Internasional

Mengenal Pasukan Swiss Pengawal Paus

Foto/WorldPres.Com

KAMI INGIN MENGAWAL PONIFEX MAXIMUS

 Oleh, Stefanus Wolo Itu

Imam Projo KAE, Misionaris Di Keuskupan Basel Swiss

Pengantar

Selasa 12 Oktober 2021 secara kebetulan saya bertemu Damian di warung kopi Kunz depan gereja Eiken, Swiss. Lelaki berusia 30 tahun tersebut baru saja menyelesaikan tugas sebagai pengawal Paus di Vatikan selama 2015-2020. Mereka mengawal kota Vatikan, menjaga keselamatan Paus dan para pembantunya.

Dia begitu bangga dan bahagia telah menjadi pasukan pengawal Paus di Vatikan. Ia menganggap tugas itu mulia dan menjadi pengalaman yang sangat berharga dalam hidupnya. „Saya bangga sebagai orang katolik yang dipilih menjadi pasukan pengawal Paus. Sungguh sangat mulia dan luhur“, kata Damian dengan penuh bahagia.

Vatikan merupakan sebuah negara enklaf seluas 44 hektar yang dikelilingi tembok di kota Roma, Italia. Negara ini dipimpin oleh Paus atau Uskup Roma. Sejak ratusan tahun silam, negara terkecil di dunia ini telah menyewa tentara Swiss sebagai pasukan pengawal Paus dan penjaga keamanan negara.

Mengapa Orang Swiss?

Mengapa harus orang Swiss yang mengawal Vatikan? Bukankah secara geografis, Swiss hanyalah negara kecil diantara para raksasa Eropa: Jerman, Italia, Perancis dan Austria? Swiss berada di kawasan pegunungan Alpen. Danau, sungai, hutan, salju dan dingin menjadi karakter wilayahnya. Secara ekonomis Swiss negara kaya dan makmur. Secara politik Swiss merupakan negara netral dan damai.

Swiss memiliki sistem pertahanan yang unik. Seturut data 2020 mereka hanya memiliki 143.372 tentara. Dengan jumlah yang sedikit tidak berarti militer Swiss lemah. Namun fakta telah berbicara sebaliknya. Daya militer Swiss justru sangat kuat. Seluruh pria Swiss berusia 18-34 tahun harus menjalani wajib militer. Negara yang berpenduduk sekitar 8,5 juta jiwa tersebut menganut sistem pertahanan semesta. Semua masyarakat terlibat dalam sistem pertahanan. Mayoritas penduduk Swiss pada dasarnya adalah tentara.

Swiss memiliki ribuan bunker militer, ribuan gua raksasa dan tempat penampungan umum di pegunungan Alpen. Bila terjadi darurat perang, bunker dan gua raksasa ini menjadi tempat penampungan warga. Bahkan banyak rumah penduduk dan sarana publik dilengkapi fasilitas perlindungan anti nuklir. Gereja saya di Stein memiliki bunker bawah tanah.

Swiss benar-benar memberikan kedamaian dan kenyamanan dalam segala hal. Tidak mengherankan Swiss selalu menjadi tempat perundingan damai internasional dan penyimpanan uang bagi pebisnis dari banyak negara. Swiss juga menjadi markas sejumlah lembaga internasional seperti PBB di Jenewa, FIFA di Zurich, UEFA di Nyon dan IOC di Lausanne. Saat ini Swiss terkenal mengeksport obat-obatan, mesin-mesin, coklat, keju, kopi olahan, perhiasan dan jam tangan.

Namun demikian, di masa lalu, Swiss sesungguhnya juga sebuah negara miskin. Salah satu cara menyambung hidup adalah menjadi tentara bayaran di negara lain. Sejak abad pertengahan, produk eksport Swiss yang paling keren dan diandalkan adalah tentara bayaran.

Orang Swiss sangat taat, ulet dan pantang menyerah. Mereka menjadi tentara bayaran bertombak yang paling disegani di Eropa. Mereka menjadi pengawal pribadi dan istana para raja. Sejarahwan Swiss Andreas Zangger bahkan menulis bahwa orang Swiss juga menjadi tentara bayaran VOC Belanda.

Ada banyak contoh heroik tentara bayaran Swiss. Mereka mengalahkan Habsburg Austria abad ke 13. Mereka mempertahankan istana  Louis XVI selama revolusi Perancis. Ketika istana diserbu mereka tidak menyerah. Padahal jumlah mereka sedikit dan kehabisan amunisi. Raja sendiri yang akhirnya meminta mereka meletakan senjata.

Tentara Swiss juga membuktikan ketangguhannya saat membela Paus Klemens VII pada tahun 1527. Saat itu Roma jatuh ke tangan Charles V, kaiser Romawi suci. Dari 189 orang anggota pasukan hanya menyisahkan 42 orang. Tapi mereka sukses meloloskan Paus melalui terowongan rahasia.

Saat perang dunia kedua, Hitler menguasai Eropa. Jerman dan Swiss bertetangga dekat. Tapi pasukan Hitler tidak berani menyerang Swiss. Mereka malah bergerak menuju Italia dan menduduki Roma. Pasukan Hitler pun tidak menyerang Vatikan. Hitler mengetahui kegigihan pengawal Paus dan masih punya hati untuk menghormati Paus.

Sejak Awal Abad 15

Kehadiran pasukan Swiss di Vatikan sebenarnya melewati sejarah panjang. Awalnya dari Paus Sixtus IV tahun 1471-1484. Beliau yang pertama bekerja sama dengan Swiss dan menggunakan jasa tentara bayaran Swiss. Kerjasama itu dilanjutkan pada masa paus Innosentius VIII tahun 1484-1492 dan Paus Alexander VI tahun 1492-1503.

Tahun 1503 Paus Julius II meminta Swiss menyediakan 200 tentara baginya. Bulan September 1505, kontingen pertama sejumlah 150 orang berangkat ke Roma. Tanggal 22 Januari 1506 mereka memasuki gerbang Vatikan. Paus Julius II menetapkan tanggal 22 Januari sebagai hari lahir pasukan pengawal Paus. Dia  menggelari mereka sebagai „Pembela Kemerdekaan Gereja“

Pasukan pengawal Paus mesti memenuhi sejumlah persyaratan. Mereka harus warga negara Swiss dan beragama katolik.  Mereka harus lulus SMA atau diploma keahlian tertentu dan menyelesaikan pendidikan militer. Usia mereka berkisar antara 19-30 tahun. Mereka harus sehat jasmani rohani dan memiliki tinggi badan minimal 174 cm. Tak lupa surat keterangan kelakuan baik dari pastor paroki.

Setelah persyaratan administratif terpenuhi, mereka boleh mendaftarkan diri untuk direkrut menjadi anggota pasukan elit itu. Setelah terpilih dan mengikuti pendidikan khusus, mereka mengucapkan sumpah kesetiaan setiap tanggal 6 Mei di Cortile San Damaso Vatikan. Tanggal 6 Mei dipilih sebagai kenangan akan peristiwa jatuhnya Roma tahun 1527 ke tangan Charles V, kaiser Romawi suci.

Sebelum bertugas mereka wajib bersumpah. Mereka mengikuti sumpah yang dibacakan oleh pastor pendamping rohani. Inilah isi sumpah mereka. Pertama, siap melayani Paus dengan sepenuh hati, kejujuran dan rasa hormat. Kedua, siap mengorbankan jiwa raga demi keselamatan Paus. Ketiga, menghormati dan taat kepada komandan dan para perwira lainnya. Keempat, menjaga martabat dan harga diri bangsa Swiss.

Saat bersumpah, tangan kiri mereka memegang bendera pasukan pengawal Swiss. Mereka mengangkat tangan kanan dan mengacungkan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah. Ketiga jari ini adalah simbol Trinitas: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Saat itu setiap mereka mengucapkan : « Saya berjanji untuk setia dan konsisten mentaati sumpah dengan bantuan Tuhan dan semua orang kudus ».  Setelah disumpah mereka boleh bertugas antara 2 hingga 25 tahun.

Mengawal Jembatan Yang Agung

Pasukan pengawal Paus memiliki seragam resmi berwarna biru, merah, oranye dan kuning. Mereka berpenampilan dengan gaya masa pencerahan 1687-1789. Masa yang ditandai kehadiran kapitalisme, sekularisme serta kemajuan ilmu pengatahuan dan tehnologi.

Mereka mengenakan sepatu bot, sarung tangan putih, kerah tinggi berkerut-kerut. Mereka juga mengenakan baret hitam atau morion. Morion adalah helm tentara khas abad ke 16/17. Tangan mereka memegang tombak Halberd. Tombak Halberd adalah senjata perang yang paling ditakuti di masa lalu. Pakaian dan penampilan mereka kelihatan sederhana. Tapi jangan pandang enteng! Mereka mahir dalam bela diri tangan kosong dan menggunakan senjata api.

Di akhir obrolan, saya tanya  Damian besaran gaji pengawal Paus saat ini. Kata Damian: „1500 Euro atau setara 25 juta rupiah per bulan.  Jumlah itu terbilang rendah bila dibandingkan dengan gaji sekuriti di Swiss. Sekuriti di Swiss memperoleh 4.000 an Franken per bulan atau setara 62 juta rupiah.

Mereka menerima gaji itu dari pemerintah Vatikan. Itu gaji bersih, bebas pajak dan diluar ansuransi kesehatan. Mereka juga mendapat gaji lembur dan bonus  ekstra lainnya. Mereka tinggal di rumah dengan  akomodasi yang layak.

Saat hendak berpisah saya tanya Damian sekali lagi : „Mengapa Damian dan teman-teman mau menjadi pengawal Paus. Apa lagi gajinya terbilang kecil?“ Damian menjawab dalam bahasa Latin : „Kami ingin mengawal PONTIFEX MAXIMUS. Artinya kami ingin mengawal PEMBANGUN JEMBATAN YANG AGUNG.

Bagi Damian dan teman-teman, Paus adalah  orang pilihan Tuhan. Dialah jembatan yang menghubungi bangsa, agama, benua, suku dan ras. Upah Damian bukan lagi Euro atau Franken Swiss, tapi sukacita batin karena setia pada sumpah  sebagai pengawal PONTIFEX MAXIMUS.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WhatsApp

Adblock Detected

Nonaktifkan Ad Blocker untuk melanjutkan