDK Wolorowa.
SDK Wolorowa adalah „Sani“ atau pondok pendidikan. Kami berkomitmen „Wasi Sani“ atau merawat pondok pendidikan ini. „Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan anda dapat mengubah dunia“, kata Nelson Mandela. Kami ingin SDK Wolorowa tetap menjadi „oase persemaian para pemikir dan pembawa perubahan“.
Satu dasawarsa telah berlalu dan tidak terasa. Kami berwacana tentang berpikir dan berpikir tentang perubahan. Tapi kami belum mewujudkan perubahan nyata. Belum terlambat tapi harus mulai sekarang! „Hidup itu seperti sepeda. Supaya menjaga keseimbangan, kamu harus terus bergerak maju“, kata Albert Einstein.
Saya coba menghitung waktu. Bila Tuhan mengijinkan, awal September 2022 Rm. Richardus Muga Buku dan saya merayakan perak imamat. Saya sering ditanya seputar rencana perak imamat. Mayoritas pertanyaan menyinggung pesta pora.
Tradisi pesta orang Sarasedu selalu berkaitan dengan budaya. Ada ungkapan „Jaga Waka atau jaga gengsi“. Meski gengsi itu sering lahir dari hutang piutang. Apalagi berurusan dengan pesta imamat. Kami mempunyai kebiasaan „Ka Ulu Eko“ atau makan bersama seluruh warga kampung menjelang puncak perayaan. Kami memotong kerbau dan sejumlah babi besar. Hal yang sama juga saat perayaan puncak. Bila dirupiahkan lebih dari seratus juta.
Saya pribadi ingin pemaknaan « Jaga Waka » secara benar. Jaga waka tidak sekedar gengsi dan pemborosan berlebihan. Jaga waka artinya merawat kebajikan, membuka diri terhadap perubahan baru terutama penghematan. Banyak senior saya merayakan syukuran imamat dalam kesederhanaan. Kesederhanaan itu tidak melunturkan keluhuran imamat mereka.
Saya mengajak orang Sarasedu memperkokoh persatuan. Saya mengundang orang Sarasedu Diaspora pulang kampung. Kita sama-sama „Wasi Sani SDK Wolorowa“. SDK Wolorowa adalah Almamater kita, ibu yang mengasuh dan memberikan ilmu. Gedung SDK Wolorowa sekarang sudah rapuh.
Saya tidak ingin menghabiskan ratusan juta untuk sukacita imamat di tenda pesta. Saya tidak berharap kita sekedar „Ka Ulu Eko“ untuk kenyang sehari. Saya ingin kita membangun „Gerakan Pendidikan Ulu Eko“. „Pendidikan adalah jiwa sebuah masyarakat, karena pendidikan melewati satu generasi ke generasi lainnya“, kata penulis Inggris Gilbert Keith Chesterton
Amanat Muspas VIII Keuskupan Agung Ende
Meski jauh di negeri Alpen saya tetap punya hati untuk kampung halaman. Hati untuk mendorong perubahan sosial. Kita bercita-cita menjadi „titik pelayanan pastoral“. Kita mesti ber-comunio untuk menata pendidikan generasi baru. Kita mempunyai sarana dan aset memadai. Kita butuh team pengelola yang berkualitas.
Saya tertarik dengan amanat Muspas VIII KAE yang lalu. Terbersit harapan agar anak-anak kita mendapatkan pendampingan yang kreatif, inovatif dan selaras jaman. Perlu gerakan peduli anak dalam komunitas „Ulu Eko“. Persekutuan yang kuat akan melahirkan perutusan yang berkualitas.
Kita merayakan Jubileum. „Jubeln“ bahasa Jerman-Swiss artinya „Gani Rai“, sorak sorai. Kita « Gani Rai » karena kita sudah berkecukupan. Kita Gani Rai karena kita berkomitmen mempersiapkan masa depan generasi baru Sarasedu yang lebih baik.
Mengutip penyair Irlandia W.B. Yeats : « Motivasi pendidikan bagi orang Sarasedu bukanlah proses mengisi wadah kosong. Saya hanya coba menyalakan api pikiran .
Foto/Istimewa
RD Stef berfoto bersama Pierre Bühler